Recommended

Sumatera Expres (2011): Jejak Perjalanan Bumi Afghanistan

Selasa, 25 Oktober 2011

Xpresi Pendidikan

1110-sumatera-expres-selimut-debu

Jejak Perjalanan Bumi Afghanistan

 

Jika ada satu negeri yang dijuluki sebagai negeri peperangan, yang pertama kali terpatri dalam ruang ingat kita adalah negeri Afghanistan. Jika ada satu negeri yang tiap jengkalnya tertanam ranjau darat bekas medan perang, juga terbayang negeri Afghanistan. Dan jika ada satu negeri yang setiap harinya hidup dengan kepulan debu yang terhirup ke dalam tubuh rakyatnya, itulah negeri Afghanistan.

Orang-orang Afghan tentu tak pernah membayangkan bahwa jurnalis asing mau-maunya berkeliling negeri khaak (dalam bahasa Dari dan Pashtu berarti debu, red) sendirian hanya untuk melunasi hasratnya pergi ke sana. Tanpa berbekal uang yang melimpah rupanya Agus berani menantang perjalanan yang begitu mengibakan ini. Perjalanan yang sungguh mengharukan pula, ia bertemu dengan banyak orang-orang Afghan yang lebih humanis dari orang-orang yang merasa dirinya punya rasa kemanusiaan di dunia ini.

Selimut Debu adalah kisah perjalanan mendebarkan yang dilakukan oleh Agustinus Wibowo, di daerah yang penyebutan namanya sama dengan menyebut kata “perang”. Ya, ini buku tentang perjalanan Agus di sebuah negara bernama Afghanistan. Bayangkan, ini perjalanan yang dilakukan oleh penulis, yang notabene non muslim di sebuah negara yang terkenal karena fundamentalismenya. Perjalanan ini tentu tidak bisa dilepaskan dari segala identitas yang melekat pada dirinya. Namun dengan piawai ia mampu merangkum bagaimana sebuah agama bisa menjadi pendamai sekaligus pemicu pertengkaran. Agus dengan handal mampu meramu kisah dan pengalamannya tersebut tanpa terkesan menggurui, bahkan tanpa terkesan menyalahkan atau memihak salah satu pendapat.

Ini bukan perjalanan yang naif. Ini merupakan catatan perjalanan sejujurnya. Agus bahkan sempat bercerita bagaimana seorang warga Afghanistan menyambutnya dengan ramah, mengajaknya ke rumah dan memperlakukannya sebagai tamu terhormat. Saat malam menjelang, tiba-tiba penyambutnya itu sudah berdiri di hadapannya, tanpa busana. Sontak Agus menjerit dan kabur. Bahkan homoseksual merupakan ancaman lain di luar perselisihan antar suku, teror Taliban versus penguasa, serta ancaman dari para perampok dan bandit.

Apa yang telah ditulis Agus dalam buku Selimut Debu ini merupakan refleksi dari sekelumit kisahnya menjejak tanah Afghanistan. Dalam perjalanannya, bukan hunting foto yang menjadi goal-nya. Bukan pula menjelajah ke daerah-daerah terkenal yang tercetak besar di peta dunia. Tetapi interaksi dan pengalaman hidup dengan penduduk sekitar, perjalanan yang dapat membimbingnya menjadi manusia seutuhnya.

Selain dapat menikmati serunya petualangan si penulis, para pembaca juga dapat menikmati keindahan gambar-gambar eksklusif yang sengaja diselipkan di bagian tengah buku setebal 461 halaman ini. Selamat membaca! (X10)

Judul: Selimut Debu

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Penulis: Agustinus Wibowo

Kategori: Non fiksi, Traveling

Tebal: xiv + 461 halaman

Ukuran: 13,5 x 20 cm

Cetakan: 11 September 2011

About Agustinus Wibowo

Agustinus is an Indonesian travel writer and travel photographer. Agustinus started a “Grand Overland Journey” in 2005 from Beijing and dreamed to reach South Africa totally by land with an optimistic budget of US$2000. His journey has taken him across Himalaya, South Asia, Afghanistan, Iran, and ex-Soviet Central Asian republics. He was stranded and stayed three years in Afghanistan until 2009. He is now a full-time writer and based in Jakarta, Indonesia. agustinus@agustinuswibowo.com Contact: Website | More Posts

Leave a comment

Your email address will not be published.


*