Recommended

Titik Nol 48: Istana di Puncak Bukit

Istana Raja Prithvi Narayan Shah. (AGUSTINUS WIBOWO)

Istana Raja Prithvi Narayan Shah. (AGUSTINUS WIBOWO)

Tentara Gurkha berasal dari kota perbukitan yang sunyi ini. Raja besar Nepal, Prithvi Narayan Shah, lahir di sini. Sekarang kota kecil Gorkha masih menjadi salah satu basis pertahanan penting Kerajaan Nepal.

Seperti Kathmandu, Bhaktapur, dan Patan yang masing-masing punya Durbar Square, Gorkha pun punya. Gorkha Durbar terletak di puncak bukit, sekitar dua jam perjalanan mendaki, di daerah yang dijaga ketat oleh tentara Nepal.

Istana Prithvi Narayan Shah di puncak bukit ini adalah tempat yang paling strategis yang pernah saya lihat. Sejauh mata memandang, barisan puluhan bukit hijau terpampang di hadapan. Lekuk kurvanya yang mulus sambung-menyambung. Bagaikan spektrum, dari hijau yang paling pekat hingga hijau kebiruan, dan jauh di sana bersambung dengan warna langit.

Desa-desa kecil, berupa noktah putih, bertabur di seluruh penjuru perbukitan, dari kaki hingga puncak. Gorkha adalah salah satu kota peristirahatan di tepi bukit yang sejuk. Di kaki bukit sana, banyak vila yang dibangun untuk para pengunjung. Walaupun sekarang seperti kota hantu yang sepi, tetapi masih nampak bahwa dulunya kota ini pun pernah menjadi pusat kunjungan turis.

Di sini dulu Prithvi Narayan Shah pernah berdiri, memandang seluruh negeri yang terhampar di hadapannya. Dari titik inilah ia menaklukkan seluruh penjuru, menaklukan seluruh Nepal menjadi kerajaan kuno yang penuh kegemilangan. Sekarang, kami berada di tempat yang sama, memandangi lekuk-lekuk kurva perbukitan.

“Hati siapa yang tak tergerak untuk memiliki seluruh keindahan ini?” Lam Li bertanya retorik.

Betapa sebuah kerajaan agung bermula dari puncak bukit ini, bermula dari pemandangan indah yang memukau, menggerakkan hati sang penakluk untuk memulai perjuangan, pengembaraan, dan penjelajahan.

Dari tempat sunyi ini pulalah, pasukan Gurkha terkenal di seluruh penjuru dunia sebagai tentara tangguh. Sultan Brunei dikawal tentara Gurkha. Perbatasan Singapura pun dijaga oleh tentara Gurkha. Dalam British Army, Gurkha adalah pasukan elit. Konon Gurkha tak pernah menghunuskan kukri – pisau tradisional Nepal yang berujung bengkok tanpa ada darah yang tercurah.

Gorkha Durbar di puncak bukit. (AGUSTINUS WIBOWO)

Gorkha Durbar di puncak bukit. (AGUSTINUS WIBOWO)

Tentara Gurkha menarik perhatian pemerintahan kolonial Inggris ketika mereka gigih berjuang memadamkan Pemberontakan Sepoy tahun 1857 – 1858. Tentara Nepal di bawah pemerintahan Perdana Menteri Jang Bahadur Rana, ikut berjuang bersama pemerintah Inggris menumpas pemberontak. Tentara Gurkha punya daya tahan dan kemampuan adaptasi terhadap segala jenis medan yang tak terbandingkan. Inggris pun membawa pasukan Gurkha untuk bertempur di Afghanistan di akhir abad ke-19, Assam di timur laut India, sampai ke Burma.

Dari puncak bukit ini, seluruh dataran di bawah sana tampak jelas. Puncak-puncak bukit di kejauhan terpantau. Cocok menjadi tempat pengintaian tentara yang masih harus berjuang keras menghadapi pemberontakan gerilayawan Maois yang berakar dari dusun-dusun miskin di pegunungan.

Biasanya, tempat bersejarah di Nepal selalu diserbu turis. Tetapi Gorkha begitu lengang, kami tak melihat orang asing lainnya. Istana Durbar di puncak bukit ini pun tak ada orang, hanya tentara yang berpatroli dengan senapan. Ada yang bersembunyi di puncak kuil, ada yang di balik tembok. Bekerja di tempat sesunyi ini, memandangi barisan bukit dan hutan hijau sepanjang hari, mungkin termasuk daftar pilihan pekerjaan paling membosankan yang bisa dibayangkan. Tetapi itulah dedikasi. Kerajaan Nepal sedang dalam keadaan genting.

Karena letaknya, di sini fotografi dilarang keras. Turis tak perlu membayar karcis, tetapi harus menuliskan data paspor di buku tamu. Walaupun istana ini indah, tetapi jangan coba-coba memotret karena hukumannya langsung penjara.

Perempuan desa pun merokok. (AGUSTINUS WIBOWO)

Perempuan desa pun merokok. (AGUSTINUS WIBOWO)

Selain istana, bangunan di puncak bukit ini adalah tempat pemujaan Dewi Durga. Gambar sang dewi perang terukir di dinding batu di atas tanah. Seorang wanita desa bersarung batik dengan memejamkan mata, membaca doa, menempelkan sekuntum bunga merah di dahi patung sang dewi.

Istana Prithvi Narayan Shah di Gorkha ada dua. Satu di puncak bukit ini, yang sama sekali tidak boleh dipotret, satunya lagi di kaki bukit. Terbuat dari kayu berukir burung merak dan sulur-suluran. Arsitektur Nepal harus dinikmati dari detailnya, di mana setiap sudut ukiran mengundang decak kagum akan ketelatenan sang seniman.

Ketika kami berjalan turun menapaki tangga di lereng bukit, Qingqing sempat menjerit melihat ular gemuk yang melintas dengan santai. Perempuan desa yang bersama kami sampai melompat-lompat sambil berteriak, mengatakan bahwa ular itu sangat berbisa. Di sini banyak ular, katanya. Dengan kegalauan gara-gara ular, saya sempat silap kaki waktu menuruni tangga. Terpeleset, terguling, kesleo sampai tak bisa berjalan lagi.

Sore hari, kami sampai di dusun Abu Karim, persimpangan jalan antara Gorkha dengan jalan raya Kathmandu – Pokhara. Tak ada mobil sama sekali yang menuju Kathmandu.

“Sekarang sudah jam empat sore, di sini berlaku curfew – jam malam,” kata seorang penduduk, Abu Karim.

Jam malam diberlakukan sejak keamanan memburuk karena aktivitas gerilyawan Maois yang merongrong Kerajaan.

Seragam sekolah. (AGUSTINUS WIBOWO)

Seragam sekolah. (AGUSTINUS WIBOWO)

Kami terpaksa menginap di sebuah penginapan kuno di sudut jalan. Pemiliknya adalah pria tua yang gagah. Di losmen ini tergantung barisan foto hitam putih, masa kejayaannya ketika masih muda dulu. Siapa sangka, lelaki tua ini dulu begitu tampan, kumisnya tipis menambah aura kejantantan. Dadanya bidang, seragamnya berkelas.

“Saya dulu tentara Gurkha, pernah melaksanakan misi di Singapura,” katanya dalam bahasa Melayu yang sangat fasih.

 

(Bersambung)

Serial ini pernah diterbitkan sebagai “Titik Nol” di Rubrik Petualang, Kompas.com pada tahun 2008, dan diterbitkan sebagai buku perjalanan berjudul “Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan” oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2013.

Dimuat di Kompas Cyber Media pada 8 Oktober 2008

4 Comments on Titik Nol 48: Istana di Puncak Bukit

  1. Ini pake baju seragamnya merah putih?

  2. ke papua nugini mas…menarik banget mas…ke Wewak, Madang sama Sandaun juga gk rencananya ?

  3. seru banget petualanganx. pengen bisa sperti itu. tp saya terpaku dg bidang sya sbg perawat. sungguh luar biasa…. tp sayang tak bisa lihat fotox narayan shah

  4. ingin merasakan pengalaman seperti mas agus, suatu hari pasti bisa berpetualang dan menulis cerita seperti mas agus.

Leave a comment

Your email address will not be published.


*