Recommended

Publication

Papua Nugini (5) Ketika Era Prasejarah Bertemu Globalisasi : Sungai yang Mengering

Draft artikel menengai Papua Nugini untuk majalah Traveler 旅行家, China. “Dumori desa kami adalah surga,” kata Mama Ruth saat kami bersama menumpang kano menuju desanya di muara Sungai Fly, “Itu tempat terbaik di dunia.” Kano kayu kami terayun-ayun di laut tenang. Perlu waktu 12 jam untuk menempuh jarak 130 kilometer dari Daru ke Dumori dengan kano besar ini. Kami tiba di Dumori tengah malam, badan saya menggigil hebat. “Welcome to Paradise,” kata Mama Ruth. Senyumnya menampilkan barisan gigi putih yang seakan melayang di tengah kegelapan. Surga? Di sekeliling saya hanya tampak air, memantulkan samar sinar bulan. Rumah-rumah panggung dan pohon seperti mengambang. Dulu, Dumori terletak di tebing tinggi dan hampir tak pernah banjir. Sekarang, seminggu dalam sebulan desa ini pasti terendam air. Setelah banjir surut, seluruh desa tertutup lumpur tebal. Kerusakan alam terjadi sangat radikal di Sungai Fly gara-gara aktivitas pertambangan emas dan tembaga Ok Tedi di hulu sana. Saat baru beroperasi tiga puluh tahun lalu, pertambangan itu membuang limbah beracun ke Sungai Fly. Air sungai kini tidak bisa diminum dan penduduk terpaksa mengandalkan air hujan. Sagu makanan utama mereka diolah dengan air sungai, kini hitam dan pahit. Hampir semua orang di sini juga menderita penyakit kulit parah. Pertambangan itu [...]

February 11, 2016 // 8 Comments

Papua Nugini (4) Ketika Era Prasejarah Bertemu Globalisasi : Orang Hitam dan Orang Putih

Draft artikel menengai Papua Nugini untuk majalah Traveler 旅行家, China. Cargo cult ala Melanesia (sumber: youtube.com) Penduduk desa Tais, kampung halaman Sisi, selalu menyebut saya “orang putih”. Padahal saya orang Asia keturunan China dan warna kulit saya bukan putih. Desa ini terletak di pedalaman hutan, sehingga mereka jarang kedatangan tamu orang asing. Para orang dewasa menyambut saya dengan sukacita, namun anak-anak justru menganggap saya seseram setan. Ketika saya lewat di depan rumah, satu bayi menangis meraung-raung memanggil ibunya. Seorang bocah dua tahun ketakutan sampai berlari dan terjatuh, wajahnya menabrak tanah. Seorang bocah perempuan sampai terloncat melihat saya mendekatinya, seperti disergap binatang buas. Saya sudah membuat lusinan bocah menangis hanya dengan penampakan saya. Kenapa mereka begitu takut dengan kulit putih? Konon menurut legenda yang dipercaya di daerah ini, roh orang yang sudah mati akan terbang ke tempat terbenamnya matahari, dan tubuh orang itu akan berubah dari hitam menjadi putih. Kulit putih identik dengan kematian. Orang putih pertama kali tiba di desa ini pada saat Perang Dunia II, dan itu membuat semua penduduk, baik tua maupun muda, lari ketakutan bersembunyi ke dalam rimba. Sedangkan di abad ke-18, ketika penjelajah Eropa pertama kali datang di kepulauan Kiwai di dekat Daru, penduduk langsung berlutut [...]

February 10, 2016 // 1 Comment

Papua Nugini (3) Ketika Era Prasejarah Bertemu Globalisasi : Perbatasan Segitiga

Draft artikel menengai Papua Nugini untuk majalah Traveler 旅行家, China. Dauan, Australia (AGUSTINUS WIBOWO) Tidak banyak orang menyadari bahwa Australia terletak sangat dekat dari Papua Nugini. Saking dekatnya kita bisa lihat Australia dengan mata telanjang. Untaian pulau kecil Australia hanya empat kilometer di selatan pantai Papua Nugini. Ber adalah satu desa Papua Nugini yang berhadapan dengan pulau Boigu, Australia. Dilihat dari laut di malam hari, Boigu bagai metropolitan dengan ratusan noktah cahaya berkilauan, sedangkan Ber tampak seperti tiga cahaya lemah yang sering padam, seperti lilin diterpa angin. Sumber cahaya di Ber hanyalah api unggun. Satu-satunya cara untuk mencapai Ber, orang harus naik perahu dari Daru ke arah barat sejauh 100 kilometer melewati lautan Selat Torres yang terkenal ganas ombaknya. Perahu motor yang saya tumpangi nyaris tenggelam ditelan ombak. Ini adalah perjalanan seharian yang basah dan mematikan. Begitu terisolasinya Ber dari daerah Papua Nugini lainnya, desa dengan dua ratusan penduduk ini seperti belum tersentuh peradaban. Mereka tinggal rumah-rumah panggung yang semuanya terbuat dari gedek anyaman daun. Pantai Ber tertutup lumpur, seperti sawah padi yang baru diairi. Ber berhadapan langsung dengan laut, tetapi warga di sini justru jarang ke laut dan ikan nyaris tidak ada dalam menu mereka. Setiap hari penduduk makan [...]

February 9, 2016 // 5 Comments

Papua Nugini (2) Ketika Era Prasejarah Bertemu Globalisasi : Satu Bahasa

Draft artikel menengai Papua Nugini untuk majalah Traveler 旅行家, China. “PNG itu bukan singkatan Papua New Guinea,” seorang kawan ekspatriat memberitahu saya, “itu singkatan Promise Not Guaranteed.” Di sini, tiket pesawat bukan jaminan bisa terbang. Sudah banyak calon penumpang pesawat yang memiliki tiket, sesampainya di bandara diberitahu bahwa pesawat sudah penuh dan tidak ada tempat bagi mereka. Karena itu, kawan itu menganjurkan saya pergi seawal mungkin ke bandara. Saya bersyukur dengan anjuran itu. Bukannya terlambat, pesawat justru terbang satu jam lebih awal dari jadwal. Kata pramugari, itu karena semua dari dua puluhan penumpang sudah tiba di bandara. Sembilan puluh menit kemudian, pesawat kami mendarat di Daru, sebuah pulau noktah kecil di bagian paling selatan provinsi perbatasan Western Province. Dulu kota-pulau ini pernah menjadi pusat pemerintahan provinsi, sebelum kemudian dipindah ke Kiunga di utara sana. Bandara Daru mirip lapangan bola yang dikelilingi pagar kawat. Di balik pagar itu, orang-orang berderet menonton pesawat. Dari balik kawat pagar kawat, saya juga menonton para penumpang yang berbaris di atas tarmak menuju pesawat yang akan lepas landas kembali ke Port Moresby. Dua penumpang yang terakhir naik tiba-tiba turun lagi. Saya dengar dari petugas bandara, mereka tidak diizinkan terbang karena pesawat telah kelebihan muatan kargo. Entah [...]

February 8, 2016 // 3 Comments

Papua Nugini (1) Ketika Era Prasejarah Bertemu Globalisasi : Bahaya di Ibukota

Draft artikel menengai Papua Nugini untuk majalah Traveler 旅行家, China.   Papua Nugini sering digambarkan sebagai negeri primitif yang dihuni suku-suku terisolasi dari zaman prasejarah. Nama negeri itu senantiasa membangkitkan imajinasi tentang taman liar yang dipenuhi burung-burung surga, sebuah dunia lain yang begitu jauh dari dunia kita. Hanya beberapa puluh tahun lalu, di negeri ini memang masih banyak lelaki dengan labu penutup penis dan perempuan bertelanjang dada, atau suku-suku pemuja arwah, penyihir, bahkan pemburu kepala manusia di pedalaman hutan rimba. Kini globalisasi telah merambah, kehidupan Papua Nugini sudah se-“normal” dunia kita. Walaupun, harus diakui, belum sepenuhnya begitu. Bahaya di Ibukota Dilihat dari angkasa, Port Moresby bagai barisan perbukitan hijau bergulung-gulung di tepi laut, ditebari rumah-rumah penduduk membentuk mozaik warna-warni. Perbukitan itu berhadapan langsung dengan biru kristal Lautan Teduh yang membentang luas tak berbatas. Sulit memercayai kota secantik ini termasuk kota paling tidak layak huni di dunia. Di antara kota-kota tak layak huni lainnya, ada Lagos dengan kekacauan konfliknya, Bogota dengan mafia narkotikanya, Karachi dengan kriminalitas dan terorismenya. Tapi tidak ada kota lain di dunia yang serupa Port Moresby. Metropolitan Pasifik Selatan ini justru sekilas kelihatan ceria. Jalanannya bersih dan hijau bagai taman, dihiasi monumen merayakan burung surga dan mural warna-warni. [...]

February 5, 2016 // 6 Comments

[Suara.com] Agustinus Wibowo, Kisah Pengeliling Dunia Berbekal 2000 Dolar AS

Esti Utami : 02 Dec 2015 | 09:01 Suara.com – “Lakukanlah perjalanan. Karena perjalanan tidak hanya mengenalkanmu pada dunia luar, tapi juga membuatmu lebih mengenal diri sendiri. Tanpa perjalanan, kamu bisa kehilangan kesempatan untuk mengenal diri sendiri.” Itulah pesan seorang Agustinus Wibowo, salah satu orang yang menjadi ‘nabi’ bagi para backpacker di tanah air. Ia adalah seorang petualang, musafir, pengembara. Seorang backpaker sejati. Bagi banyak orang, aktivitas jalan-jalan dengan biaya rendah sebagai bakckpaker adalah hobi. Tapi bagi Agus, demikian Agustinus biasa disapa, menjadi backpaker adalah hidupnya, napas yang setiap hari dihelanya. Perjalanan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan laki-laki kelahiran Lumajang, Jawa Timur 34 tahun silam ini. Hidup, baginya, adalah sebuah perjalanan yang pelakunya tidak tahu kapan semua itu akan selesai. Ribuan kilometer jarak telah dijejakinya. Banyak negara telah dikunjunginya, tapi ia belum tahu kapan akan berhenti. Ditemui di sela peluncuran buku di “Titik Nol” versi bahasa Inggris beberapa waktu lalu, Agus, demikian ia sering disapa, mengatakan ia sedang merencanakan untuk sebuah perjalanan ke Myanmar. Meski menurutnya, perjalanan ke Myanmar kali ini adalah untuk ‘berhenti’. “Saya mungkin sebulan di sana. Tiba-tiba saja ingin ke sana, mungkin untuk tidak melakukan apa-apa. Meski untuk itu saya harus rela melepaskan banyak hal,” ujarnya. [...]

December 2, 2015 // 13 Comments

[GIV]: The Knowmad’s Journey Along Indonesia’s Eastern Border

Global Indonesian Voices Posted On 01 Dec 2015 By : Tony Sugiarta and Jennifer Sidharta For the locals, the Indonesia-Papua New Guinea border is so vague that they could not differentiate which part belongs to which country. Here is a story from Indonesian travel writer and photographer Agustinus Wibowo, who have spent a significant amount of time at the border area. Students at Tais, a coastal village located at Papua New Guinea’s Western Province. (Photo source: Agustinus Wibowo) Perspective Singapore, GIVnews.com – At one point of our life, we all question our identity. Agustinus Wibowo takes it a step further, as he makes it his quest. Many who are familiar with his works will agree that they are hardly classified as the typical travel writings like Lonely Planet guidebooks or reviews of glamourous hotels and establishments. Instead, Agustinus travels to contemplate intrapersonal conflicts and writes about them, taking readers along to experience his physical and mental tribulations. No doubt, he is a great storyteller and in Singapore, GIV had the privilege to sit down and listen to his adventure in Papua New Guinea, Indonesia’s closest, yet the furthest, neighbour. “So how can they survive? So this is the reason of the anger. [...]

December 1, 2015 // 0 Comments

Book Launch: Ground Zero–When the Journey Takes You Home

  It’s TODAY! The launching of “Ground Zero: When the Journey Takes You Home”. When it comes to most people’s mind, traveling is about going somewhere. But here, we will discuss the other part, the most important part, of traveling: homecoming. Today I will share my journeys on the roads of Asian countries, including the adventures of sneaking as a Chinese citizen into Tibet and the years of living dangerously in Afghanistan, until my homecoming to Indonesia to face the reality of home. The other speaker in this program, Noor Sabah Nael Traavik had experienced a roller-coaster life journey from the war-ridden Afghanistan, being refugee in Iran, until becoming a Norwegian diplomat. Both of us will discuss the meaning of traveling, seeking and finding, the conflict of identities, and home. This panel will be moderated by Nathalie Indry. So, we are really looking forward to seeing you all guys there in Plaza Senayan, today at 4pm. Have a nice journey! Friday, November 20th 2015 4-6 pm Kinokuniya Bookstore, Sogo, Plaza Senayan, [...]

November 20, 2015 // 1 Comment

【中国国家地理】瓦罕走廊:被遗忘的丝绸之路

Article published in Chinese National Geography, October 2015, on Afghanistan’s forgotten Wakhan Corridor. The Wakhan Corridor of Afghanistan is the last piece of the ancient Silk Road, which was still operating few decades ago, but now has turned into an isolated world as it’s confined by the international borders. 古丝绸之路如同一棵大树错综庞杂的根系,铺展于东西方之间。在所有丝路古道中,没有哪条比瓦罕走廊更富神秘色彩的了,它藏身于阿富汗深处,像是硬贴在阿富汗脸上的一条舌头。随着边界的关闭,它从传奇商道变成世界上最偏远难达的地区之一。本文作者在瓦罕走廊进行了长达3年的探访,用鲜活的文字为您揭开瓦罕走廊的神秘面纱。   撰文/Agustinus Wibowo(印尼) 翻译/王飞宇   伊什卡希姆是进入瓦罕走廊的唯一门户 伊什卡希姆是阿富汗山区一个僻静而慢节奏的村庄,遍地泥沼尘沙,这里是通往瓦罕走廊的入口。村子北边的喷赤河翻滚着怒涛,巨大的涛声淹没了世间一切声响。它是阿姆河的支流,也是阿富汗与苏联解体后形成的中亚各国之间的分界线。喷赤河就像一面镜子,分隔开阿富汗和塔吉克斯坦的山峦,两国的村落呈镜像分布在河流两岸。阿富汗伊什卡希姆的“双胞胎姐妹”是塔吉克斯坦山间一个同样叫做伊什卡希姆的村庄。 [...]

November 17, 2015 // 0 Comments

【户外探险】瞧那几个斯坦

Agustinus Wibowo(翁鸿鸣 印尼)>撰文 摄影 王飞宇>翻译 约两千两百年前,张骞首度踏足大宛国时,为当地发达的城市文明深深折服。同样令人叹服的还有当地的小麦和葡萄种植水平以及美酒佳酿。而最令人叫绝的自当数有天马之称的神驹—汗血宝马。 大宛国相去汉朝时中国西部约一万里,位于今费尔干纳一带,地处中亚腹地。张骞出使西域开拓了一条贯通东方与西方的贸易路线—丝绸之路。20世纪之初,古丝路沿线的中亚古国接连为俄国所吞并。俄国统治者们在中亚重划版图,一些历史上从未有过的国家就此诞生,各族自成一国:塔吉克人的国家就是塔吉克斯坦,乌兹别克族人的国家是乌兹别克斯坦,哈萨克人的国家是哈萨克斯坦,吉尔吉斯人的国家是吉尔吉斯斯坦,而土库曼人的国家则是土库曼斯坦。如今,各国竞相夸耀自己是古丝路文明最当仁不让的传承者。 世易时移,不变的是,同张骞的时代一样,对于生活于新千年的大部分中国人来说,中亚仍然是一个神秘的所在。 丝与史 印欧语系古老民族的西域文明与中国东方文明的第一次相遇是在费尔干纳。费尔干纳盆地是世界上最大的盆地,为乌兹别克斯坦、吉尔吉斯斯坦、塔吉克斯坦三国共辖。 [...]

November 12, 2015 // 0 Comments

Pre-Order Ground Zero (Autographed Limited Edition)

  Ground Zero: When the Journey Takes You Home After ten years wandering the world, Agustinus Wibowo has finally come home. He is now forced to face a reality that he has always feared. His mother is on the brink of death, as cancer ravages her body. Not unlike Scherazade who reads through one thousand and one tales over as many nights, the traveller recounts his journey to his ailing mother, who has barely ever left their little village in Java, Indonesia. He talks about the illusory homeland of China, the holy Tibet, the spiritual Nepal, the dramatic India, the struggling Pakistan, and the surviving Afghanistan. And along with these stories, his mother finally finds a voice to recount her own life journey. Fragments of their lives come together, two distinctive roads spanning time and distance only to converge, to become a heart-wrenching tale of love and survival. “Relating his travels to his dying mother, Wibowo beautifully captures the bittersweet experience of solo travel.  The excitement of discovery, the shadow of a changeling identity and the low-grade thrum of the road not taken combine to produce this lyrical journey through time and place.” –Elizabeth Pisani, author of Indonesia Etc.: [...]

October 21, 2015 // 3 Comments

【中国国家地理】塔吉克斯坦:群山与国界的夹缝之中

My article in Chinese National Geography, edition October 2015. This is a special edition focusing on China’s grand project: One Belt One Road, a.k.a. the “New Silk Road”, with some focus articles from the Silk Road countries, especially in Central Asia. In this edition, I have contributed two articles: Tajikistan and Afghanistan’s Wakhan Corridor. 塔吉克斯坦被称作中亚的高山之国,它近一半的国土位于帕米尔高原。其实塔吉克族并非是自古生活在山地的民族,面对如今的国家版图状况,不少塔吉克人心中有难言的苦衷。来自印度尼西亚的作者奥古斯汀是一名“中亚通”,他对塔吉克斯坦的考察和采访,能够加深我们对这个国家的认识。   撰文Agustinus Wibowo[印尼] 摄影刘辉 等 翻译王飞宇   令塔吉克人自豪的两座古城,如今却位于乌兹别克斯坦的境内 塔吉克斯坦是中亚最小的国家,面积约等于中国的辽宁省,全境的93%在山区,一半以上国土在海拔3000米以上。受地理条件所限,塔吉克斯坦境内的文明遗址寥寥无几。但塔吉克人相信自己是中亚最古老的民族,并坚信他们的历史比当今占中亚地区主流的突厥人要长得多。 [...]

October 17, 2015 // 1 Comment

From Zero to Frankfurt: The Translating Process of Ground Zero

The journey began when a mother is lying on a hospital bed, dying. The son who has been years living overseas finally returns. Realizing not much time left, the son sits beside her, reads his diary about faraway lands he saw. About their ancestral land of China, about the Himalayas, about the Pakistani desert and the warzone of Afghanistan. Along with his stories, the mother starts to recount her stories that have been buried for long. About her childhood, her love, her awaiting, her struggle, her God, her life and death. Two journeys set in two dimensions of time and place intertwine, and eventually converge. In the final days, the mother and son share a journey of life together. This is the story of my travel-narrative memoir, Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan (lit. Point Zero: The Essence of a Journey), published in Indonesian language by Gramedia Pustaka Utama in 2013. It received quite warm welcome from Indonesian readers. Some months after the launching, Gramedia asked whether I was interested to translate this book into English. At that time Indonesia has been confirmed to be the Guest of Honor in the Frankfurt Book Fair 2015. This is the biggest book exhibition [...]

October 12, 2015 // 0 Comments

Dari Titik Nol Menuju Frankfurt

Kisah ini dimulai dari seorang ibu yang terbaring di ranjang rumah sakit menanti ajal. Anaknya yang bertahun-tahun tinggal di perantauan akhirnya pulang. Menyadari tidak banyak waktu tersisa, anak itu duduk di samping ibunya, membacakan buku hariannya tentang negeri-negeri jauh yang pernah dialaminya. Bersama cerita-cerita itu, sang ibu yang tidak pernah ke mana-mana itu akhirnya membuka sebuah cerita yang selama ini dipendamnya. Tentang masa kecilnya, cintanya, penantiannya, perjuangannya, Tuhannya, hidup dan matinya. Dua perjalanan dalam dua dimensi waktu dan tempat itu berkelindan, akhirnya menyatu. Itulah kisah yang tertuang dalam memoar-cum-catatan-perjalanan saya, Titik Nol: Makna Sebuah Perjalanan, yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2013. Buku itu mendapat sambutan cukup hangat dari pembaca Indonesia. Beberapa bulan setelah buku itu terbit, penerbit menanyakan apakah saya tertarik menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris. Pada saat itu, Indonesia telah dipastikan akan menjadi Tamu Kehormatan dalam ajang pameran buku terbesar di dunia—Frankfurt Book Fair 2015. Itu artinya, fokus dunia perbukuan akan tertuju pada Indonesia. Namun terlepas Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat dunia dan industri buku yang sangat aktif dengan penerbitan 30.000 judul buku per tahun (faktor penting terpilihnya Indonesia sebagai Tamu Kehormatan), Indonesia masihlah sebuah negara “tembus pandang” di kancah perbukuan [...]

October 11, 2015 // 40 Comments

Indonesia is the Country Focus of Singapore Writers Festival 2015

https://www.singaporewritersfestival.com/nacswf/nacswf/Country-Focus.html Country Focus 17,000 Islands Dreaming A literary focus on Indonesia   Curated by The Arts House, with the programming support of Goenawan Mohamad The Indonesian archipelago spans the Equator and South-east Asian region, an eighth of the world’s circumference. A nation of 17,000-odd islands that began its journey as a modern state 70 years ago, Indonesia carries millennia of historical weight, contradictions and resolution. What are Indonesia’s aspirations for the world? How do 252 million Indonesians think and dream? Can we see continuities from ancient Srivijaya and Majapahit at work in the up-to-the-minute literature of contemporary Indonesia? If Singapore knew Indonesian literature better, would it change the way we see ourselves and our region? We turn our focus to Indonesia this year by exploring her long traditions of the word in the same ways Indonesians celebrate it – recited to the background of theatre and movements, sung against rich tonal texture and spoken in different tongues. Dreams are, after all, facets of reality.   Lecture WHEN MEANING IS MANAGED: THE FATE OF LITERATURE FEATURING   Goenawan Mohamad MODERATED BY   Peter Schoppert DATE   31 October TIME   4pm – 5pm VENUE   TAH, Chamber An Indonesian poet and man of [...]

October 11, 2015 // 0 Comments

[KOPI Delft ESPRESSO]: Jelajah Batas Dunia

Diskusi travel writing, photography, identitas Asia Tengah-Afghanistan, Papua Nugini, dan border issue Bersama Guest of Honour of Frankfurt Book Fair 2015 dan penulis novel best seller Titik Nol: Agustinus Wibowo Sabtu, 24 Oktober 2015, 10.00-12.00 di Auditorium A1b UNESCO-IHE Delft Westvest 7, Delft Registrasi hingga 20 Oktober 2015 melalui: http://goo.gl/forms/b2hrbznzla [...]

October 10, 2015 // 4 Comments

Pos Sore (2015): Agustinus Wibowo Berbagi Ilmu ‘Travel Writing’

http://possore.com/2015/09/27/agustinus-wibowo-berbagi-ilmu-travelling-writing/ SMESCO Art Fest & Netizen Vaganza 2015 Minggu, 27 Sep 2015 MENUANGKAN perjalanan kita dalam bentuk tulisan? Mengapa tidak. Jangan biarkan travelling berkesan kita berlalu begitu saja hanya dalam penggalan foto demi foto, lalu dishare di media sosial atau di blog. “Menuliskan perjalanan adalah juga suatu perjalanan,” begitu kata Agustinus Wibowo, seorang penulis dan fotografer perjalanan kepada peserta workshop ‘Travelling Writing’ di gedung Smesco UKM/RumahKU (Rumahnya Koperasi dan UKM), Minggu (27/9). Pria asal Jawa Timur itu sengaja diundang Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (LLP-KUKM) Kemenkop dan UKM yang dipimpin Ahmad Zabadi itu untuk mengisi acara SMESCO Art Fest dan Netizen Vaganza 2015 pada 26-27 September 2915. Kegiatan itu berisikan berbagai workshop, antara lain ‘Travelling Writing’. Mengapa workshop bertema ini diangkat? Karena ternyata, sebagaimana diutarakan Ahmad Zabadi, menuliskan travelling dalam sisi yang lain seperti yang dilakoni Agustinus Wibowo, bisa menghasilkan uang. Selain tulisan dapat dinikmati oleh diri sendiri, juga bisa dipublikasikan di media, yang tentunya akan mendapatkan honor penulisan. Dan, kalau beruntung, penerbit akan membukukan jurnal perjalanan tersebut. Karya ini pun akan mendatangkan pundi-pundi uang dan juga kepuasan batin. Di hadapan para peserta workshop yang sebagian besar blogger, sarjana ilmu komputer di [...]

September 27, 2015 // 2 Comments

[Outdoor Exploration户外探险]:旅行就是回家

Interview with a Chinese Magazine, “Outdoor Exploration” (户外探险) on traveling and travel philosophy. 旅行就是回家 Agustinus Wibowo 印尼华人,旅行作家,2002年开始背包旅行,曾三次进入阿富汗,在那里生活了将近三年,并曾深入阿富汗最人迹罕至的瓦罕走廊地带,寻找电视新闻以外的阿富汗;也曾游历中亚五国所有的边境地区。每次的旅行,他都选择最艰苦的方式,搭车、住最廉价的旅馆。在旅行中,他全部的兴趣都在人的身上,已经出版两本旅行文学畅销书《A Blanket of Dust: Dreams and Pride from the War-torn Afghanistan》《Borderlands: A Journey to Central Asia》《Ground Zero: When the Journey Takes You Home》,最近还将余华的小说《活着》首次翻译成印尼文版本。   只有在旅行中才没有身份 [...]

July 27, 2015 // 0 Comments

【中国文化译研网】:我愿搭起一座桥梁——对话印度尼西亚作家、翻译家翁鸿鸣

http://www.cctss.org/portal.php?mod=view&aid=801 Interview during 2015 Sino-Foreign Audiovisual Translation and Dubbing Cooperation Symposium, in correlation with Shanghai International Film Festival 2015. 【影视】我愿搭起一座桥梁——对话印度尼西亚作家、翻译家翁鸿鸣 2015-07-22 14:45| Original author: 徐奕欣|Location: 中国文化译研网 Description: 有这样一位印尼华侨,他第一次将中国的文学作品直接翻译成印尼语,引入印度尼西亚;他又用自己的生花妙笔,写下他在寻根之旅的种种感悟,直接展示了一个印 尼华侨关于故乡和他乡的思考。他是翁鸿鸣(Agustinus Wibowo),印度尼西亚裔华人,双语作家,自由翻译者,同时也是将余华作品翻译引入印度尼西亚的第一人。 东南亚地区集中了大量的华人,他们侨居异地,但是仍然与中国血脉相连。对于他们中的有些人来说,中国是一个略微有些模糊的概念,因为在异国,除了长辈们的 口耳相传,他们并没有太多接触中国文化的途径。然而,有这样一位印尼华侨,他第一次将中国的文学作品直接翻译成印尼语,引入印度尼西亚;他又用自己的生花 [...]

July 22, 2015 // 0 Comments

[旅行家Traveler] :瓦罕走廊天堂何处

  旅行家2015年4月期 阿富汗的风筝 说其遥远,其实并不准确。地图上,阿富汗甚至有一角领土与中国比邻,那一条狭长的通道就是本期专题的主打目的地——瓦罕走廊。     瓦罕走廊天堂何处 策划 | 本刊编辑部 执行 | 邓丽颖 程婉 特约撰稿人 | Agustinus Wibowo 翻译 | 黄文静 肖若琳   十多年前,我第一次去阿富汗旅行,在这个战争的伤疤无处不在的国度,一位旅行者告诉我,在阿富汗有一处“隐藏的天堂”。那是我第一次听到瓦罕走廊的名字。翻看地图,它像是海底深处一条狭长的裂隙,北抵塔吉克斯坦,南至巴基斯坦,东临中国。这是世界上最偏远国家之中的最偏远的地方之一。然而,在几世纪前,瓦罕走廊却是连通中国和西域各国,那条繁华的丝绸之路的一部分。 放眼望去,阿姆河看起来稀松平常。河水湍急有力,流过险峻的谷底时会发出隆隆的巨响。有时水面宽阔,甚至看不到对面的河岸。有时水面狭窄,可以毫不费力地将石子扔过20米宽的河面。无论阿姆河在100年内如何坚定地分开了两岸的时间维度,但事实上它流经了许多国家。 河的对面是塔吉克斯坦,这显而易见。倾斜的木制电线杆, [...]

July 2, 2015 // 0 Comments

1 2 3 4 5 11