Recommended

Suriname

Penulis Indonesia Meriset tentang Islam dan Jawanisme di Kalangan Orang Jawa

Wawancara dengan surat kabar Suriname, De Ware Tijd (DWT) mengenai riset saya tentang agama-agama Islam dan Jawanisme (Kejawen) di kalangan diaspora Jawa di Suriname. Orang Jawa Muslim Suriname terdiri atas dua golongan utama, yaitu yang salatnya menghadap ke barat (Islam madep ngulon) dan yang menghadap ke timur (Islam madep ngetan atau ngiblat). Dalam beberapa dekade terakhir, muncul agama baru di tengah konflik antara dua golongan Muslim ini, yaitu agama Jawanisme. Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Belanda. Teks Charles Chang De Ware Tijd (Suriname), Rabu 21 Juni 2017 Dia telah menulis tiga buku, dan buku ketiganya akan difilmkan di Indonesia. Topik-topik tulisan Agustinus utamanya adalah tentang kehidupan di daerah perbatasan negara dan bagaimana orang-orang hidup dengan garis batas. Pencariannya untuk jawaban bagi buku keempat membawanya ke Belanda, di mana sebagai seorang Indonesia dia otomatis berhubungan dengan diaspora Jawa Suriname. Ketika dia mendengar tentang Islam-hadap-barat dan Islam-hadap-timur di Suriname, dan juga tentang makna Jawanisme (agama Jawa), dia menjadi sangat tertarik. Selama dua bulan risetnya di Suriname, dia telah membuat sejumlah penemuan yang menakjubkan. “Itulah indahnya menjadi seorang penulis perjalanan, karena pekerjaan ini membuat kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita,” kata Wibowo (35) tentang pekerjaannya. Sebagai seorang sarjana ilmu komputer, ini adalah [...]

July 8, 2020 // 43 Comments

DWT Suriname: Indonesian Writer Researches on Islam and Javanism among the Javanese

An interview with a Surinamese newspaper, De Ware Tijd, on my research on Islam and Javanism religions among the Javanese diaspora in Suriname. The Javanese Muslims are divided into two main groups, those who pray towards the west (the west-prayers) and those who pray towards the Mecca (the east-prayers). In the last few decades, a new religion emerged amidst the conflict between the west-prayers and the east-prayers–Javanism. The article is in Dutch. Indonesische schrijver onderzoekt islam en javanisme bij Javanen Tekst Charles Chang De Ware Tijd, woensdag 21 juni 2017 Hij heeft reeds drie boeken geschreven, waarvan de derde wordt verfilmd in Indonesië. Agustinus Wibowo’s topics gaan vooral over het leven op de grens tussen twee landen en hoe de mens zich daarin profileert. Zijn zoektocht naar antwoorden voor zijn vierde boek brengt hem naar Nederland, waar hij als Indonesiër automatisch de Surinaamse Javaanse diaspora tegenkomt. Wanneer hij hoort over de west- en oostbidders in Suriname en wat het javanisme inhoudt, raakt hij geboeid. Tijdens zijn twee maanden onderzoek in Suriname doet hij enkele markante ontdekkingen. “Dat is het mooie van een travel writer, het levert antwoorden op je vragen,” zegt Wibowo(35) over zijn beroep. Als afgestudeerde voor computerwetenschap is [...]

May 22, 2020 // 15 Comments

[Detik.com] Penulis Perjalanan Berkisah Agama Kejawen di Benua Amerika

https://travel.detik.com/travel-news/d-5024142/penulis-perjalanan-berkisah-agama-kejawen-di-benua-amerika Jumat, 22 Mei 2020 05:32 WIB Femi Diah, detikTravel Jakarta –  Travel writer Agustinus Wibowo mengisahkan perjalanan ke Suriname di Amerika Selatan. Dia menceritakan kepercayaan di Jawa yang menjadi agama resmi di sana: kejawen. Agustinus mengungkapkan lewat IG Live bersama bukugpu tengah pekan lalu. Dia bilang saat melakukan perjalanan ke Suriname, sebuah negara bekas jajahan Belanda dengan salah satu komunitas penghuninya adalah orang Jawa, menemukan bahasa Jawa masih digunakan sebagai bahasa percakapan sehari-hari di negara tersebut. “Saat saya melakukan perjalanan ke Suriname, bukan hanya komunitas Jawa yang saya temukan, namun saya bisa menjadi bangga sekali menjadi orang Jawa, yang dibesarkan di Jawa dan bisa berbahasa Jawa. Di sana bahasa Jawa sangat terpakai dan memudahkan saya melakukan riset,” kata Agustinus. Bukan cuma itu, bahkan penulis buku Selimut Debu, Garis Batas, dan Titik Nol itu menceritakan tentang Islam Timur, Islam Barat, dan agama Kejawen di Suriname. Seperti apa? “Umat Islam Jawa terbagi menjadi dua, sholat kiblat ke barat dan sholat kiblat ke timur. Mereka saling bermusuhan, tidak saling menyapa, tidak saling menghadiri acara satu sama lain,” kata Agustinus. “Saya masuk ke masjid-masjid yang menghadapi kiblat ke barat dan ke timur untuk memahami sudut pandang masing-masing dan sisi [...]

May 22, 2020 // 0 Comments

Moengo, 17 Desember 2016: Sarijo Moeljoredjo, Imigran Jawa Terakhir di Moengo

Gurat tulang-belulang tampak jelas di sekujur tubuh renta Sarijo Moeljoredjo. Tetapi matanya masih bersinar cemerlang, gerakan tubuhnya cekatan. Pada usia menginjak 96 tahun ini, Mbah Sarijo (baca: Saryo) setiap hari masih bekerja di kebun pisang di belakang rumah. Sehari-hari pun dia kuat bersepeda keliling kota. Tetapi yang luar biasa, ingatannya masih sangat tajam manakala dia mengurai setiap detail perjalanan hidupnya. Dialah orang tertua sekaligus saksi hidup terakhir di kota Moengo, satu dari 32.962 orang Jawa yang pernah diangkut dengan kapal oleh Belanda ke Suriname. “Aku lahir di Desa Puluan,” kata Mbah Sarijo memulai kisahnya, “Itu ada di Negara Jawa. Tetapi aku tak tahu pasti di mana itu.” Mbah Sarijo bercerita dalam bahasa Jawa Ngoko yang kental, bercampur banyak kosakata Belanda dan Sranan Tongo (bahasa kreol Suriname). “Sebelum berangkat, Pak dan Mak-ku pisah, aku ikut Pak, mbakyuku ikut Mak. Pak-ku dulu kerja susah, di kebun, tidak ada kerja, tidak ada uang. Setahun itu kerja cuma tanam tebu dan padi, disuruh Belanda,” lanjutnya. Karena kemiskinan dan impian untuk hidup lebih baik, bapaknya yang bernama Moeljoredjo itu memutuskan untuk menjadi pekerja ke Suriname, dengan membawa istri baru dan anak lelakinya. Berdasar informasi dalam basis data Arsip Nasional Belanda, saya menemukan bahwa Sarijo lahir [...]

December 23, 2016 // 46 Comments

Den Haag, 24 November 2016: Djainem Moeridjan, Dukun Jawa di Belanda

Sudah hampir 30 tahun orang Jawa bermigrasi dari Suriname ke Belanda. Seiring waktu, tradisi Jawa semakin memudar, perlahan menghilang. Tidak banyak lagi dukun Jawa yang masih bisa melakukan ritual sebagaimana diwariskan leluhur turun-temurun. Tak heran, walaupun Mak Djainem Moeridjan sudah berusia 83 tahun, dia masih sibuk bepergian dari kota ke kota di seluruh penjuru Belanda untuk memenuhi panggilan. Dengan jadwal praktik yang begitu padat, cukup sulit membuat janji temu dengan Mak Djainem. Beruntung, dengan bantuan Ibu Hariette Mingoen—seorang aktivis diaspora Jawa Suriname, saya berhasil menemui Mak Djainem di kompleks apartemen khusus warga lanjut usia Jawa Suriname yang dinamai Wisma Tunggal Karso. Saya langsung merasakan keramahan khas Jawa begitu Mak Djainem membuka pintu rumahnya—kalimat pertamanya adalah permohonan maaf. “Jangan jadi penggalih kalau rumahku agak kotor,” katanya dalam bahasa Jawa Ngoko yang sangat kental. Kisah hidup Mak Djainem berasal dari tanah Jawa. Ayahnya saat itu masih perjaka, sedangkan ibunya semula adalah seorang istri yang sudah punya anak dua. Pada 15 Oktober 1918, mereka bersama-sama naik Kapal Karimata, sebagaimana hampir 600 penumpang yang lain, berangkat dari Semarang menuju Paramaribo, Suriname. Mereka di kapal yang sama, tetapi tidak saling mengenal. Ayah Mak Djainem sebenarnya bernama Satirin, 21 tahun, berasal dari Ngadiluwih, Kediri, naik kapal [...]

December 20, 2016 // 17 Comments

Leiden, 20 November 2016: Diaspora Jawa Suriname Menyoal Makna Menjadi Jawa

“Apakah yang menjadikan Anda orang Jawa?” Pertanyaan itu diajukan pembawa acara kepada Johan Reksowidjojo, pemimpin Forum Javanen in Diaspora Nederland (JID-NL), atau Forum Orang Jawa dalam Diaspora di Belanda. Lelaki paruh baya itu terhenyak. Rupanya dia tidak menduga akan ditembak pertanyaan yang menohok itu, tepat setelah dia selesai membacakan sambutan pembukaan pada acara diskusi Identitas Orang Jawa (Suriname): Antara Pelestarian dan Pembaharuan. Merenung sejenak, sambil tertawa terkekeh Johan akhirnya menjawab, dia menjadi Jawa karena orangtuanya adalah orang Jawa, dia makan makanan Jawa, dan dia hidup secara orang Jawa. Tetapi, cukupkah itu untuk membuat seseorang menjadi Jawa? Acara diskusi ini digelar di Museum Volkenkunde, Leiden, dihadiri lima puluhan warga keturunan Jawa Suriname, di samping beberapa orang Belanda berkulit putih. Secara fisik, orang Jawa Suriname sangat mirip dengan orang-orang Jawa di Indonesia. Mereka berkulit cokelat terang hingga cokelat gelap, berpostur relatif pendek, beberapa memakai kopiah atau kebaya. Tetapi bahasa yang digunakan sepanjang acara hampir seluruhnya bahasa Belanda, sesekali diselingi kalimat-kalimat bahasa Jawa. Mereka ada karena migrasi. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai mengirimkan orang-orang Jawa ke Suriname untuk menjadi pekerja di perkebunan. Kebanyakan mereka, laki-laki maupun perempuan, sama sekali tidak tahu akan dibawa ke mana mereka. Mereka ditipu, bahwa mereka akan dibawa [...]

November 30, 2016 // 8 Comments