Recommended

Mazar-i-Sharif – Malam Naoruz

Busy Mazar street and business before the great holy day

Busy Mazar street and business before the great holy day

Proses mengurus izin liputan Naoruz memang ribet. Saya mesti bolak balik ke kantor urusan kebudayaan, minta surat sana-sini, ketemu pejabat ini itu. Akhirnya kami baru sampai pada tahap akhir: penitipan kamera.

“Kawanku,” kata bapak tua yang bertugas di kantor itu, “jangan lupa nanti kirim hadiah padaku ya.” Bapak itu berbicara bahasa Rusia. Entah mengapa di sini banyak sekali orang yang lebih bangga berbahasa Rusia dengan orang asing. Si bapak, walaupun baru ketemu pertama kali, sudah minta saya mencatat nomor telepon dan alamat di Indonesia. Mau kirim surat katanya.

Kamera, lensa, batera, memory card kepunyaan saya, ditambah mikrofon dan kaset perekam milik Zabiullah, semuanya kami titipkan di kantor ini. Sudah ada antrean panjang jurnalis dan kameraman Afghan dan mancanegara. Petugas yang menerima pentitipan barang-barang berharga ini tampak begitu serabutan, bahkan untuk mencatat pun malas sekali.

“Jangan kuatir,” katanya, “tidak akan ada yang rusak. Serahkan saja pada kami.”
Bapak yang tadi minta kiriman hadiah itu juga meyakinkan saya, “besok pagi, jam 6 pagi, kamu tinggal datang ke Makam Hazrat Ali untuk mengambil barang-barang ini.”
Kami cuma diberi secarik tanda terima sederhana, lebih kumal daripada karcis bus, tanpa kartu pengenal apa pun. “Ini sudah cukup buat datang besok,” kata bapak itu lagi.

Sehabis dari kantor ini Zabiullah mengajak saya pergi ke pengadilan. Katanya ada orang Amerika yang masuk Islam di Mazar hari ini. Kejadian pindah-pindah agama seperti ini bisa menjadi berita di kantor tempat saya bekerja. Hari ini selain di Mazar juga ada umat Kristen dari Pakistan yang jadi mualaf di Kabul, beritanya juga jadi headline.

Saya kurang begitu tertarik untuk liputan ini, karena itu saya menunggu di luar kantor pengadilan bersama kawan-kawan orang Pashtun dari Kabul. Matahari sudah mulai terik. Padahal minggu kemarin saya masih memakai jaket tebal.

Para pemuda Pashtun itu membeli beberapa botol Coca Cola. Si bocah penjual masih muda, berumur 15 tahun. Matanya besar dan hidungnya mancung. Anaknya berbicara bahasa Pashtun dan tiba-tiba teman-teman tertawa berderai. Saya tidak mengerti sama sekali apa yang lucu.

“Kamu tahu apa yang tadi bocah itu katakan?” seorang kawan Pashtun membisiki saya, “si bocah itu tanya kepada kami, dari mana kami mendapat anak semanis kamu.”

Astaga. Anak umur 15 tahun sudah bisa melirik mana ‘bocah manis’. Kawan-kawan Pashtun masih terus tertawa, “Di Afghan utara ini, anak umur 15 tahun sudah pandai melakukan ‘hubungan-hubungan’ seperti itu.”

Adat bacha bazi, yang artinya ‘bermain bocah’, adalah rahasia umum di negara ini. Hubungan seksual antara laki-laki yang sama sekali tidak didasari cinta. Saya teringat seorang kawan etnis Uzbek yang pernah bercerita, “ketika kami masih kecil, belum berjenggot, kami harus berhati-hati kalau keluar rumah. Karena ada bahaya diculik para komandan perang yang bisa ‘memperlakukan’ kami.”

Saya masih bersungut-sungut dibilang ‘anak manis’ oleh bocah yang umurnya 10 tahun lebih muda daripada saya itu. Kawan-kawan Pashtun masih terus tertawa.

Besok sudah Tahun Baru. Hari ini makam suci Hazrat Ali dikosongkan dari pengunjung sejak siang tadi. Kami yang ingin masuk ke kompleks makam pun terpaksa hanya bisa mengelilingi dari luar. Tidakkah hal ini membuat banyak peziarah yang berdatangan dari seluruh penjuru negeri kecewa?

“Menurut saya ini malah bagus, pengamanan memang harus ketat,” kata Zabiullah.

Due to security reason, all cameras and videocameras have to be registered and kept in government's office overnight. so no more photos until tomorrow (sigh)

Due to security reason, all cameras and videocameras have to be registered and kept in government’s office overnight. so no more photos until tomorrow (sigh)

Mazar Sharif selalu penuh sesak oleh para peziarah di musim Naoruz. Harga penginapan melambung tinggi. Banyak peziarah yang tidak berpunya datang membawa kemah atau tidur beratap langit di kompleks makam. Semuanya itu demi kecintaan yang mendalam terhadap Hazrat Ali.

Peringatan Naoruz berawal dari adat pra-Islami. Naoruz berasal dari kata nao yang berarti baru dan ruz yang berarti hari. Naoruz artinya ‘hari baru’, menandai datangnya musim semi, ketika matahari yang berada di titik balik utara. Naoruz, tanggal 1 Hammal penanggalan Afghan, selalu jatuh pada tanggal 20 atau 21 Maret. Kalender Syamsiah ini tidak bergeser seperti Penanggalan Hijriyah karena perhitungannya didasarkan pada perputaran matahari. Walaupun usianya lebih kuno daripada penanggalan Islam, tahun Naoruz masih baru memasuki angka 1387 karena juga berpatokan pada hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Medina.

Penanggalan Persia ini menjadi kalender resmi di Iran dan Afghanistan. Walaupun kalendernya sama, nama-nama bulan di kedua negara ini berbeda. Nama-nama bulan dalam kalender Iran berasal dari tradisi Zardusht (Zoroaster), sedangkan di Afghanistan berasal dari nama horoskop dalam bahasa Arab. Bulan pertama disebut Hammal di Afghanistan dan Farvardin di Iran.

Cara memperingati Naoruz pun berbeda. Saya pernah berada di Iran menjelang Naoruz ketika keluarga-keluarga sibuk menghias rumah mereka, menyiapkan bahan-bahan yang semuanya berawalan huruf ‘s’ (haft sin), peringatan hari Rabu malam dengan petasan, pulang kampung, dan sebagainya.

Di Afghanistan, puncak perayaan itu berada di kota Mazar Sharif, ketika orang berbondong-bondong ke makam suci Hazrat Ali untuk menantikan turunnya mukjizat. Orang Afghan pun punya kebiasaan mengumpulkan tujuh macam buah (haft mewa).

“Apa itu haft mewa?” tanya teman saya orang Pashtun, “saya sama sekali tidak pernah dengar itu.” Orang-orang Pashtun kawan saya berasal dari timur Afghanistan dan sangat anti terhadap hal-hal yang berbau kebudayaan Persia. “Kebiasaan-kebiasaan macam itu bukan Islam.”

Taliban, yang juga suku Pashtun, pernah melarang perayaan Naoruz karena alasan tidak Islami. Ketika Taliban jatuh, orang kembali merayakan Naoruz di Mazar. Tahun 2002 Mazar dibanjiri lebih dari sejuta peziarah.

Berbeda dengan orang Tajik yang menganggap Naoruz lebih dari aspek religiusnya (walaupun sama sekali bukan tradisi Islam), kawan-kawan Pashtun ini datang dari Kabul ke Mazar hanya untuk berlibur.

Di malam hari, mereka bersenang-senang dengan menari atan. Atan mulanya adalah tarian perang bangsa Pashtun, tapi sekarang menjadi tarian wajib di acara pernikahan, dan juga acara bahagia seperti perayaan Naoruz. Para penari mengelilingi sebuah lingkaran, kemudian mereka berputar mengikuti lingkaran itu lambat-lambat. Semakin lama, musik tetabuhan semakin cepat, dan gerakan memutar lingkaran itu pun semakin cepat. Mereka menari dengan mengepakkan tangan, berputar, menjentikkan jari, bertepuk tangan, bersahut-sahutan, melompat, semakin lama semakin cepat, semakin ramai.

Malam ini sungguh susah tidur. Karena tamu-tamu di kamar sebelah hotel ini semua menari Atan. Lantai hotel sampai berguncang-guncang karena para penari Atan melompat-lompat. Belum lagi sahut-sahutan dan tepuk tangan, juga musik tetabuhan yang tak takluk oleh pekatnya malam.

Tengah malam, keriangan dan peluh ini tenggelam dalam gelap dan sepi. Saya tertidur, siap menyambut datangnya Naoruz esok hari.

Leave a comment

Your email address will not be published.


*