Recommended

biryani

Titik Nol 163: Barat dan Baran

Menanti datangnya barat (AGUSTINUS WIBOWO) Vicky terbilang rajin mengunjungi kamp sukarelawan kami, sudah menjadi kawan akrab kami hampir setiap hari. Kemarin, di bawah guyuran hujan gerimis, Vicky datang menyampaikan undangan pernikahan seorang kerabatnya. Sudah beberapa hari pegunungan Kashmir dilanda sapuan hujan lebat dan gemuruh tanah longsor. Tetapi hari ini matahari terik bersinar. Gunung-gunung Kashmir mulai berdandan dengan selimut hijau. Musim semi telah tiba, diawali hujan yang memunculkan kembali segarnya rumput dan pohon. Langit biru cerah. Benar-benar hari yang indah untuk melangsungkan pernikahan. Bersama beberapa kawan sukarelawan, kami menuju ke tempat perhelatan pernikahan. Vicky dan beberapa sepupunya yang masih kecil-kecil sibuk menata kursi di tanah lapang yang dipenuhi bongkah batu. Seperti layaknya daerah pasca gempa, lokasi acara pernikahan kali ini pun tak jauh dari puing-puing dan tenda. Lihat saja dapurnya. Tungku api dinyalakan di atas puing-puing batu. Entah rumah siapa yang pernah ambruk di sini. Dua tongkat kayu menyokong selapis atap seng, melindungi masakan yang baru matang. Di dapur terbuka ini semua orang sibuk. Dua juru masak membikin nasi biryani di panci berukuran raksasa. Di Kashmir, nasi adalah menu wajib untuk acara besar seperti pernikahan, perkabungan, tahlilan, dan sebagainya. Panci satunya untuk memasak daging sapi, diiris kecil-kecil dan diaduk dalam adonan [...]

April 8, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 158: Keluarga Haji Sahab

Keluarga Haji Sahab (AGUSTINUS WIBOWO) Masih ingat Pak Haji, atau Haji Sahab, yang meninggal di hari kedatangan saya di Noraseri? Rumah duka itu kini sudah mulai menampakkan keceriaan di tengah masa perkabungan. Terlahir sebagai Sayyid Karim Haider Shah Kazmi, almarhum Pak Haji pernah tinggal selama 38 tahun di Saudi Arabia. Ia bekerja, menetap, dan menikah di sana. Istrinya orang Arab. Selama di tanah suci, Karim Haider sudah menunaikan ibadah haji tujuh kali. Karena itu begitu pulang, ia dikenal oleh penduduk kampung Noraseri sebagai Haji Sahab. Orang desa menyebut keluarga ini sebagai Arabwallah, orang Arab. Pak Haji punya delapan anak. “Sebenarnya waktu itu kami sudah punya satu anak laki-laki,” kata Bu Haji, “tetapi Haji Sahab ingin satu putra lagi. Tetapi Allah berkehendak lain. Anak-anak berikutnya, sampai anak kedelapan, semua perempuan.” Bu Haji, atau Bari Amma (nenek besar) berusia lima puluhan, berkulit gelap seperti orang dari propinsi Baluchistan di selatan sana. Raut mukanya tenang, tak banyak bicara. Pakaiannya adalah shalwar kamiz sederhana dengan dupata yang berfungsi sebagai kerudung sekaligus penutup dada. Saya sempat tak percaya bahwa Bari Amma ini orang asing. Ketika baru datang dari tanah Arab dulu, bahasa Urdunya katanya tak jauh berbeda dengan bahasa Urdu saya yang amburadul, tetapi sekarang [...]

April 1, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 157: Majlis di Noraseri

Majlis di atap rumah (AGUSTINUS WIBOWO) Ternyata bukan hanya di Muzaffarabad saja Chehlum diperingati. Bahkan di desa terpencil Noraseri, di atap rumah yang hampir ambruk, di hadapan gunung agung Nanga Parbat, orang-orang dengan takzim mendengar ceramah suri tauladan Imam Hussain. Farman Shah, seorang penduduk desa terpandang, mengundang saya untuk mengikuti peringatan Chehlum yang diadakan di rumahnya, tepat pukul 1 siang. Seorang lelaki bernama Tajjamal khusus diutus untuk menemani saya yang masih di Muzaffarabad. Pria ini berkumis, berjenggot, dan bercambang lebat. Sebenarnya masih muda, tetapi karena rambut-rambut di wajahnya, jadi kelihatan tua sekali. Perjalanan ke Noraseri dengan angkutan umum ternyata tidak mudah. Kami berdua sempat ganti kendaraan tiga kali. Yang pertama saya harus berdiri bergelantungan di luar mobil Suzuki, dengan kedua tangan memegang erat-erat tiang besi supaya tidak jatuh. Ini sebenarnya sudah lazim kalau berjalan-jalan di Pakistan. Tetapi jalanan Kashmir bergunung-gunung, berlubang dan bergerunjal. Berapa kali saya terlompat, belum lagi wajah saya diraupi debu jalan. Sungguh tidak nyaman. Saya bertanya kepada Tajjamal tentang Aliwallah yang merayakan Ashura dan Chehlum. “Hai. Saya juga Aliwallah, karena saya juga cinta Ali. Bukan hanya orang Syiah saja yang Aliwallah. Semua orang yang mencintai Ali, termasuk Sunni, juga disebut Aliwallah.” Tajjamal, sebagaimana kebanyakan orang Sunni di [...]

March 31, 2015 // 0 Comments