Recommended

National Geographic Traveler Indonesia (2013): Kemeriahan Perkabungan

Portfolio | Foto dan Teks oleh Agustinus Wibowo

1308-NGT-INDONESIA_PORTFOLIO_IRAN-1

Di Iran, dalam setahun setidaknya ada sepuluh hari besar religi. Pada hari kesepuluh bulan Muharram, warga Syi’ah memperingati kesyahidan Hussain, cucu Nabi Muhammad—dikenal sebagai Hari Asyura.

Para umat di Iran berparade di hari wafatnya Nabi Muhammad. Mereka memukul-mukulkan rantai ke dada sebagai ungkapan kesedihan. Peringatan ini bertepatan dengan hari kesyahidan Hassan, cucu Nabi.

1308-NGT-INDONESIA_PORTFOLIO_IRAN-2

Hitam adalah warna yang mendominasi. Lelaki, juga berbaju hitam, berarak menyusuri jalan. Dada dan kepala ditepuk, rantai dipukulkan ke punggung, sesekali terdengar tangis susul-menyusul. Sebuah peringatan kematian.

“Tidak ada darah dalam peringatan di Iran. Itu dilarang pemerintah. Kau lihat sendiri, kami memperingati hari besar kami dengan cara beradab,” kata seorang umat dari pinggiran Teheran.

Lantunan doa memenuhi angkasa. Menggelegar pula suara tetabuhan band mengiringi para lelaki yang berbaris, berparade sepanjang jalan. Pertempuran di medan Karbala ditampilkan sebagai pertunjukan teater di masjid dan jalanan. Lelaki berbaju zirah memerankan tokoh Hussain yang gagah, menunggang kuda putih menantang Yazid yang lalim. Bait-bait puisi Persia mendayu, diiringi merdunya denting dawai. Drama berlangsung hingga tengah malam. Pada puncaknya, para lakon menggambarkan bagaimana satu demi satu anggota keluarga Hussain meninggal dengan mengenaskan.

Mereka menyebut ritual tahunan ini “Festival Hussain.” Sebuah perkabungan yang menjadi ajang reuni keluarga. Persiapannya berhari-hari. Nasi di kuali-kuali raksasa mengepul begitu harum. Belum lagi limpahan kuah daging hitam dan kental. Semua ini dibagikan gratis kepada siapa saja. Berdoa bersama, berduka bersama, berbagi bersama.

Perkabungan di negeri ini bukan hanya tentang para syahid, juga tentang persaudaraan sesama manusia. Tidak pula hanya tentang ratap tangis, tetapi kemeriahan berbaur dengan parade seni dan sastra. Inilah Iran! Perpaduan khas antara agama, kebudayaan, sejarah panjang, dinamika politik, dan tradisi kuno Persia telah menjadikan Iran sebagai Iran.

 

Berbagai sudut kota dihiasi lukisan para syahid yang gugur demi negara dan agama (bawah).

Kanan, dari atas ke bawah: Demonstran memperingati hari Kemenangan Revolusi Islam Iran, mengusung foto dua pemimpin besar mereka, Khomenei dan Khamenei. Reruntuhan ibu kota kuno Persepolis dekat kota Shiraz. Bersolek sebagai persiapan parade peringatan Kemenangan Revolusi Islam Iran.

1308-NGT-INDONESIA_PORTFOLIO_IRAN-3

Perdagangan selalu menjadi bagian utama dalam perjalanan peradaban Iran. Sebagai bagian penting dari Jalur Sutra yang menghubungkan Eropa dengan negeri Cina, Iran memiliki banyak pasar bersejarah di berbagai kota utama. Salah satunya Bazaar Tabriz di Provinsi Azerbaijan (atas). Halaman sebelah: Seni lukis Iran tidak canggung menggambarkan kecantikan perempuan dan para tokoh (atas). Pilar-pilar yang berjajar di Masjid Wakil, Shiraz (tengah). Seorang ulama melintas di depan bekas gedung Kedutaan Besar Amerika Serikat, yang pernah menjadi lokasi penyanderaan selama 444 hari pada 1979 (bawah).

 

1308-NGT-INDONESIA_PORTFOLIO_IRAN-4

Anak yang menjadi pemeran putra Hussain yang meninggal dunia dalam perang dibanjiri uang, tanda dukacita dari para peziarah.

 

Agustinus Wibowo adalah penulis tiga buku perjalanan: Garis Batas, Selimut Debu dan Titik Nol. Pernah bermukim dan berkarya di Cina, Afghanistan, Pakistan dan menjelajahi berbagai negeri berakhiran “stan” sebagai pewarta foto dan berita kurun delapan tahun. Menjadi relawan tsunami Aceh 2005 dan kini menetap di Indonesia.

About Agustinus Wibowo

Agustinus is an Indonesian travel writer and travel photographer. Agustinus started a “Grand Overland Journey” in 2005 from Beijing and dreamed to reach South Africa totally by land with an optimistic budget of US$2000. His journey has taken him across Himalaya, South Asia, Afghanistan, Iran, and ex-Soviet Central Asian republics. He was stranded and stayed three years in Afghanistan until 2009. He is now a full-time writer and based in Jakarta, Indonesia. agustinus@agustinuswibowo.com Contact: Website | More Posts

Leave a comment

Your email address will not be published.


*