Recommended

Alichur

Garis Batas 17: Padang Gembala

Anak-anak Kirghiz bermain di dekat truk Kamaz. (AGUSTINUS WIBOWO) Semalam di Alichur, tidur di dalam stolovaya, di atas lantai dingin dan dibungkus selimut tebal yang kotor, mungkin bukan idaman semua petualang. Supir-supir truk yang tidak saya kenal dan saya ingat wajahnya, kecuali satu dua orang saja, tidur berjajar seperti ikan yang digelar di pasar. Dalam kegelapan total, suara dengkuran sahut menyahut, seakan bersaing dengan lolongan anjing-anjing gembala di luar sana. Tak bisa tidur, saya membuka mata. Yang terlihat hanya hitam. Tiba-tiba sebuah tangan merangkul saya. Di warung yang sempit ini memang tidak banyak tempat. Saya berbagi tikar dan selimut dengan Dudkhoda, pria Tajik yang menjadi teman bicara saya. Tak tahu apa artinya pelukan ini. Mungkin dia sudah pulas. Tapi, tidak terdengar dengkuran dari mulutnya. Ada hembusan napas yang lebih cepat dari biasanya. Saya diam saja. Tiba-tiba telapak tangan asing itu meraba-raba tubuh saya. Aduh, apa lagi ini? Bau vodka tercium kuat. Dudkhoda tidak sedang tidur lelap. Sepertinya ia butuh sesuatu untuk pelampiasan hasratnya. Suara dengkuran supir-supir Kirghiz masih bersahutan tanpa henti, seperti konser orkestra. Perjuangan Dudkhoda pun tidak pernah berhenti. Berkali-kali saya mengembalikan tangan itu ke tempat yang seharusnya. Berkali-kali pula tangan itu mendarat lagi di atas tubuh saya. Malam [...]

June 9, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 16: Semalam di Alichur

Alichur, Kota Gembala di Pengunungan Pamir (AGUSTINUS WIBOWO) Di antara semua kesusahan hidup di Tajikistan, yang paling berat adalah transportasi. Langar memang sangat terpencil. Letaknya bukan di jalan utama, sehingga dalam sebulan mungkin hanya ada satu kendaraan saja yang lewat. Saya ingin meneruskan perjalanan ke utara, menuju Pamir Highway yang menghubungkan Tajikistan dengan Kyrgyzstan, negara tujuan saya berikutnya. Tetapi menunggu satu bulan di Langar tentu saja bukan pilihan. Visa Tajikistan, yang saya beli dengan harga 250 dolar di Kabul, hanya memberi saya ijin tinggal satu bulan. Khalifa Yodgor memang orang baik. Tahu kesulitan saya, ia membantu mencarikan saya kendaraan yang akan membawa saya melanjutkan perjalanan. Pemilik mobil yang satu ini memang sudah lama menganggur. Tahu saya ingin ke Alichur, dia langsung mengeluarkan sederetan hitung-hitungan yang membuat kepala saya pening. “Jarak Langar ke Alichur 120 kilometer. Pergi pulang 240 kilometer. Naik turun gunung, 1 liter bensin cuma untuk 3 kilometer. Kamu paling tidak harus memberi 80 liter bensin.” “Bisa bayar tidak pakai uang?” “Terserah kamu, mau bayar pakai bensin atau bayar pakai uang?” Apakah dia menganggap saya sebagai suplier bensin yang selalu membawa 80 liter bensin ke mana-mana? Atau memang di sini, di mana BBM langka sampai harganya mencekik leher, bensin [...]

June 9, 2013 // 1 Comment