Recommended

January 26, 2015

Tais 26 Agustus 2014: Sebuah Surga Bernama Rumah

Perjuangan menuju Tais (AGUSTINUS WIBOWO) Meninggalkan Pulau Strachan yang ditandai dengan aliran sungai besar Wasi Kussa, perjalanan ke Tais, kampung halaman Sisi, yang cuma sepuluhan kilometer jauhnya, ternyata tidaklah semudah yang saya bayangkan. Tais semula adalah desa pesisir, tetapi kini telah berpindah ke pedalaman karena sering dilanda banjir dari pasang laut dan kasus pembunuhan oleh kaum pemburu kepala di Pulau Strachan. Untuk mencapai Tais, perahu kami melintasi selat sempit antara pesisir Pulau Papua di utara dengan tiga pulau kecil Kawa yang berderet di selatan. Melintasi selat ini adalah perjalanan yang sangat menyenangkan. Laut terasa bagaikan sungai; tak lagi angkuh, tak lagi berombak, perahu tak lagi menghentak-hentak. Angin semilir membelai kepala, membuat saya bersyukur betapa beruntungnya saya bisa berada di tempat seterpencil ini, yang seminggu lalu bahkan tak pernah saya bayangkan ini. Setelah itu, kami memasuki daerah yang merupakan mulut sungai kecil Kotanya. Di sinilah masalah. Daerah pesisir selatan Pulau Papua adalah kawasan laut yang sangat dangkal. Biasanya di pantai sekitar sini air surut antara pukul 10 pagi hingga empat sore, dan kami datang terlambat. Sekarang laut hanya sedalam mata kaki, sama sekali tidak mungkin dilewati perahu motor kami. Sedangkan mulut sungai Kotanya masih dua kilometer lagi. Kami semua penumpang turun. [...]

January 26, 2015 // 14 Comments

Titik Nol 111: Negeri Berjuta Warna

Negeri berjuta warna (AGUSTINUS WIBOWO) Hindustan, negeri Bharat yang jaya, meninggalkan berbagai kenangan. Berjuta warna satu per satu diputar kembali dalam memori saya, ketika matahari mulai perlahan-lahan terbenam menerbakan semarak senja di kota Amritsar. Ini adalah senja terakhir yang saya lihat di negeri ini. Saya datang ke India dengan secarik mimpi. Mimpi yang saya dapatkan dari beberapa film Bollywood yang pernah saya tonton. Gadis cantik berpakaian bak putri raja tinggal di rumah seperti istana, mengejar cintanya pada pangeran tampan, yang kemudian menari bersama diiringi ratusan orang yang entah muncul dari mana. Mimpi Hindustan yang saya bawa adalah mimpi tentang kehidupan gemerlap, semua orang kaya, punya mobil mewah, punya lusinan pembantu, sopir berseragam, kepala rumah tangga yang cerdas, dan helikopter di atap rumah. Tetapi, secuil Hindustan tempat saya menginjakkan kaki pertama kali adalah stasiun kota Gorakhpur, di mana pengemis bocah merintih tanpa henti, sapi berkeliaran di dalam peron, dan orang yang tidur di lantai tanpa alas. Selanjutnya adalah New Delhi yang penuh dekan tukang tipu di pasar, teriakan “Hallo! Hallo!”, bau pesing, jalan bolong-bolong, losmen tempat pasangan manusia mengumbar nafsu birahi, penderita kusta dan tumor terbaring tak berdaya di pinggir jalan yang hiruk pikuk oleh pejalan lalu-lalang namun tak satu pun [...]

January 26, 2015 // 2 Comments