Recommended

air

Titik Nol 197: Menanti Mimpi Menjadi Nyata

Kekra, kendaraan di gurun pasir, akhirnya datang selelah sekian lama dinanti-nantikan (AGUSTINUS WIBOWO) Subuh. Adzan mengalun merdu dari masjid mungil bertembok lempung di dusun Ramsar, di pedalaman gurun Thar. Lantunan lembut mengawali pagi yang masih gelap gulita. Tak perlu pengeras suara, tak perlu teriak-teriak. Alunan adzan ini menyejukkan kalbu. Sang imam adalah pria tinggi bertubuh kurus dan berkumis lebat, berjubah dan bersarung. Umatnya tak banyak. Orang masih sibuk memikirkan perut yang keroncongan dan kerongkongan yang kekeringan. Sebuah hari baru pun bermula lagi di Ramsar. Nenek-nenek tua memulai kegiatan setiap pagi, mengaduk-aduk ampas gandum dengan air. Bocah-bocah menggembalakan sapi dan kambing ke tengah jungle. Ibu-ibu membikin roti chapati. Jamal bersiap mandi. Ritual mandi Jamal sangat sederhana. Airnya cuma dua timba kecil. Itu sudah termasuk mewah. Jamal suka mandi tiap hari, tetapi karena sekarang air sedang langka, biasanya cuma dua hari sekali. Anak-anaknya malas mandi. Semua kumal dan kotor, karena tiap hari cuma bermandi debu dan pasir. Sehabis mandi, roda kehidupan desa ini kembali bergulir ke monotonnya padang gersang. Angin menerbangkan debu-debu, mengisi sudut-sudut kerongkongan. Masih pasang-pasang kaki yang sama, masih tak beralas, menggesek pasir-pasir lembut, menyusuri jalan panjang mencari air. Masih kambing-kambing yang sama, mengembik meratap, mencari serpihan biji-bijian yang tersisa [...]

May 26, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 195: Air

Berjalan mencari air (AGUSTINUS WIBOWO) Gemerincing puluhan gelang wanita-wanita Hindu memecah kesunyian padang gurun. Masing-masing kepala mereka menyangga sebuah kendi tanah liat yang menganga lebar. Kaki telanjang menyeret-nyeret di atas pasir lembut gurun Thar yang membakar. Ini adalah perjalanan maha penting –  perjalanan mencari air. Dusun Ramser milik umat Hindu tersembunyi di balik gunung pasir, terpisah dari dusun Muslim. Kumpulan chowra bundar yang sama, bertudung rumput, membercaki kegersangan gurun, tersebar dalam kelompok-kelompok rumah sederhana yang dipagari dalam pekarangan-pekarangan. Beberapa tembok rumah bergambar dekorasi primitif berwujud flora atau fauna, sapi dan kambing – dekorasi makhluk hidup yang tidak dijumpai di rumah-rumah Muslim. Sedangkan sapi-sapi sungguhan, bertubuh kurus kering hingga nampak gamblang tulang belulangnya, berjemur santai di atas lautan pasir, menghabiskan hari-hari yang membosankan. Jaglo, seorang dokter, mengundang saya ke dalam rumahnya. Isinya mirip sekali dengan otagh tempat saya menginap kemarin malam di desa Muslim. Kosong melompong. Ada beberapa kasur kecil, piring makan, cermin, foto-foto kakek moyang, dan gambar-gambar dewa Hindu. Itu saja. Gambar-gambar dewa, mulai dari Syiwa yang berwarna biru sampai kera Hanuman berbibir merah tebal, tertempel rapi di sudut kamar. Ini adalah altar untuk puja. Walaupun miskin dan masuk kasta terendah, orang sini tak pernah lalai memanjatkan puja. Dewa-dewi dan [...]

May 22, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 88: Paniwala

Kakek Mamohan (AGUSTINUS WIBOWO) “Hari Om, Ashok, Hari Om, Lilavati” kakek Mamohan menyapa. Jenggot putih menghiasi wajah tuanya. Kami berdua masuk ke padepokannya yang sederhana di pertigaan jalan, di bawah rindangnya pohon besar. “Hari Om…. Ramram…” saya membalas sapanya. Kemarin Kakek Mamohan memberi nama Hindu bagi kami berdua. Ashok buat saya dan Lilavati buat Lam Li. Ashok, atau dalam bahasa Indonesia disebut Ashoka, adalah nama raja besar India dari Dinasti Maurya, berkuasa abad kedua Sebelum Masehi. Roda Chakra dan Singa Ashoka dijadikan lambang negara dan bendera Republik India modern. “Ashok, benar-benar nama yang indah,” saya berterima kasih padanya. Kendi demi kendi air berjajar rapi di halaman. Kakek Mamohan sendiri yang mengisi kendi air itu. Air jernih dan menyegarkan tersedia bagi siapa pun yang melintas. “Kakek Mamohan, berapakah yang harus dibayar orang yang minum air ini?” saya bertanya. “Kuch nehi. Tidak sama sekali. Air ini tersedia cuma-cuma,” ia menjawab dengan perlahan, tenang, elegan. Air ini adalah perlambang cinta dan pengabdian. Kakek Mamohan adalah seorang paniwalla. Pani artinya air, dan walla adalah akhiran bahasa Hindi untuk menyebut orang. Tukang air biasanya duduk dengan tenang di sudut jalan Rajasthan dengan kendi di tangan mereka. Air mengucur dari leher kendi siap diguyurkan ke tenggorokan [...]

September 24, 2014 // 0 Comments