Recommended

Abad Emas

Garis Batas 93: Histeria

Penuh sesak (AGUSTINUS WIBOWO) Sepeninggal Sang Pemimpin Agung, kehidupan di negeri Turkmenia perlahan-lahan kembali seperti sedia kala. Pengganti Turkmenbashi, Gurbanguly Berdimuhammedow, menjanjikan perubahan besar-besaran. Orang Turkmen sudah terbiasa dengan kehidupan macam ini bertahun-tahun. Tak ada yang mengharap perubahan drastis. Ruhnama masih tetap menjadi bacaan wajib, dan foto Turkmenbashi masih menjadi emblem semua saluran televisi. Turkmenistan, masih menjadi negerinya Turkmenbashi. Tetapi bayang-bayang Sang Turkmenbashi, tiga bulan setelah kematiannya, masih terlalu kuat. Foto-foto Gurbanguly perlahan-lahan mengisi sudut-sudut kota, dengan wajah, sorot mata, ekspresi, dan emosi yang mirip pendahulunya. Gurbanguly mungkin juga akan menjadi Turkmenbashi jilid II. Siapa tahu? Lima belas tahun telah membuat sebuah dunia Turkmenia, yang khas Turkmen dan hanya ada di Turkmenistan. Sebuah dunia utopia penuh fantasi yang tak akan pupus begitu saja sepeninggal Sang Pemimpin. Hari ini, dengan berat hati saya harus meninggalkan Kota Cinta Ashgabat, meninggalkan semua kenangan indah tentang kota antah berantah yang diciptakan oleh Sang Pemimpin. Kontras-kontras kehidupan yang sama sekali berlawanan tiba-tiba saja terpampang di hadapan saya. Sisi kehidupan berbeda yang diciptakan oleh Pemimpin yang sama. Hiruk pikuk lautan manusia yang memenuhi stasiun kereta Ashgabat sore ini. Mulai dari bisik-bisik, tangisan, hingga pekik lantang, semua terdengar bercampur baur mengisi [...]

October 22, 2013 // 5 Comments

Garis Batas 90: Berzengi

Berzengi dan segala mukjizatnya (AGUSTINUS WIBOWO) Di bagian selatan Ashgabat, sebuah dunia surealis menebar nuansa misterius negeri antah berantah. Gedung-gedung tinggi dari pualam putih berjajar megah, tetapi tak ada manusia yang menghuni. Jalan raya beraspal mulus membentang amat lebar, tetapi tak nampak mobil yang melintas. Monumen-monumen megah berdiri, merayakan kegemilangan negeri, di tengah kelengangan alam yang tiada banding. Taman-taman hijau menghampar, gemericik air mancur mengalun sendiri di tengah sunyi dunia. Inilah Berzengi, tempat keajaiban tingkat dunia muncul satu per satu. Inilah Berzengi, tempat bulu kuduk saya berdiri di sebuah dunia aneh yang kosong dan hampa ini. Berzengi adalah sekelumit wajah Turkmenistan yang pertama kali saya intip ketika datang dari Iran dulu. Dalam bis kota modern yang harga tiketnya mendekati gratis, saya terpesona oleh barisan gedung-gedung tinggi dan baru, dengan cita rasa arsitektur entah dari zaman apa. Kekaguman saya juga mengantarkan senyum kebanggaan di wajah Rita, seorang pegawai perbatasan, yang mengagung-agungkan kehidupan di negeri utopis Turkmenistan. Setelah beberapa hari di Ashgabat, saya kembali ke Berzengi, mengagumi barisan gedung-gedung raksasa nan bisu ini.  Gedung-gedung pualam megah berbaris di tengah sepi (AGUSTINUS WIBOWO)   Berzengi adalah jalan panjang yang membentang ke arah pegunungan Kopet Dag di selatan, yang membatasi negeri ini dengan Iran. [...]

October 17, 2013 // 6 Comments

Garis Batas 89: Disneyland

Dunia Fantasi di Turkmenistan (AGUSTINUS WIBOWO) Negeri fantasi ini pun menciptakan sebuah Dunia Fantasi … “Wahai generasi Abad Emas, engkau adalah manusia-manusia yang paling berbahagia!”   Turkmenbashi yang Agung bersabda, tertulis dengan tinta emas di pintu gerbang sebuah taman bermain, mengingatkan keberuntungan tiada tara putra dan putri Abad Emas, masa depan Turkmenistan. Dunia Dongeng Turkmenbashi, demikian nama taman penuh imajinasi dan fantasi ini, mengantar pengunjung ke dunia syahibul hikayat Turkmenia, salah satu proyek maha besar sang pemimpin untuk merayakan 15 tahun perjalanan hidup Turkmenistan menyongsong Abad Emas. Tetapi penduduk Ashgabat lebih sering menyebut tempat ini dengan nama yang lebih keren – Turkmen Disneyland. Pintu gerbang berwarna putih pualam berdiri megah, di hadapan barisan bendera Turkmenistan yang berkibar-kibar penuh gairah. Kota Ashgabat adalah salah satu kota yang hampir setiap hari berganti wajah. Gedung-gedung baru dari pualam bermunculan dalam sekejap malam. Semuanya seperti sihir penuh kejutan. Dan salah satu kejutan terakhir Turkmenbashi yang menggemparkan seluruh negeri dan jagad raya adalah  taman Disneyland ini. Lupakan Donal Bebek dan Miki Tikus, juga Sinderela dan tujuh kurcaci. Turkmenistan bukan tempat bagi mereka. Di sini, yang mengisi mimpi bocah-bocah Turkmen, generasi mendatang di Abad Emas, semuanya berasal dari hikayat-hikayat dan khasanah kesusastraan Turkmen yang tiada bandingnya [...]

October 16, 2013 // 2 Comments

Garis Batas 88: Jejak Soeharto

Pasar permadani di Tolkuchka Bazaar(AGUSTINUS WIBOWO) Siapa sangka di negeri yang penuh dengan patung-patung sang Pemimpin Agung yang selalu ingin dipuja setiap detik, saya menemukan jejak mantan presiden kita, Bapak Pembangunan Soeharto, tersembunyi di sebuah sudut pasar. Ashgabat adalah kota yang banjir semboyan. Saya sudah hapal di luar kepala apa itu ‘Ruhnama Jalan Hidup’ dan bahwa ‘Turkmenistan Selalu Merdeka dan Netral’. Saya sudah hapal lekuk-lekuk tubuh dan raut wajah Turkmenbashi. Dan saya tak perlu diingatkan lagi bahwa sekarang kita hidup dalam ‘Abad Emas’. Saya memunguti serpihan-serpihan masa lalu saya dari wajah kota Ashgabat. Saya teringat akan Penataran Pancasila dan jargon-jargon masa lalu seperti era tinggal landas, adil dan makmur, gerakan non-blok, dan semboyan-semboyan penuh kebanggaan sebagai bangsa yang merayakan Indonesia Emas di bawah ‘petunjuk‘ sang nahkoda, Bapak Pembangunan. Mungkin Turkmenistan memang negeri antah berantah yang penuh keajaiban. Tetapi kehidupan di sini bukan hal yang asing sama sekali bagi orang Indonesia. Di pinggiran kota Ashgabat, sekitar delapan kilometer dari pusat kota, ada sebuah pasar kuno yang termashyur di seluruh penjuru Asia Tengah. Pasar ini bernama Tolkuchka Bazaar, yang dalam bahasa Rusia berarti ‘Pasar Tarik’. Mengapa namanya demikian, saya pun tak tahu pasti. Tetapi yang jelas, setiap hari Minggu Tolkuchka Bazaar menjadi [...]

October 15, 2013 // 14 Comments

Garis Batas 87: Baju Indah

Pelajar Turkmen dengan pakaiannya yang indah (AGUSTINUS WIBOWO) Saya masih terkesima dengan pemuda dan pemudi Turkmen yang semuanya berbaju rapi, indah, dan penuh pesona. Apakah ini bagian wajib dari sebuah Abad Emas? Jeyhun adalah seorang mahasiswa teknik mesin di sebuah universitas di Ashgabat. Namanya berarti Sungai Amu Darya, sungai besar yang disebut-sebut sebagai tempat lahirnya peadaban Asia Tengah. Kampung halaman Jeyhun sebenarnya berada di Uzbekistan, di kota kecil Karakul di selatan Bukhara. Tetapi sekarang keluarganya tinggal di kota Turkmenabat, persis di seberang pintu gerbang Uzbekistan. Mahasiswa yang satu ini berpakaian sangat parlente. Kemejanya putih bersih. Dasinya pun berpadu serasi. Yang bikin mana tahan adalah jas hitamnya yang lembut dan gagah. Celana panjangnya pun hitam mengkilap. Tak lupa sepatu hitamnya yang terus-menerus bercahaya. Tak tampak seperti orang Turkmen? Masih ada tahia, topi bundar, tipis, mungil berhiaskan noktah-noktah berwarna kuning dan merah teronggok miring menutupi ubun-ubun di puncak kepalanya. Bukankah berpakaian seperti ini menghabiskan biaya? Harga jas yang berkualitas bagus seperti ini harganya mulai dari 40 dolar sampai 100 dolar. Sangat mahal untuk ukuran mahasiswa. “Tidak masalah,” kata Jeyhun, seorang mahasiswa dari Turkmenabat yang belajar di Ashgabat, “semua orang jadi kelihatan bagus. Para pelajar di sini sangat cantik dan tampan. Tak ada [...]

October 14, 2013 // 4 Comments

Garis Batas 86: Puja dan Puji

Puja bagi Ruhnama (AGUSTINUS WIBOWO) Taman Abad Emas Saparmurat Turkmenbashi yang Agung, nama tempat di mana segala puja dan puji terhadap Sang Pemimpin Besar dipanjatkan setiap minggu, disiarkan secara langsung ke seluruh penjuru negeri oleh televisi negara. Inilah altar pemujaan, yang sepeninggal Sang Pemimpin masih terus melantunkan nyanyian pujian ke angkasa raya. Hari Sabtu dan Minggu sore, taman ini selalu ramai dikerumuni orang. Letaknya di hadapan patung emas Turkmenbashi yang gagah berdiri menyibakkan jubah. Dengan berbekal kamera saya mencoba menyelinap ke tengah kerumunan itu. Tahu-tahu saya diciduk polisi. “Hei, kamu! Mau ke mana?” Saya jawab mau ikut konser. Si polisi tambah curiga, menhardik, “Kamu dari kelas mana? Grup mana?” tanya polisi yang satunya. Kelas? Grup? Waduh, saya kan orang asing yang menyelundup, kok ditanya grup dan kelas. Kedua polisi itu mulai mengancam akan menjebloskan saya ke penjara. Nada-nadanya para pegawai kecil ini ingin mempertunjukkan kekuasaannya. Saya hanya ikut permainan mereka, tersenyum-tersenyum kecil, dan terus memohon-mohon. Ketika mereka lengah saya berhasil menyelinap ke kerumunan orang ramai ini. Sekarang baru saya sadar mengapa polisi-polisi itu mencegat saya. Semua orang yang datang ke tengah kerumunan ini berpakaian hampir sama. Para prianya mengenakan kemeja, dasi, jas hitam kualitas tinggi, dan topi tradisional berbentuk bundar [...]

October 11, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 85: Bukan Emas Tulen

Melewatkan kebosanan di taman. (AGUSTINUS WIBOWO) Abad emas menyelimuti seluruh penjuru negeri Turkmenistan. Patung-patung emas berdiri menyambut datangnya era baru, lengkap dengan slogan, semboyan, motto, dan berbagai ragam jargon. Altyn Asyr, Abad Emas, apa pun namanya, kini menjadi salah satu frase yang paling banyak disebut-sebut di negeri ini. Bicara soal Abad Emas, Marat sama sekali tidak antusias. Marat yang penduduk asli Ashgabat malah bosan dengan hidupnya yang biasa-biasa saja dan terus datar tanpa perubahan. Umurnya baru dua puluhan, tetapi wajahnya sudah nampak tua sekali. Mungkin karena kebosanan luar biasa setiap hari kerut-kerut baru muncul di wajahnya.  “Turkmenistan ini sama sekali bukan tempat untuk bekerja,” keluhnya, “tidak ada uang di sini.” Pekerjaannya sebagai tukang cuci mobil. Sekali mencuci mobil, pendapatannya berkisar antara 30.000 hingga 40.000 Manat. Tidak terlalu kecil sebenarnya, cukup untuk membeli selembar tiket pesawat terbang domestik atau setengah piring nasi plov di pasar. Tetapi masalahnya tak banyak mobil yang bisa dicuci di ibukota kecil ini. Apalagi sudah berapa hari ini hujan turun terus. Tuhan telah memberikan layanan cuci mobil gratis kepada para pemilik mobil, tetapi Marat berteriak kehilangan sumber pemasukan. “Masih jauh lebih baik Uzbekistan. Orang-orang di sana lebih cerdas dan pintar, tahu bagaimana caranya mencari uang,” keluhnya lagi. [...]

October 10, 2013 // 1 Comment

Garis Batas 82: Utopistan

Dua dunia (AGUSTINUS WIBOWO) Mendung bergelayut di langit Ashgabat. Hujan turun rintik-rintik. Perumahan kuno tempat saya tinggal sudah menjadi lautan lumpur. Tempat ini tepat berada di belakang gedung-gedung marmer pencakar langit yang dibangun oleh Turkmenbashi, dengan cita rasa yang penuh tanda tanya. Hanya menyeberang gang ke jalan utama, meninggalkan kumuhnya rumah-rumah kuno, saya sudah kembali ke dunia Turkmenistan yang dibangun oleh Turkmenbashi. Dalam bahasa Turkmen, Turkmenbashi artinya ‘Pemimpin orang Turkmen’. Mirip-mirip gelar Kemal Ataturk, sang pembaharu Turki, yang artinya ‘Bapa orang Turki’. Di negeri ini, itulah nama yang tidak boleh kita lupakan, karena dialah seluruh roh dan jiwa Turkmenistan, pembawa pencerahan dan pembaharuan ke seluruh penjuru negeri dan dunia. Wajah Saparmurat Turkmenbashi, presiden agung yang baru saja meninggal, menghiasi setiap sudut jalan Ashgabat. Gedung-gedung kementrian selalu punya patung emasnya. Siluet wajahnya mengawali setiap slogan dan pesan pemerintah. Semua saluran televisi juga pasti memasang gambar sang Bapa Agung. Belum cukup. Desa, kota, pelabuhan, jalan, bandara, semuanya diganti dengan nama beliau, nama orang tua beliau, juga konsep-konsep agung beliau. Kota pelabuhan Krasnodovsk di pinggir Laut Kaspia sekarang bernama Turkmenbashi. Kota perbatasan Charjou sekarang berjudul Turkmenabat. Kota kecil Kerki sudah menjadi Atamurat, nama ayah Turkmenbashi. Ibundanya, Gurbansoltan Eje, sekarang [...]

October 7, 2013 // 4 Comments

Garis Batas 81: Semua Gratis di Abad Emas

Kompleks istana kepresidenan dengan kubah emas, dibangun oleh perusahaan konstruksi Perancis Bouygues. (AGUSTINUS WIBOWO) Tiga puluh kilometer perjalanan dari perbatasan membawa saya ke Ashgabat, ibu kota Turkmenistan. Ashgabat artinya ‘kota cinta’. Tetapi seperti Tashkent yang bukan tempat mencari batu, saya juga tidak mencari cinta di sini. Ashgabat, dalam benak saya, adalah kota fantasi yang megah di tengah padang pasir luas. Rita, nama wanita ini, yang mengantar saya naik bus kota menuju pusat Ashgabat. Umurnya sekitar empat puluh tahunan, bekerja sebagai pegawai imigrasi di perbatasan. Warga keturunan Rusia. Rambutnya pirang, hidungnya mancung, matanya biru. “Berapa harga karcisnya?” saya bertanya.             “Lima puluh manat,” jawab Rita.             “Lima puluh ribu manat?” saya belum yakin.             “Bukan. Bukan lima puluh ribu. Lima puluh. Hanya lima puluh Manat,” dia menyimpan sebuah senyuman di wajahnya. Lima puluh manat. Dua puluh rupiah, harga karcis bis kota di ibu kota negeri Turkmen. Rita mengerti keheranan saya. Dan itu justru membuatnya bangga. Dengan sukarela Rita membayarkan karcis saya, yang masih kebingungan karena tidak punya uang kecil. “Di sini, semuanya gratis – air, listrik, gas, layanan kesehatan. Semuanya. Kami memang tidak punya uang. Tetapi semuanya gratis. Kami tidak perlu banyak uang untuk hidup.” [...]

October 4, 2013 // 2 Comments