Recommended

Penodaan Agama: Menista Agama atau Menista Ego?

170517-pk-penodaan-agama-2Pengalaman pertama saya bersinggungan dengan isu penodaan agama adalah pada tahun 2006, ketika saya berada di tengah ribuan demonstran di kota Lahore, yang memprotes pemuatan karikatur yang menghina Nabi Muhammad S.A.W oleh sebuah koran Denmark.

Ini adalah wujud cinta pada Rasul” tertulis di salah satu poster yang dibawa demonstran. Seorang pemuda yang membawa pentungan berkata pada saya, “Kami mencintai Nabi kami, lebih daripada kami mencintai anak dan orangtua kami sendiri.” Para demonstran menuntut pembuat karikatur dijatuhi hukuman mati, sebagaimana berlaku dalam hukum Pakistan terhadap penghujat Nabi. Semua demonstran yang saya wawancarai mengaku tidak pernah melihat sendiri karikatur itu, tetapi amarah mereka meledak setelah mendengar dari ulama mereka di masjid.

Selepas siang, demonstrasi yang dilandasi cinta itu berubah menjadi amuk massa dahsyat. Orang-orang membakar mobil dan sepeda motor di sepanjang jalan. Mereka juga menjarah dan membakar restoran, kantor, toko, dan bank, diiringi seruan memanggil Tuhan Yang Maha Besar. Lebih dari seratus bangunan dan empat ratus kendaraan hancur. Kerusuhan meluas ke kota-kota lain di seluruh negeri. Massa juga membakar gereja, sekolah-sekolah dan rumah-rumah milik warga Kristen di berbagai lokasi di Pakistan, sebagai balasan untuk “penodaan” karikatur Denmark itu.

Masih pada saat saya berada di Pakistan, pada akhir 2005, kasus lain yang menggemparkan terjadi di Sangla Hill, Punjab. Seorang Kristen bernama Yousaf Masih bekerja sebagai tukang sapu, disuruh majikannya untuk membakar sekantung kertas yang tidak dipakai. Para pekerja melihat kertas-kertas yang dibakar Yousaf, langsung menuduh dia membakar Quran. Yousaf sendiri buta huruf, tidak tahu apa yang terjadi, dan polisi segera datang menangkapnya dengan dalih penodaan Kitab Suci. Sementara itu, para ulama dilaporkan terus-menerus meneriakkan melalui corong pengeras suara di masjid, “Kita adalah penjaga Kitab Suci Al Quran. Kita wajib memberi pelajaran pada kafir-kafir itu!” Dua ribuan massa yang terbakar amarahnya membakar dan menjarah 3 gereja, 2 sekolah Kristen, lebih dari 200 rumah orang Kristen, juga 1 kuil Hindu karena mereka semula mengira Yousaf adalah orang Hindu.

Pakistan adalah negara yang paling keras dalam menerapkan pasal penodaan agama. Penting dicatat, hukum penodaan agama Pakistan adalah warisan kolonial Inggris, yang memberlakukan empat pasal penodaan agama saat berkuasa di British India. Tiga di antaranya (yaitu pasal 295, 296, dan 298) ditetapkan pada tahun 1860, dan yang keempat, yaitu pasal 295A pada tahun 1927. Tiga pasal pertama itu mengatur larangan merusak tempat ibadah, larangan mengganggu kegiatan keagamaan yang diselenggarakan secara sah, dan larangan ucapan yang sengaja melukai perasaan keagamaan.

Sedangkan pasal keempat, dilatari peristiwa tahun 1927, ketika Mahashay Rajpal menerbitkan sebuah buku berjudul Rangila Rasul, yang membahas tentang pernikahan dan kehidupan seks Nabi Muhammad. Tak ayal, buku ini menimbulkan kemarahan umat Muslim. Rajpal langsung ditangkap aparat, tetapi karena tidak ada pasal yang bisa menjeratnya, maka dibebaskan lagi. Warga Muslim semakin marah, sehingga pemerintah Inggris pada tahun yang sama menerbitkan pasal 295A, yang mengatur larangan penghinaan terhadap agama dan kepercayaan warga mana pun. Pada tahun 1929, seorang Muslim bernama Ilm-ud-Din, dengan dalih mencintai Nabi, membunuh Rajpal. Ilm-ud-Din kemudian dijatuhi hukuman mati, kemudian di Pakistan dipuja dengan gelar Ghazi Shaheed, karena mengorbankan nyawanya demi kehormatan Nabi Muhammad. Sedangkan Mahashay Rajpal dikagumi di India sebagai Shaheed Rajpal yang berjuang untuk kebebasan berekspresi.

Zia-ul-Haq (Foto: The Star)

Zia-ul-Haq (Foto: The Star)

Pada tahun 1947, Pakistan merdeka, terpisah dari India atas dasar agama. Pada mulanya, bapak pendiri Pakistan, Muhammad Ali Jinnah, menetapkan bahwa Pakistan bukan negara agama. Tetapi sepeninggal Jinnah, pada tahun 1973, Pakistan menjadi Republik Islam pertama di dunia. Berikutnya,  Jenderal Zia-ul-Haq, yang berkuasa pada 1977 melalui kudeta militer, berniat untuk semakin mengislamkan Pakistan demi melanggengkan kekuasaannya sendiri. Pasal penodaan agama, yang semula tidak membedakan agama apa pun, diislamkan pada zaman Zia, dengan tambahan:

Pasal 295B: Merusak, mengotori, atau menodai buku atau kutipan Al Quran, bisa dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.

Pasal 295C: Ucapan atau tulisan, langsung atau tidak langsung, yang menghina Nabi Muhammad, bisa dijatuhi hukuman mati.

Selain itu, Pasal 298A yang melarang penghinaan terhadap istri-istri Nabi, keluarga Nabi, empat khalifah pertama, dan para sahabat Nabi; serta Pasal 298B dan 298C yang melarang penganut Ahmadiyah mengaku sebagai Muslim, menyebarkan kepercayaan mereka, dan menggunakan sebutan tokoh-tokoh suci Islam tidak pada tempatnya.

Selama hampir dua abad masa kuasa Inggris, hingga tahun 1947, hanya sepuluh kasus penodaan agama yang disidangkan. Tetapi sejak era Zia di Pakistan hingga hari ini, telah lebih dari 4.000 kasus dilaporkan. Banyak orang tidak bersalah yang telah menjadi “korban” penodaan agama.

Pada tahun 2011, seorang siswi Kristen kelas 8 bernama Faryal Bhatti di desa Havelian, Abbottabad, salah tulis satu kata dalam ujian bahasa Urdu. Pertanyaannya adalah sebutan untuk puisi yang memuji Nabi Muhammad S.A.W. Jawabannya seharusnya adalah naat نعت, tetapi dia salah tulis hanya satu titik, sehingga menjadi laanat لعنت (laknat). Kesalahan mikroskopis itu fatal. Ketika ulama mendengar kasus itu, mereka menggerakkan massa melalui khotbah Jumat untuk berdemonstrasi menghujat Bhatti, keluarganya, dan agama Kristen. Kesalahan ini dianggap sudah masuk “penodaan terhadap Nabi”, dan merupakan “konspirasi melawan Islam”. Sekolah akhirnya mengeluarkan Bhatti, sedangkan ibunya dipecat dari pekerjaannya.

Pada tahun 2010, di kota Hyderabad, seorang dokter bernama Naushad Walyani, didatangi seorang penjual obat bernama Muhammad Faizan. Dokter itu, setelah menerima kartu nama penjual obat itu, langsung membuangnya di tempat sampah. Faizan kemudian menyeret dokter itu ke pengadilan, karena “menghina nama suci Nabi Muhammad” yang tertulis di atas kartu itu. Dokter itu dipenjara.

Demikianlah seterusnya, siapa pun di jalan bisa dihukum kapan pun, di mana pun, karena kesalahan apa pun, dengan dalih “penistaan”. Menurut koran Dawn, setidaknya 1.274 orang telah didakwa dengan pasal-pasal penodaan agama, antara tahun 1986—ketika Zia-ul-Haq memperkenalkannya—sampai 2010.

170517-pk-penodaan-agama-3

Anak-anak Asia Bibi dengan foto ibunya yang dijatuhi hukuman mati karena pasal penodaan agama (Foto: Al Jazeera)

Satu kasus yang paling menyedot perhatian adalah Asia Bibi, seorang perempuan Katolik dari Sheikhupura. Pada Juni 2009, Asia memanen buah arbei bersama para buruh tani perempuan lainnya. Mereka menyuruh Asia pergi mengambil air dari sumur. Asia pergi, sekalian meminum air menggunakan gelas besi karatan yang ada di pinggir sumur. Para buruh perempuan yang Muslim langsung memarahinya, mengatakan bahwa orang Kristen tidak boleh minum dari gelas yang dipakai orang Muslim, karena orang Kristen najis. Asia Bibi mengaku para perempuan itu terus-terusan menghina agama yang dianutnya, sehingga kemudian dia tidak tahan lagi, dan berkata, “Aku percaya dalam agamaku dan dalam Yesus Kristus, yang mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Apa yang Nabi Muhammad kalian lakukan untuk menyelamatkan manusia?”

Para buruh itu segera melaporkan Asia Bibi kepada ulama bahwa dia telah menistakan Nabi Muhammad S.A.W. Massa langsung menyerbu ke rumah Asia, memukuli Asia dan keluarganya, sampai polisi datang menyelamatkannya. Dia kemudian dipenjara. Pada November 2010, hakim Sheikhupura menjatuhi Asia hukuman mati berdasar Pasal 295C.

Tidak lama setelah itu, Gubernur Punjab, Salman Taseer, datang menjenguk Asia Bibi di penjara, untuk menunjukkan simpati. Kepada media, Taseer mengatakan bahwa Asia akan dibebaskan segera dan Presiden Pakistan akan membatalkan hukuman matinya. Gubernur Taseer bahkan menyebut pasal penodaan agama sebagai “Hukum Hitam”. Ucapannya membangkitkan kemarahan massa di Pakistan, banyak imam yang menyebut Gubernur Taseer juga telah menodai Nabi Muhammad, sehingga harus dihukum mati. Pada 4 Januari 2011, Taseer dibunuh oleh pengawalnya sendiri, dengan 27 tembakan, di tengah pasar di Islamabad. Sedangkan Menteri urusan Minoritas Pakistan, Shahbaz Bhatti, yang juga bersuara tentang pasal penodaan agama terkait kasus Asia Bibi, kemudian juga dibunuh oleh Taliban.

Bahkan mendebat pasal penodaan agama pun sudah dianggap sebuah penodaan agama!

Itu karena banyak orang Pakistan yang mengira, pasal-pasal penodaan agama yang dibuat oleh rezim militeristis Zia-ul-Haq itu, berasal langsung dari kitab suci Al Quran—dan itu bagi mereka adalah titah Tuhan. Sejumlah besar publik Pakistan justru mengelu-elukan si pengawal pembunuh Taseer, yang kemudian dieksekusi mati oleh pemerintah Pakistan, sebagai seorang pahlawan seperti martir Ilm-ud-Din yang membunuh Rajpal tahun 1927.

Saat perhatian publik Indonesia tertuju pada persidangan kasus penodaan agama oleh Ahok, publik Pakistan juga disibukkan kasus menggemparkan lainnya terkait penodaan agama. Pada 13 April 2017, seorang mahasiswa jurusan jurnalistik Universitas Abdul Wali Khan di kota Mardan, seorang Muslim bernama Mashal Khan, dibunuh karena dituduh telah melakukan penodaan agama.

Mashal Khan (foto: The Express Tribune)

Mashal Khan (foto: The Express Tribune)

Di laman Facebook-nya, Mashal menggambarkan dirinya sendiri sebagai humanis, banyak memperjuangkan hak perempuan dan minoritas tertindas seperti Ahmadiyah, serta menentang rasisme. Dia juga sangat vokal mengkritik praktik-praktik kotor di universitasnya. Tidak jelas juga sebenarnya bagaimana Mashal dituduh menista agama. Sehari sebelum kejadian, Mashal terlibat diskusi agama sengit dengan mahasiswa lain. Para mahasiswa beserta sejumlah pengajar di universitas itu kemudian menyeretnya, menelanjanginya di halaman kampus, memukuli dan menendangnya, bahkan terus menendangi walau Mashal sudah tewas. Dalam video rekaman telepon genggam yang viral di internet, para pelaku juga tidak henti meneriakkan nama Tuhan Yang Maha Besar sepanjang aksi mereka, juga tampak bergembira merayakan pembunuhan brutal itu. Ada pula orang yang berusaha membakar jasad Mashal, tetapi polisi berhasil menyelamatkan jasadnya. Masjid terus-menerus mengumumkan lewat corong pengeras suara bahwa Mashal adalah penista agama, sehingga tidak satu pun imam yang bersedia memimpin salat untuk jenazahnya. Seorang teknisi yang kebetulan lewat bersedia membantu, justru diserang oleh warga sekitar.

Perdana Menteri Pakistan pada Maret 2017 menyebut bahwa penistaan agama adalah “dosa tak terampuni”. Tetapi apakah memang benar demikian teladan yang diberikan Nabi Muhammad?

Dalam sejarah Islam terdapat kisah tentang Suhail bin Amr, seorang pujangga hebat di kalangan kaum Quraisy yang sering menjelekkan Nabi. Suhail kemudian menjadi tawanan kaum Muslimin dalam Perang Badar. Ketika kaum Muslimin hendak menyakiti Suhail, Nabi justru meminta mereka untuk menunjukkan kemurahan hati pada Suhail. Nabi membalas penghinaan dan makian dengan cinta kasih, dan akhirnya Suhail pun masuk Islam, bahkan menjadi salah satu pahlawan kaum Muslimin.

Penodaan agama menjadi hukum yang mengerikan itu sebenarnya awalnya merajalela di Eropa pada Abad Pertengahan, atau “abad kegelapan”, di kalangan orang Kristen. Dengan dalih penodaan agama, Gereja dan penguasa menjadi tirani yang bertindak semena-mena atas dasar agama. Salah satu contohnya adalah pada tahun 1553, ketika Ratu Elizabeth dari Inggris membakar beberapa orang hidup-hidup karena mereka percaya bahwa Yesus Kristus bukan Tuhan, dan bahwa anak kecil tidak perlu dibaptis.

Htin Lin Oo (Foto: The Irrawady)

Htin Lin Oo (Foto: The Irrawady)

Agama Buddha mengajarkan cinta kasih terhadap semua makhluk, dan supaya umat menjauhi segala bentuk amarah dan kebencian; tetapi pengunaan pasal penodaan agama juga bisa menjadikan agama Buddha sebagai alat tirani. Myanmar adalah satu-satunya negara Buddhis yang menerapkan pasal penodaan agama, sebagai warisan hukum kolonial Inggris (Myanmar dulu juga bagian British India). Dengan Pasal 295A, Myanmar menjatuhkan hukuman dua tahun penjara kepada seorang penulis Buddhis, Htin Lin Oo, yang mempertanyakan: apakah orang-orang Buddhis yang menggunakan ajaran Buddhisme untuk menyebarkan kekerasan (kepada Muslim Rohingya) masih bisa disebut Buddhis? Saat persidangan, para biksu dan anggota gerakan ultranasionalis Ma Ba Tha yang bertujuan “mengontrol penyebaran Islam” di Myanmar, melakukan demonstrasi di luar pengadilan, untuk mengintimidasi hakim supaya menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada Htin.

Kalau kita melihat pola-polanya, kebanyakan kasus penodaan agama didasarkan pada kegaduhan massa, yang kegaduhannya juga diorganisir oleh pihak-pihak pelapor sendiri. Yang didakwa kebanyakan adalah penganut agama atau sekte minoritas, atau umat seagama yang dianggap berbeda atau berlawanan. Sangat jarang, dan hampir tidak ada, kasus penodaan agama menghukum penganut agama mayoritas atas dakwaan dari penganut agama minoritas. Bahkan tanpa dibawanya kasus penodaan agama ke pengadilan pun, ide penodaan agama sudah bisa menimbulkan kekerasan sektarian, yang kemudian menjadi alasan diterapkannya pasal penodaan secara lebih keras dan mencengkeram.

Pada saat saya berada di Pakistan, di tahun 2006, di kota Gilgit di Pakistan Utara baru saja terjadi konflik berdarah antara Muslim Sunni dan Syiah. Seorang ulama Syiah dibunuh oleh pengawalnya sendiri, yang ternyata adalah anggota laskar Sunni garis keras yang menyamar. Umat Syiah marah, merusuh, membakari banyak bangunan pemerintah dan pribadi. Kerusuhan mengakibatkan puluhan orang tewas. Pasca kerusuhan, curfew diterapkan selama sebulan penuh di Gilgit. Artinya, orang Gilgit tidak boleh keluar rumah dan turun ke jalan sama sekali, selama 24 jam sehari, selama sebulan penuh!

Kerusuhan Sunni—Syiah sudah berlangsung puluhan tahun di Pakistan itu masih berkutat soal “Kontroversi Buku Pelajaran”. Kurikulum pendidikan sekolah yang diterbitkan Islamabad dipandang oleh para pemimpin Syiah hanya mempromosikan kepercayaan Sunni dan mendiskreditkan Syiah. Bukan cuma dalam pelajaran agama Islam, tetapi juga pelajaran bahasa Urdu, bahasa Inggris, sejarah, bahkan dalam buku pelajaran menggambar. Ulama Syiah yang dibunuh di Gilgit itu salah satu yang paling keras memprotes pemerintah soal kurikulum. Kerusuhan di Gilgit meletus pertama kali tahun 1988, di bulan suci Ramadhan, ketika umat Sunni yang masih berpuasa menyerang umat Syiah yang sudah merayakan Idul Fitri. Mereka membunuh dan menjarah seperti memiliki kekebalan hukum—dan massa melakukan semua kekejaman itu sambil percaya bahwa mereka melakukan untuk Tuhan!

Yunus (bukan nama sebenarnya), seorang pemilik hotel di Gilgit yang saya wawancarai, ingat pada saat itu ulama di masjidnya berkata, bahwa umat kelompok seberang itu halal darahnya; ulama itu mengimbau umatnya membunuh demi membela Tuhan dan agama. Yunus sendiri pernah ikut kerusuhan, membakar dan menjarah toko, tetapi sekarang dia mengaku sudah insaf.

170517-pk-penodaan-agama-1

Bagaimana pembelaan Tuhan bisa menjadi sebuah kekejaman massa?

Dari pengamatan saya pada amuk massa di Pakistan dan Afghanistan—tempat saya pernah bertugas sebagai jurnalis selama tiga tahun—saya menemukan bahwa ini adalah permainan psikologis umat beragama.

Akar mulanya adalah ketakutan universal manusia: kematian, sedangkan agama datang dengan menjanjikan hidup abadi sesudah mati, di Surga. Tetapi, ada syaratnya. Pertama, kau harus punya iman—kepercayaan mutlak tanpa mempertanyakan. Lalu, dia juga menuntut kepatuhan: pelanggaran akan diganjar hukuman dan siksa Neraka. Ketika kepatuhan umat hanya didasarkan pada ketakutan, maka akan sangat mudah bagi pemimpin agama atau penguasa untuk memanipulasinya. Mereka bisa menggunakan nama Tuhan demi kepentingan sendiri, atau untuk menyerang orang-orang yang tidak mereka sukai. Mereka bisa menceramahi umat bahwa perintah mereka harus dipenuhi, karena ini asalnya dari Tuhan, kalau tidak, Tuhan akan marah dan menghukum mereka semua. Para umat hanya melihat ini sebagai masalah iman, sebuah iman pada Tuhan yang tak bisa didebat, dan mereka bersedia melakukan apa pun untuk itu.

Demikianlah nama Tuhan dipakai untuk memanipulasi kemarahan umat. Kemarahan, begitu dibubuhkan label “demi Tuhan” (atau agama, atau Kitab Suci, Nabi, …) seolah-olah mendapat izin untuk dibiarkan berkobar tanpa batas. Esensi agama tentang cinta kasih sudah tidak penting lagi. Logika dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal juga sudah tidak penting lagi. Semua telah menjadi tentang “aku” dan “milikku”: Tuhanku, Nabiku, kitabku, kepercayaanku, agamaku, dogmaku, filosofiku, imanku, kebenaranku, kebanggaanku, identitasku, tradisiku, kunci surgaku, …. Penistaan terhadap Tuhan telah menjadi penistaan terhadap aku. Ketika amarah terhadap penistaan “aku” ini telah memuncak, hal-hal yang sebenarnya dilarang agama, seperti menyebar fitnah dan ketakutan, mengobarkan kebencian, atau melakukan tindak kekerasan, juga bisa dilakukan dalam nama Tuhan, sementara para pelakunya tetap percaya bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah demi membela Tuhan.

“Sebenarnya mereka tidak peduli dengan Islam,” kata Yunus pada saya, “Kalau orang-orang ini terus-terusan membawa nama Islam, tapi tidak bertindak dalam cara Islam, ini akan mendatangkan nama buruk pada agama kita.”

“Mengapa semakin religius negeri ini, semakin marah orang-orangnya?” saya bertanya tentang ironi Pakistan.

“Orang-orang ini bukan kehilangan agama,” kata Yunus, “Mereka sangat beragama, malah kelewat beragama, sampai mereka kehilangan Tuhan!”

About Agustinus Wibowo

Agustinus is an Indonesian travel writer and travel photographer. Agustinus started a “Grand Overland Journey” in 2005 from Beijing and dreamed to reach South Africa totally by land with an optimistic budget of US$2000. His journey has taken him across Himalaya, South Asia, Afghanistan, Iran, and ex-Soviet Central Asian republics. He was stranded and stayed three years in Afghanistan until 2009. He is now a full-time writer and based in Jakarta, Indonesia. agustinus@agustinuswibowo.com Contact: Website | More Posts

51 Comments on Penodaan Agama: Menista Agama atau Menista Ego?

  1. Penistaan agama juga sudah terlacak sejak jaman helenisme Yunani. dimana salah satu filsuf Socrates, dihukum minum racun karena telah mempengaruhi pemuda-pemuda saat itu untuk berpikir rasional.

    Penguasa n ulama Yunani pada waktu itu khawatir pemikiran Socrates akan membuat murtad masyarakatnya. Murtad dalam artian menggugat eksistensi dewa2 dan penyangkalan kpd mitos.

    *KarenArmstrong (berperang demi tuhan)

  2. Untuk kalangan Atheist, Komunis, dan ideologi sejenisnya Agama mungkin bukanlah masalah yang penting karna perspektif mereka berbeda.
    Menista agama bukan menista Ego. Dan perlu ditekankan, Iman (keyakinan) berbeda dengan Ego.

    Berikut beberapa contoh-contoh penistaan agama di Luar Negeri yg dijatuhi hukuman pidana :

    1.) Ditangkap karena menghina Jesus :
    http://www.express.co.uk/news/weird/702003/jesus-walking-cross

    2.) Seorang atheist dipenjara karena menghina Jesus dan Islam
    http://www.telegraph.co.uk/news/religion/7624578/Atheist-given-Asbo-for-leaflets-mocking-Jesus.html

    3.) Lelaki Rusia dihukum karena bermain Pokemon Go di dalam Gereja.
    http://mobile.abc.net.au/news/2017-05-12/pokemon-go-user-convicted-for-playing-game-in-russian-church/8519382

    4.) Blogger Rusia diganjar 3.5 tahun penjara
    https://bbs.dailystormer.com/t/russian-blogger-sentenced-to-3-5-years-for-denouncing-the-existence-of-god-and-mocking-jesus-christ/105810

    5.) Dipenjara 3 bulan karena merendahkan agama saat berdebat di cafe
    http://m.thenational.ae/uae/courts/man-who-disrespected-religion-during-argument-in-dubai-jailed-for-three-months

    6.) Blogger remaja dipenjara di Singapore karena menghina Islam dan Kristen di videonya.
    http://www.independent.co.uk/news/world/asia/amos-yee-singapore-jails-teenager-youtube-blogger-insulting-christians-muslims-videos-quran-bible-a7345856.html

    7.) Lelaki berkebangsaan Belanda dipenjara di Myanmar krn mencabut speaker yg biasa digunakan Biksu myanmar.
    https://coconuts.co/yangon/news/another-foreigner-has-been-arrested-insulting-religion-buddhist-myanmar/

    8.) 2 Guru Hindu di Bangladesh dipenjara karena menghina Islam
    https://www.dawn.com/news/1254740

    9.) Rapper Malaysia dipenjara karena filming music video nya di dalam masjid
    https://www.theguardian.com/world/2016/aug/22/malaysian-rapper-namewee-arrested-video-disrespectul-to-islam

    10.) Blogger Bahrain dipenjara karena menghina sekte dan agama lain di Twitter
    http://jimmywalesfoundation.org/bahraini-blogger-sentenced-to-jail-over-insulting-religion-on-twitter/

    11.) Blogger Saudi dipenjara 10 tahun karena menghina Islam
    http://www.patheos.com/blogs/friendlyatheist/2014/05/08/saudi-blogger-punished-for-insulting-islam-is-sentenced-to-10-years-in-jail-and-1000-lashes/

    12.) Profesor di University of Mysore dipenjara karena menghina Lord Rama (dewa Rama)
    http://m.deccanherald.com/articles.php?name=http%3A%2F%2Fwww.deccanherald.com%2Fcontent%2F553876%2Fuom-prof-jailed-insulting-lord.html

    13.) Lelaki New Zealand dipenjara 2.5 tahun karena membuat iklan dgn menampilkan Budha memakai headphone DJ
    http://m.nzherald.co.nz/nz/news/article.cfm?c_id=1&objectid=11418740

    Dan masih banyak contoh-contoh lainnya.

    Kayaknya mas Agustinus perlu jalan lebih jauh lagi biar pikirannya terbuka, karna selama yang saya baca post-post anda sejak awal “Framing”nya selalu berbau Islam. Seolah Islam itu identik dengan ini itu. Biar ideologi mas lebih netral kepada kepercayaan manapun.

    • Pernah baca buku mas Agustinus ini? Dan seberapa jauh kakinya melangkah? Anda sudah jalan sejauh apa? Atau hanya sebatas ketukan jari pada Google? Cobalah kenal mas agustinus wibowo ini lebih jauh dari karya2nya maka anda akan tahu bahwa apa yang anda tuduhkan itu tdk benar

    • Saya pengkoleksi buku Agustinus, seberapa jauh melangkah? Saya pernah ke Afghanistan, Dubai, Singapore, Malaysia, sekarang saya di Arab Saudi, setelah ini saya rencana mau ke Palestine, Turkey dan India.

    • Walahhhh…. Pamer jauh2an . paling jauh tuh neil amstrong. Ampe ke bulan. Jauh2an melangkah gak mesti juga bijak dalam menyikapi segala sesuatu. Buktinya banyak tokoh2 yg dipenjara tetapi mampu mengeluarkan buku yg bermanfaat. Btw, mas agus ijin copas komennya ttg bukti2 penodaan agama itu ya mas. Mantab juga ampek dikumpulin beritanya. Mau saya pake buat mencounter barisan yg mau menghapus blasphemy law. Tengkiyu sebelumnya.

    • Sama-sama mbak. Silakan saja copas 🙂

    • Mas Agus Prattama, tidak dipungkiri kasus penodaan agama bisa terjadi di agama apa aja, Islam, Kristen, Hindu dll….yg dikritik mas Agustinus dalam tulisan diatas adalah betapa massa bgt mudah diprovokasi dg alasan agama, kitab suci dan Nabi.

    • Anda tidak perlu menyebutkan berderer-deret contoh kasus penistaan agama lainnya. Jika Anda membaca dengan cermat dan lengkap tulisan mas Agustinus di atas, maka Anda dapat membaca bahwa beliau mencantumkan pula contoh kasus penistaan agama terhadap agama Kristen dan Buddha. Inti tulisan mas Agustinus bukan untuk menyerang agama tertentu, tetapi mengkritik massa pemeluk agama (apapun agamanya) terutama sebagai mayoritas, yang mudah diprovokasi atas nama agama.

    • Izin copas mas Agus Prattama🙂

  3. Otak dengkul….ada hal” dlm Agama Islam yg tdk kau ketahui dan yakini… Selama ini kau menulis dr sudut pandang pikiran mu…. Kau tdk pernah melihat dari sudut pandang penganut nya… Menurut mu mungkin biasa saja, tp untuk penganutnya ini tdk biasa

    • Kenapa kalau mengemukakan pendapat harus memaki? Bukankah Nabi mengajarkan kita untuk berkata baik? Kalau kamu tau tentang Islam seharusnya kamu tau teladan yang diajarkan Nabi

    • Berlian Cahyadi // May 21, 2017 at 4:39 pm // Reply

      Berarti Agustinus Wibowo harus menjajal menjadi seekor binatang buas untuk bisa memahami seperti apa kebuasan yang dirasakan oleh binatang tersebut.

  4. “Mengapa semakin religius negeri ini, semakin marah orang-orangnya?” Pertanyaan ini juga ada di kepala kita tahun-tahun terakhir ini. Dan saya bisa melihat jawaban yang Anda siratkan: ketakutan pada kematian. Atau mungkin kegagalan memaknai secara positif kematian?

    • Semua berawal dari Ahok… Dia yg memulai mengusik macan yg sdg tidur… Berani bermain api…. Sblum Ahok bernista kerukunan aman” saja tuh

      • Jauh sebelum ahok…puluhan Gereja2x dibom dan dibakar serta beberapa vihara dan klenteng jg diBom dan dibakar di Indonesia

    • Hahaha..kok Ahok lagi sih? Sebelumnya juga udah ada bbrp kasus yg masuk pengadilan…cuma gak seheboh Ahok…krn tdk berkaitan dg pilkada dki, walau kehebohan pilkada dki ini jg banyak yg bilang hanya sbg sasaran antara aja. Jd intinya bukan berawal dari Ahok.

      • Soal ahok bukan masalah pilkada DKI tapi masalah keadilan, saya bkn warga DKI dan bukan pula anggota FPI. Saya marah karena hukum tumpul kepada ahok, padahal selama ini hukum penistaan agama sudah berjalan sesuai koridor hukum yang ada baik pelakunya muslim maupun non muslim semua diberlakukan sama. Kami umat islam cuma minta keadilan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Seharusnya hukum tidak timpang dan tidak ada yang kebal hukum. Umat islam mengawal sidang agar hukum berlaku adil. Seandainya kami diam sudah pasti kasus ahok akan lenyap dan nantinya akan muncul ahok-ahok baru di indonesia, dan itulah sebenarnya orang-orang yg intoleran, dan itu justru akan memicu perpecahan bangsa ini.

        • Nah, sekarang Ahok sudah tidak naik banding. Apakah Bapak juga akan berlaku adil dengan membiarkan Rizieq menjalani prosesnya?

        • Ezra Reihardian // September 16, 2018 at 12:02 am // Reply

          Bullshit tidak ada istilah mengawal disitu, hanya ada keinginan balas dendam untuk memuaskan hasrat dan ego. Hakim belum memutuskan apapun sudah suudzon dengan memandang hukum itu tumpul. Anda pernah berpikir bagaimana efek nya nanti bagi hukum di negara ini? dimana keadilan bisa dipengaruhi oleh massa? saya berani jamin jika rizieq terkena kasus hukum massa akan datang lgi dengan dalih mengawal

    • Kenapa gk seheboh ahok, karna kasus yg dulu2 tidak seperti kasus ahok, yg dulu menista langsung di ganjar 5taon tanpa berbelit2, jika ahok anda tau sendiri…

    • Saya jadi bertanya2..jika Nabi kita masih hidup sampai saat ini, apakah yg di lakukan beliau ke Ahok sm seperti yg dilakukan saudara2 kita yg turun ke jalan?
      atau dengan bijak dan penuh kasih Nabi kita memaafkan dan malah mungkin mendoakan agar diberikan hidayah..
      Apakah cara2 yg dilakukan sudah seperti yg Nabi kita ajarkan?atau memang hanya pelampiasan ego dengan mengatasnamakan Tuhan?

  5. Beragama tanpa nurani dan akal sehat, begitulah jadinya,

  6. Ijin share ya mas Agustinus Wibowo

  7. Belajarlah Islam dari sumber yang betul. Ini hanya pandangan dari luarnya saja. Jika ingin tau Islam maka belajarlah dari kitabny jangan lihat dari perilaku umatnya..
    Mas Agus tulisannya bagus mengungkap realita yg memang terjadi, tpi ajaran Islam yg saya pahami tidak seburuk itu.
    Kl d ulik Islam bahkan d lecehkan semenjak Rasulullah SAW Masi ada, kurang apa nabi d hina. Masalahnya ummatny yg sekarang yg hidup sudah jauh dari masa beliau pun jauh bergeser nilai yg d pegangnya banyak yg sudah tidak berpegang pada ajaran yg beliau contohkan.
    Seburuk apapun perilaku ummatnya, saya rasa Islam tetap mulia tidak perlu pujianpun ya Islam ttp mulia d hinapun d mata manusia, d mulut ataupun tulisan Islam ttp mulia. 😊
    Saya rasa fitnah yg sekarang terjadi justru menguji keimanan ummat Islam yg masih hidup sesuai tuntunan Rasulullah SAW untuk ttp bersabar dan istiqomah..
    Saya berdoa semoga mas Agus d beri hidayah untuk memahami Islam Dr sudut yg betul.

  8. Sbg visualisasi keimanan kita beragama, memang ada hal” tertentu yg wajib kita bela…
    Tp kita jg harus memandang dgn jernih setiap kasus. Sehingga tdk terjebak pd akar permasalahan kasus itu sendiri..

  9. Belajarlah agama pada bangsa yang sejak turunnya agama di bangsa itu mereka terbukti prilakunya jadi benar dan tanah kehidupan mereka menjadi contohnya surga di atas bumi.

    Buat produk aja kita baru yakin kalo yang bikin juga pake dan kelihatannya khasiatnya kan? Apalagi agama. Untuk Allah kok coba coba. Pilih yang pasti mampu menciptakan kedamaian dan kebahagiaan bagi semua makhluk.

  10. Most people do not listen with the intent to understand; they listen with the intent to reply. Silence is the best answer to the stupid. The fool has his answer on the tip of his tongue.
    لا حول ولا قوة إلا بالله

  11. Lebih baik mabuk tuak dari pada mabuk agama

  12. Gimana ya tentang Galileo Galilei?

  13. beragama itu untuk baik, kalo tidak/belum baik? ya belum beragama.

  14. sisi tulisan abang selalu menarik, bila nanti suatu hari abang ke Aceh lagi.. kita ngopi lagi ya bang. 🙂

  15. Mantap. Ijin dibagi ya.

  16. selalu kagum! Tulisannya selalu bagus Pak

  17. Leila Juari // May 18, 2017 at 5:43 pm // Reply

    Menarik membaca tulisan bung agustinus ini, memberi realitas ttg bagaimana perilaku kekerasan yg berkembang dengan mengatasnamakan agama, pdhl dlm setiap agama diajarkan untuk selalu rendah hati dan berbudi pekerti luhur dlm menyelesaikan persoalan2 manusia di dunia ini.

  18. Tidak berarti semua penganut nya seperti itu, saya percaya ajaran Agama yg saya anut tidak ada celah kesalahan 😇

  19. Elka Winarno // May 19, 2017 at 4:30 pm // Reply

    Pada dasarnya semua agama mengajarkan hal yang sama : kebaikan, kemanusiaan, kemuliaan, khidupan, kematian dan balasan atas perbuatan yang kita lakukan. Bukankah semua agama juga mengajarkan bahwa Tuhan tidak pernah tidur? Bukankah Dia selalu mengawasi kita? Lantas mengapa kita meributkan penistaan agama sementara kita tahu tuhan tidak tidur. Apa yang sebenarnya alasan kita menghukum penista agama. Apakah karena rasa superioritas kita? Atau karena kita gagal paham pada agama yang kita anut, melupakan Tuhan yang selalu mengawasi seluruh makhluk-Nya, melupakan Tuhan yang akan memberikan ganjaran yang setimpal. Apa yang sedang kita lakukan ketika menghukum manusia lain atas dasar agama? Apakah kita sedang berusaha menjadi Tuhan di dunia ini?

  20. Berlian Cahyadi // May 21, 2017 at 4:33 pm // Reply

    Beragama dengan logika dan nurani, hasilnya akan menjadi manusia bermoral. Beragama dengan iman buta dan masih emosi, maka kau akan menjadi robot barbar.

    Suruh maju mau, hadap kiri oke, mundur ayok, self destroy pun siap.

  21. Tulisan yang sangat menarik..
    Ibarat orang merokok,, yang suka ribut & ramai adalah orang yang tidak merokok..
    Sesama perokok walaupun beda merk akan tetap akur..
    Salam Damai.

  22. Thanks for your writing. 👍

  23. sangat menarik , keren mas

  24. Pembahasan yang rasional mas, jika kita lihat dari sudut pandang yang lain, saya malah berpikiran memang sifat alami manusia itu untuk melindungi egonya masing2 (CMIIW), bahkan paham apapun yang mereka gunakan bisa di jadikan alasan untuk membenarkan tindakan salah mereka…

    Saya sering menonton ceramah ustad Nouman Ali Khan di Youtube, dia sering mengkritisi para penggerak islam radikal yang memang sudah melenceng dari inti ajaran Islam sendiri, tapi bisa di tebak dia malah diserang hahah, yah memang patut di pertanyakan lagi yang mereka bela itu paham mereka atau ego mereka?…

  25. Artikel yang baik dan membuka wawasan kita mas, terkadang orang menjadi lupa menTuhankan agama dan lupa akan hakekatnya, bahwasanya manusia di dunia hidup untuk saling mengasihi bukan untuk menghakimi…

  26. “Mereka sangat beragama, malah kelewat beragama, sampai mereka kehilangan Tuhan!”

    #Jleeb

  27. Rahmat hidayah // June 1, 2017 at 7:03 am // Reply

    Mas Agustinus Wibowo tulisannya menarik, cuma saya bingung yang dimaksud prinsip kemanusiaan universal itu memang ada?? Batasannya apa? Kayak bagaimana? Karena selama ini yang saya pahami prinsip kemanusiaan itu disandari pada ideologi dan Agama.. Saya orang islam dan saya belajar tentang moral dan brtingkah laku dari Islam.. Prinsip benar salah saya dari Islam bukan dari “kemanusian universal” itu
    Terus yang dimaksud Mas Agustinus itu adalah Teokrasi dimana menjadikan kemutlakan Tuhan untuk melegitimasi seorang pemimpin untuk melakukan apapun.. Tapi dalam Ideologi Islam sangat beda dengan Teokrasi, dalam Islam memang ada sistem pemerintahan Islam tetapi pemimpinnya (khalifah, Amir) tidak boleh bertindak semaunya atas nama Islam.. Ada batasannya yang disebut Syariat Islam.. Pemimpin harus menjalankan Syariat Islam.. Tidak boleh semaunya…

1 2

Leave a comment

Your email address will not be published.


*