Recommended

Garis Batas 75: Bahasa Uzbek

Bahasa Uzbek, huruf Rusia masih terlihat di mana-mana (AGUSTINUS WIBOWO)

Bahasa Uzbek, huruf Rusia masih terlihat di mana-mana (AGUSTINUS WIBOWO)

Konon Lembah Ferghana adalah pusat peradaban bangsa Uzbek. Orang-orangnya bicara bahasa Uzbek yang paling murni dan halus. Saya merasakan kesopanan yang luar biasa, karena orang tua di Lembah Ferghana bahkan menyapa anak-anaknya dengan siz – Anda, dan bukannya san – kamu – seperti orang-orang Uzbek di tempat lain. 

Bagaimanakah asal-muasal Bahasa Uzbek? Ratusan tahun lalu, bahasa ini masih belum lahir. Yang ada adalah bahasa Turki Chaghatai, dari rumpun bahasa Altai. Sama seperti ketika itu nama Bahasa Indonesia belum ada, karena orang hanya kenal bahasa Melayu. Bahasa Uzbek menjadi penting, ketika tahun 1920’an, etnis-etnis Asia Tengah ‘ditemukan’, dan masing-masing bangsa harus punya bahasanya sendiri. 

Pertanyaannya, bahasa yang mana yang layak menjadi Bahasa Uzbek? Sebelum tahun 1921, yang disebut ‘Bahasa Uzbek’ adalah bahasa Kipchak, yang dipakai di sekitar Bukhara dan Samarkand. Bahasa ini sangat rumit, karena seperti halnya bahasa Kirghiz, juga punya banyak aturan keharmonisan vokal. Pada saat itu, bahasa Qarluq yang dipakai di Ferghana dan Kashka-Darya dikenal sebagai Bahasa Sart. Tata bahasanya lebih mudah, karena tidak memakai harmonisasi vokal. Bahasa Sart, dipakai oleh umat Muslim yang sudah tidak nomaden, kaya akan kosa kata dari Bahasa Arab dan Persia. Selain itu, di ujung barat Uzbekistan, di daerah Khiva dan Khorezm, bahasa yang dipakai adalah dialek Oghuz, yang sangat mirip dengan bahasa Turkmen di Turkmenistan.

Sejak tahun 1921, menurut para ahli bahasa Soviet, Bahasa Uzbek adalah percampuran dari tiga dialek – Kipchak, Qarluq, dan Oghuz. Tetapi para ahli bahasa Uzbek punya versinya sendiri tentang bahasanya. Menurut Khusniddin, seorang mahasiswa sejarah timur di Tashkent, bahasa Uzbek sudah menjadi bahasa penting di Asia Tengah pada abad ke-11 dan sudah mempengaruhi bahasa-bahasa rumpun Turki lainnya di wilayah itu.

Yang disebut sebagai Bapak Bahasa Uzbek adalah Alisher Navoy, atau Nizamuddin Ali Shir Herawi, bahkan bukan lahir di wilayah Uzbekistan, melainkan di Herat (sekarang wilayah Afghanistan) pada abad ke-15. Kota-kota di Uzbekistan hampir pasti punya Jalan Alisher Navoy, dan patungnya bertebaran di mana-mana.

Beralih ke zaman modern, Bahasa Uzbek yang dipakai di Uzbekistan sekarang distandarkan pada dialek Tashkent dan Ferghana. Tata bahasanya juga ikut Ferghana, yang simpel karena tidak pakai harmonisasi vokal. Karena simpelnya tata bahasa, Bahasa Uzbek boleh jadi bahasa Turki di Asia Tengah yang paling mudah dipelajari.

Tidak percaya? Bahasa Uzbek punya hanya satu akhiran untuk membentuk kata jamak, yakni hanya dengan menambahkan –lar. Bandingkan bahasa Kirghiz yang punya 12 akhiran (–lar, -ler, -lor, -lör, -dar, -der, -dor, -dör, -tar, -ter, -tor, -tör).

Kalau diperhatikan lagi lebih mendalam, ada dua kelompok besar Bahasa Uzbek. Yang pertama, yang paling umum, adalah kelompok O, dipakai di Tashkent dan Ferghana. Yang kedua adalah kelompok A, dipakai di bagian barat Uzbekistan. Kelompok O suka menggunakan ‘o’, sedangkan kelompok A suka menggunakan vokal ‘a’. Misalnya, berasal dari kisah Nabi Adam, kata ‘orang’ dalam bahasa Uzbek adalah ‘odam‘, sedangkan dalam dialek grup A yang dipakai oleh suku-suku di barat menjadi ‘adam‘. Dalam Bahasa Uzbek yang ikut aliran O, nama negara ini ditulis O’zbekiston, dan Kazakhstan ditulis Qozokiston. Perhatikan akhiran stan yang berubah menjadi ston.

Bahasa Uzbek juga sangat kental pengaruh Persianya. Ada sumber yang menyebutkan bahwa Bahasa Uzbek adalah Bahasa Turki dengan 60 persen kosa katanya berasal dari bahasa Persia. Kebetulan, saya sebelumnya sudah cukup fasih bicara bahasa Tajik, yang dekat dengan bahasa Persia, sehingga seringkali saya bisa menerka-nerka arti pembicaraan dalam Bahasa Uzbek. Kebalikannya, bahasa Tajik adalah bahasa Persia yang ter-Turkisasi.

Dengan masuknya Islam, kata-kata bahasa Arab pun memperkaya kosa kata bahasa Uzbek. Bahkan sampai orang Uzbek sendiri pun tak tahu. Pernah suatu hari saya menyapa orang di pasar, “Assalomualaikum!”. Si bapak tua berseru terkejut, “Wah! Hebat! Kamu bisa bahasa Uzbek!” Dikiranya Assalamualaikum adalah ‘halo’-nya bahasa Uzbek.

Kalau soal tulisan, dibanding bahasa-bahasa di keempat stan lainnya, bahasa Uzbek nampak paling ‘bersahabat’ buat mata kita, karena ditulis dengan huruf latin dan ejaan yang mirip dengan bahasa Indonesia. Ketika Uni Soviet bubar, para stan bersaudara (kecuali Tajikistan) ditambah Azerbaijan memutuskan untuk segera menghapus huruf-huruf Rusia dan mengganti dengan huruf Latin. Dalam semalam, papan-papan bertulis huruf Rusia di Turkmenistan dan Azerbaijan lenyap seketika. Sedangkan di Kazakhstan dan Kyrgyzstan, setelah 15 tahun berselang, huruf Rusia masih kukuh bertahan.

Uzbekistan berada di tengah kedua ekstrim itu. Slogan-slogan pemerintah bertaburan di sudut-sudut kota, ditulis dengan huruf Latin. Tetapi bahasa Uzbek yang ditulis dengan huruf Rusia juga masih terlihat di mana-mana. Bahkan uang Sum pun masih dicetak dengan huruf Rusia, dan hanya sejak beberapa tahun yang lalu perangko Uzbekistan mulai ditulis dengan huruf Latin. Pemerintah menetapkan tahun 2008 sebagai batas akhir penggantian aksara secara penuh dari huruf Rusia ke huruf latin.

Mengapa butuh waktu hampir 17 tahun untuk mengganti huruf saja? Uzbekistan, sebelum secara resmi mengganti hurufnya, mulai mengajari dulu anak-anak sekolah, mencetak buku-buku teks, dan pelan-pelan mensosialisasikan huruf Latin lewat berbagai media. Kebalikan dengan Turkmenistan, yang dalam sekejap malam menyulap hurufnya, dan pada esok harinya menjadikan semua penduduknya buta huruf karena tidak bisa membaca lagi pesan-pesan pemerintah. Bahkan presiden agung Turkmenistan, di balik gembar-gembornya ‘men-Turkmen-kan’ negara itu, masih asyik menulis dengan huruf-huruf Rusia.

Secara ideologis, penggantian huruf Rusia ke huruf Latin punya makna nasionalisme yang dalam. Negara-negara baru ini ingin melepaskan kungkungan masa lalu mereka bersama Rusia, ingin membangun jati diri negara muda Asia Tengah. Niatan membentuk nasionalisme dimulai dengan pembedaan identitas, membedakan diri dengan Moscow, membedakan diri dengan negara-negara tetangga.

Contohnya saja Uzbekistan dan Turkmenistan. Walaupun sama-sama berbahasa Turki dan berniat mengganti bahasanya ke huruf Latin, keduanya menciptakan abjad yang berbeda. Tidak seperti Tajikistan yang malah meng-Iran-kan dan mem-Persia-kan dirinya, negara-negara berbahasa Turk di Asia Tengah (Kyrgyzstan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan Turkmenistan) malah membuat jarak dengan ‘saudara tua’ di Istanbul sana. Masing-masing negara bikin abjad sendiri-sendiri. Bahasa Turkmen malah sempat pakai huruf-huruf ajaib, seperti ‘$’, ‘¥’, dan ‘£’, walaupun kemudian setelah lewat beberapa tahun diganti lagi dengan huruf lain yang lebih normal.

Bahasa adalah kebanggaan bangsa. Turkmenbashi, sang presiden Turkmenistan yang selalu diagungkan bak dewa, pernah mengatakan bahwa huruf Latin adalah peninggalan bangsa Turkmen yang diwariskan bagi kemajuan peradaban manusia. Anda tidak percaya? Saya pun tidak. Tetapi yang paling penting di sini adalah pembentukan identitas bangsa melalui bahasa, yang masih menjadi beban pikiran negara-negara Stan, bahkan setelah belasan tahun merdeka.

Ketika pemerintah sibuk-sibuknya dengan program-program bahasa nasional, minoritas Rusia yang tinggal di Turkmenistan dan Uzbekistan mengeluh keras-keras. Pekerjaan semakin susah bagi mereka yang tidak bisa bahasa nasional, dan mereka sudah terlalu tua untuk belajar bahasa baru lagi (dengan huruf yang baru pula).

Dalam pencarian identitasnya, negara-negara artifisial ini harus menghadapi segala macam rintangan.

 

(Bersambung)

Serial ini pernah diterbitkan sebagai “Berkelana ke Negeri-Negeri Stan” di Rubrik Petualang, Kompas.com pada tahun 2008, dan diterbitkan sebagai buku perjalanan berjudul “Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah” oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2011.

Dimuat di Kompas Cyber Media pada 18 Juni 2008

About Agustinus Wibowo

Agustinus is an Indonesian travel writer and travel photographer. Agustinus started a “Grand Overland Journey” in 2005 from Beijing and dreamed to reach South Africa totally by land with an optimistic budget of US$2000. His journey has taken him across Himalaya, South Asia, Afghanistan, Iran, and ex-Soviet Central Asian republics. He was stranded and stayed three years in Afghanistan until 2009. He is now a full-time writer and based in Jakarta, Indonesia. agustinus@agustinuswibowo.com Contact: Website | More Posts

5 Comments on Garis Batas 75: Bahasa Uzbek

  1. jadi inget kotak pos 😀

  2. Tertarik belajat Bahamas uzbek.. tp nyari bukunya syusyee…

  3. keren mas! kalo bahasa rusia ditulis latin aja jadi pusing. haha

  4. bahasa menunjukkan bangsa

  5. ajarin bhs uzbek mas…

Leave a Reply to Masfiah Isnaini Cancel reply

Your email address will not be published.


*