Recommended

darah

Titik Nol 198: Karachi

Mausoleum Mohammad Ali Jinnah, Bapa Pendiri Pakistan, adalah lanmark Karachi (AGUSTINUS WIBOWO) Karachi, inilah kota terbesar di Pakistan. Inilah salah satu urutan atas kota terbesar di muka bumi. Di sinilah belasan juta manusia Pakistan tumpah ruah, segala macam etnis dan agama campur aduk. Di sinilah segala kebanggaan bangsa, gemilang sejarah, bercampur dengan bau busuk gunung sampah dan sungai tercemar. Perjalanan dengan bus melintasi gurun pasir membawa saya kembali dari dunia Thar ke alam Pakistan. Begitu meninggalkan Umerkot, bus tak henti memutar acara khotbah pengajian dan lantunan syair maatam yang membawa suasana kesedihan Ashura. Penumpang bus, kebanyakan perempuan Hindu dengan sari dan kalung hidung ukuran besar, sama sekali tidak ada yang protes. Karachi, walaupun sudah bukan ibu kota Pakistan lagi, masih memegang kendali sebagai pusat perekonomian negeri ini. Kota pelabuhan ini masih menjadi hub perdagangan internasional dan gerbang utama masuknya komoditi ke seluruh Pakistan. Siapa yang tak terkesima oleh ukuran kota yang sudah masuk kategori megapolitan ini? Siapa yang tak takjub melihat modernitas arsitektur kuburan Muhammad Ali Jinnah – sang Bapak Pendiri Pakistan, sang Quaid-e-Azam (Pemimpin Yang Agung)? Di mana lagi di Pakistan kita bisa melihat hiruk pikuk orang seramai di kota ini, dengan luas sebesar ini, dengan gedung tinggi dan [...]

May 27, 2015 // 3 Comments

Titik Nol 187: Minoritas

Umat Nasrani melaksanakan misa di girjah – tempat berjatuh (AGUSTINUS WIBOWO) Minggu, 28 Oktober 2001, pukul 9 pagi kurang sedikit, jemaat Kristen Protestan baru saja mengakhiri kebaktian. Bapak pendeta melangkah keluar, diikuti oleh umatnya yang berbaris untuk bersalaman dan menerima pemberkatan. Tiba-tiba, dua orang tak dikenal menyergap melalui pintu gerbang. Mereka memuntahkan peluru dari bedil otomatis. Mayat bergelimpangan. Darah mengalir di mana-mana. Enam belas orang meregang nyawa. Ini terjadi di Bahawalpur di jantung propinsi Punjab. Teror berdarah pertama yang ditujukan bagi minoritas Kristen sejak puluhan tahun silam. Namun ini bukan yang terakhir. Hingga saat ini, umat Nasrani di kota ini masih dicekam ketakutan dan trauma. Gereja Katolik Santo Dominic, terletak di pusat kota Bahawalpur, langsung menjadi sorotan dunia. Dulu umat Protestan juga beribadah di sini, tetapi setelah tragedi itu mereka menggunakan gereja sendiri. Setiap misa di Gereja Santo Dominic juga dikawal polisi bersenjata, untuk menghindari serangan lainnya. Saya sangat tercengang melihat interior gereja ini. Sangat sederhana. Hanya ada tiga bangku panjang di kanan untuk laki-laki dan tiga lainnya di kiri untuk jemaat perempuan. Tempat yang disediakan bagi sebagian besar jemaat adalah permadani yang terhampar. Jemaat beribadah dengan bertekuk di atas lutut, menjatuhkan diri di hadapan Tuhan. Ini sesuai dengan arti [...]

May 12, 2015 // 0 Comments

Titik Nol (156): Mandi Darah

Zanjir terayun (AGUSTINUS WIBOWO) Darah segar mengaliri punggung bocah-bocah kecil belasan tahun ini. Beberapa tetes terciprat ke wajah dan pakaian saya. Semua orang hanyut dalam nuansa perkabungan, peringatan empat puluh hari wafatnya Imam Hussain dalam perang Karbala. Sepuluh Muharram tahun 61 Hijriyah, atau 680 Masehi, Hussain bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad S.A.W, gugur dalam pertempuran di perang Karbala melawan khalifah Yazid. Lebih dari 1300 tahun berselang, umat Syiah di Pakistan memperingati peristiwa itu dengan bermandi darah. Saya didampingi seorang pria tua berjenggot lebat yang mengaku sebagai petugas lapangan acara peringatan Chehlum hari ini. Pak tua bukan hanya memberi tahu saya harus ke mana dan meliput apa, malah masih membantu saya memanjat tembok dan pagar untuk mendapatkan angle yang bagus untuk liputan prosesi akbar ini. Pelataran masjid Syiah Muzaffarabad dipenuhi oleh pria yang berbaris bersaf-saf, berhadap-hadapan. Mereka semua bertelanjang dada atau berkaus kutang putih. Bersamaan, mereka mengayunkan lengan kanan tinggi-tinggi, kemudian dilecutkan ke dada masing-masing dengan keras. Plak..! Kemudian lengan kiri diangkat, dipukulkan dengan kencang ke dada. Plak…! Berulang-ulang, bertalu-talu. Gemuruh pukulan serempak di dada ratusan orang berhamoni bak musik pengiring. Kadang lembut dan lambat, kadang cepat dan penuh histeria. Orang-orang ini seakan tersihir dalam maatam, memukuli dada [...]

March 30, 2015 // 2 Comments

Titik Nol 155: Para Pengikut Ali

Mengikatkan bendera (AGUSTINUS WIBOWO) Suasana kesedihan menggelayut di Muzaffarabad. Para pria serempak memukuli dadanya. Anak-anak menyambitkan pisau tajam. Darah di mana-mana. Empat puluh hari yang lalu, 10 Muharram, adalah hari yang paling sedih sepanjang tahun. Ratusan orang berkumpul di lapangan, menangis bersama-sama, memukuli diri, dan menyambitkan rantai pisau sambil meratap. Darah segar mengalir, tetapi sama sekali tidak menghalangi jalannya upacara. Bulan Muharram adalah bulan penuh kesedihan. Warna hitam bertabur di seluruh pelosok kota. Lengang, karena tidak ada yang menyalakan musik lagu-lagu Hollywood. Yang terdengar sekarang adalah lantunan irama maatam, tangan yang menepuk dada berirama sebagai lambang berkambung, dan lagu-lagu yang mengalir melankolis, meratapi kematian Hussain dan kejamnya perang Qarbala. Hari ini, 20 Safar, adalah berakhirnya masa perkabungan yang empat puluh hari itu. Orang Pakistan menyebutnya sebagai Hari Chehlum, dari bahasa Farsi yang artinya ‘hari ke-40’. Bagi umat Syiah, memperingati Chehlum hampir sama pentingnya dengan memperingati Ashura. Walaupun mayoritas penduduk Pakistan menganut sekte Sunni, Chehlum juga diperingati sebagai hari libur nasional. Saya mengunjungi sebuah masjid umat Syiah di pusat kota Muzaffarabad, tidak jauh dari bazaar utama. “Kamu Muslim?” tanya Hamdani, seorang pria tiga puluhan mengenakan shalwar kamiz hitam-hitam, warna perkabungan. Hamdani mengaku sebagai penjaga keamanan upacara peringatan [...]

March 27, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 136: Hancur Lebur

Api di mana-mana (AGUSTINUS WIBOWO) Saya dikeroyok orang-orang yang mulai beringas. Teriakan penuh marah terus bergemuruh. Asap mengepul di mana-mana. Data Darbar diselimuti lautan laki-laki yang membeludakkan semua kekesalan, “Bush anjing! Bush anjing!” bersahut-sahutan membahana. Tiba-tiba tangan saya diseret seseorang. “Ikut saya,” katanya lembut, di tengah keberingasan gerombolan lelaki yang mengepung saya. Pria bertubuh gemuk ini kemudian menghalau orang-orang beringas yang masih berusaha menyerang saya. “Kita ke rumah dulu, yuk,” katanya. Saya mengangguk. Qutbi bukan saja menyelamatkan saya dari kekisruhan, dia masih memberi saya segelas air dingin. Di dalam halaman rumahnya yang sederhana, saya aman. “Kamu pulang saja. Hari ini berbahaya sekali. Semua orang sudah jadi gila,” ia menganjurkan. Saya menggeleng. Qutbi pun tak berdaya dengan kekeraskepalaan saya. Istrinya yang bercadar sekujur tubuh datang membawa sebuah kopiah putih. Qutbi memasangkannya di atas kepala saya. “Sekarang kamu sudah seperti pelajar Muslim,” kata Qutbi, “Orang-orang itu tidak akan mengganggumu lagi.” Saya sangat terharu. Qutbi tidak tega melihat saya turun ke jalan sendirian. Ia menjadi pengawal saya. Saya merasa aman sekali. Kami kembali ke Data Darbar. Orang-orang baru saja bershalat, dan sekarang siap bergerak, melakukan pawai jalanan keliling Lahore. Suasana semakin panas dan kacau. Asap mengepul tinggi dan api berkobar di mana-mana. Di [...]

March 2, 2015 // 2 Comments

Titik Nol 135: Bukan Hari Valentine Biasa

Kerusuhan di depan Data Darbar (AGUSTINUS WIBOWO) 14 Februari 2006. Matahari sudah mulai tinggi di Lahore. Tetapi tak ada hiruk pikuk klakson kendaraan di jalan raya yang biasanya selalu ruwet oleh segala macam kendaraan. Toko sepanjang jalan tutup semua. Bahkan sarapan pun susah. Ada apa ini? “Hartal,” demikian jawab pemilik penginapan tempat saya tinggal. Artinya mogok – acara mogok massal di mana semua toko-toko tutup, semua orang tak bekerja dan mengurung diri di rumah, kendaraan tidak hilir mudik, semua kantor tak beroperasi. Saya ingat hartal adalah salah satu gerakan damai Mahatma Gandhi melawan imperialisme Inggris. Hingga sekarang, acara mogok-mogokan massal ini masih sangat populer di negara-negara Asia Selatan. “Bukan, bukan hartal,” sanggah seorang pemuda pemilik guesthouse tempat menginapnya para backpacker asing, “Kamu lupa? Hari ini kan hari Valentine. Ini hari cinta kasih di Pakistan, dan dirayakan di seluruh negeri. Kamu pergi saja ke taman kota. Di sana kamu melihat pasangan muda-mudi memadu kasih.” Sejak kapan Pakistan merayakan hari Valentine? Tak ayal, saya tetap melangkahkan kaki ke arah taman kota. Jalan raya Mall Road, jalan paling ramai di Lahore, hari ini tampak lengang dan sunyi. Yang bertebaran di mana-mana cuma polisi Pakistan, berseragam coklat abu-abu, membawa tongkat kayu. Demonstrasi damai yang [...]

February 27, 2015 // 2 Comments

Titik Nol 134: Lambang Cinta

Maatam, memukuli dada sendiri melambangkan duka cita yang mendalam (AGUSTINUS WIBOWO) Para pria ini kalap. Mereka memukulkan pisau ke punggung mereka. Berkali-kali, tanpa henti. Darah segar mengalir. Inilah lambang cinta bagi sang Imam Hussain. Ada banyak cara menunjukkan duka cita ketika ditinggal pergi orang yang disayangi. Ada yang menangis berhari-hari. Ada yang berpantang kesenangan selama empat puluh hari. Ada yang mengurung diri, tak mau bicara dengan siapa pun. Ada pula yang menyakiti diri sendiri, untuk menunjukkan kesedihan yang tak terkira. Ratusan pria yang berkumpul di sebuah lapangan di Lahore ini termasuk golongan yang disebut terakhir. Begitu kesedihan mereka mencapai klimaks, lautan massa menangis keras dan suara pukulan-pukulan pada kepala dan dada berlangsung serempak, tamparan-tamparan di wajah sendiri meninggalkan jejak-jejak tangan. Kaum perempuan sudah meledak air matanya di balik cadarnya yang hitam pekat. Tangisan yang tak lagi terbendung mengeringkan kantung air mata, para pria yang bertelanjang dada berebutan menggapai rantai pisau, untuk menunjukkan cinta mereka pada sang Imam yang syahid dalam membela kebenaran. Massa mulai tidak terkendali. Semuanya berdiri dan saling dorong. laki-laki yang bertelanjang dada saling berebutan zanjir, rantai.  Rantai ini berupa rangkaian beberapa bilah pisau berujung melengkung, terikat oleh jalinan rantai logam. Bilah pisau bermata tajam, cukup untuk menyayat [...]

February 26, 2015 // 1 Comment

Titik Nol 133: Ya Hussain

Menangisi penderitaan Hussain (AGUSTINUS WIBOWO) Bulan Muharram membawa kemuraman di seluruh penjuru Pakistan. Seketika, banyak orang berbaju hitam-hitam. Hingar bingar musik dan lagu India tak lagi terdengar. Para penabuh genderang jalanan, orang-orang bersurban dan bertrompet pemeriah pesta pernikahan, lenyap dari berbagai sudut kota. Tak ada orang yang menikah dalam bulan ini. Muharram adalah bulan perkabungan. Saya berada dalam bus antar kota yang menghubungkan Rawalpindi dengan Lahore. Kaset tua membunyikan lagu-lagu penuh kesedihan. Sebenarnya ini bukan lagu, tetapi alunan syair tentang perkabungan. Musiknya juga bukan dari alat musik, tetapi dari dada yang ditepuk secara serempak, berirama. Ada kekuatan magis di dalamnya, semua yang mendengarnya pasti larut dalam kesedihan. Di Indonesia, Muharram dirayakan sebagai Tahun Baru Islam. Di Pakistan, Muharram adalah waktu di mana orang meratapi kematian Imam Hussain, cucu Nabi Muhammad S.A.W yang gugur dalam perang Karbala. Perang ini adalah lambang keberanian untuk mengorbankan nyawa untuk membela kebenaran dan melawan kebatilan. Puncak perkabungan Muharram adalah hari Ashura, jatuh pada tanggal 10 Muharram. Kata Ashura berasal dari bahasa Arab, artinya ‘kesepuluh’. Pada hari inilah Hussain gugur dalam pertempuran melawan pasukan Yazid, tahun 61 Hijriyah. Ashura adalah hari teramat penting bagi umat Syiah, sekitar 20 persen jumlahnya di kalangan Muslim Pakistan. Tetapi Ashura [...]

February 25, 2015 // 5 Comments

Titik Nol 73: Bom

Ledakan dahsyat di Paharganj meluluhlantakkan pasar yang selalu ramai ini. (AGUSTINUS WIBOWO) New Delhi berguncang. Bom meledak nyaris berbarengan di berbagai penjuru kota. Keramaian pasar Paharganj yang dibanjiri ribuan orang berbelanja menjelang hari raya Diwali dan Idul Fitri tiba-tiba terkoyak oleh aliran darah. Paharganj, distrik kumuh di dekat stasiun kereta api New Delhi, adalah salah satu pusat perbelanjaan murah di ibu kota.. Toko pakaian grosir berbaris sepanjang jalan sempit. Losmen murah, wisma, toko buku, warung internet dan telepon, melengkapi keriuhan pasar ini, membuat tempat ini menjadi pilihan utama backpacker miskin.. Jalan bolong-bolong, sapi yang melenggang santai, bajaj butut dan mobil tua meraung-raung menyumpahi kemacetan di jalan kecil. Belum lagi orang-orang yang memenuhi jalan mencari barang-barang murah. Paharganj adalah sebuah dunia tersendiri. Hari ini, 29 Oktober 2005, dua hari menjelang hari raya Diwali – hari besar terpenting umat Hindu – dan empat hari menjelang Idul Fitri, kesibukan di Paharganj menjadi-jadi. Ribuan orang, umat Muslim dan Hindu, datang memborong barang belanjaan untuk persiapan perayaan. Saking penuhnya, jalan pun susah. Sore hari, pukul 5:40, kerumunan manusia ini semakin semburat. Ledakan bom dahsyat melemparkan kengerian dan histeria. Darah mengalir di mana-mana. Begitu mendengar berita ini, saya yang semula sedang berbuka bersama di Kedutaan Besar [...]

September 3, 2014 // 0 Comments

Titik Nol 64: Darah, Darah, dan Darah

Hewan-hewan dibantai dengan sekali tebas saja. (AGUSTINUS WIBOWO) Dengan jumlah dewa yang melebihi jumlah penduduknya, Nepal adalah negeri yang penuh dengan festival. Hari ini adalah puncak perayaan dua minggu penuh bagi Dewi Durga. Negeri ini dibasuh dengan darah. Dasain adalah festival terpenting sepanjang tahun bagi rakyat Nepal. Berasal dari kata das yang berarti sepuluh, hari terpenting Dasain adalah sepuluh hari pertama di bulan Kartika. Dikisahkan dalam legenda Ramayana, pada hari Dasain ini, Rama berhasil menaklukan Rahwana yang menculik Shinta di pulau Lanka (sekarang Sri Lanka). Dewa yang paling dipuja dalam perayaan Dasain adalah Dewi Durga, dewi perang manifestasi Parwati istri Dewa Penghancur – Syiwa. Di hari Dasain, Durga berhasil menaklukan Mahisasura, siluman berkepala kerbau. Terlepas dari legenda Tantrisme Hindu, Dasain juga merupakan perayaan menyambut musim panen, berkumpulnya keluarga sanak keluarga, serta perayaan festival layang-layang dan ayunan. Perayaan utama Dasain jatuh pada hari ketujuh hingga kesepuluh. Di hari ketujuh, pada perayaan Fulpati, kota Gorkha mengirimkan kereta bunga ke istana di Hanuman Dhoka Kathmandu. Saya tak sempat menyaksikan peristiwa ini karena sedang dalam kendaraan dari Pokhara menuju ibu kota. Tetapi, suasana kemeriahan sudah terasa. Penumpang bus yang saya tumpangi bukan hanya manusia yang penuh sesak, tetapi juga kambing jantan yang tak berhenti [...]

August 21, 2014 // 0 Comments

Selimut Debu 106: Hari Kelam

Ini sungguh hari nahas. Aku dicurigai sebagai teroris dan aku lupa bawa dokumen apa pun untuk membuktikan siapa diriku. Biasanya aku bawa paspor, tapi hari ini aku sengaja meninggalkan di rumah karena takut hilang. Bahkan fotokopinya pun tertinggal. Sekarang aku adalah manusia tanpa identitas. Tapi itu bukan alasan untuk menampar dan memukuliku, bukan? Aku jadi pusat perhatian massa. Belasan orang yang mengerumuni dipenuhi rasa penasaran. Aku seperti maling yang tertangkap. Aku digelandang menuju ruang satpam di depan kementerian. Polisi yang menamparku tadi sudah pergi. Tentara ini masih bersama aku yang menjalani interogasi. “Aku mau menelepon kedutaan.” Aku mengeluarkan telepon genggam. Langsung dirampas oleh polisi. “Ini, ini kartu nama staf kedutaan. Tolong telepon mereka!” Kartu nama itu pun disita. Tanpa reaksi. “Apa sih maumu sekarang?” aku sudah tak kuasa menahan emosi. Sialnya, dalam keadaan panik ini, yang meluncur dari mulut bukan bahasa Inggris melainkan bahasa Urdu, bahasa nasional Pakistan. Mereka sudah curiga akan adanya pelaku pengeboman yang mengincar Kabul, dan  ini semakin menambah kecurigaan mereka bahwa aku teroris dari Pakistan. Mereka tak percaya aku orang Indonesia dan punya hubungan dengan kantor berita. “Hah… ketahuan kamu. Kamu dari Pakistan, kan? Kalau kamu orang asing, tunjukkan paspormu!” bentak tentara itu. Ia kemudian tertawa [...]

March 24, 2014 // 14 Comments

Selimut Debu 105: Bom

Tenteramnya Lembah Bamiyan sudah menjadi kenangan dunia lain ketika aku kembali menginjakkan kaki di Kabul. Di bulan Ramadan ini bukan kedamaian yang terasa, melainkan kengerian sebuah negeri perang. Bom meledak. Letaknya di seberang kantor berita Pajhwok, tempat aku biasa duduk dan menghabiskan waktu bersama para wartawan. Pukul delapan pagi, pegawai kantor Kementerian Dalam Negeri masuk kerja dan murid-murid masuk sekolah. Bus shuttle yang mengantar para pegawai kementerian berhenti di tepi jalan untuk menurunkan para penumpang. Pelaku peledakan melompat ke arah bus, dan meledakkan dirinya. Bersamanya, lima penumpang bus dikirim ke akhirat, juga anak-anak sekolah dan ibu tua. Tak ada api, tetapi ledakan dahsyat ini mematikan. Hingga tengah hari, jumlah korban sudah mencapai empat belas orang, belum lagi ditambah puluhan yang luka parah di rumah sakit. Para pelajar melihat potongan telinga dan anggota tubuh lainnya terlempar sampai ke halaman sekolah mereka, tersangkut di pepohonan dan tersebar di lantai gedung. Anak-anak berteriak histeris. Dalam usia sekecil ini, mereka sudah harus terbiasa dengan ledakan, perang, dan kengerian. Esoknya, bom lain meledak di daerah Mikroyan, blok-blok perumahan yang dulu dibangun oleh pemerintah Uni Soviet ketika menguasai negeri ini. Pelaku bom bunuh diri adalah seorang pemuda berpakaian ala Barat yang sekarang jasadnya terbaring di pinggir [...]

March 21, 2014 // 2 Comments

Lahore – Ya Hussain

Darah terciprat dalam prosesi zanjirzani. February 9, 2006 Artikel ini ditulis dengan segala keterbatasan pengetahuan saya tentang sejarah Islam. Masukan, koreksi, dan kritik sangat diharapkan. Muharram, adalah bulan yang penuh dengan kemuraman, di Pakistan. Pada bulan ini semuanya seakan dibawa ke dalam suasana perkabungan, mengenang kembali kematian keluarga Khalifah dalam perang di Karbala, lebih dari 1400 tahun yang lalu. Bahkan warung internet yang selalu memasang musik keras-keras, tiba-tiba saja menjadi sunyi. Musik tidak dimainkan sama sekali dalam bulan ini. Para periang pernikahan, penabuh genderang yang biasa menanti rejeki di persimpangan jalan di Rawalpindi tiba-tiba hilang. Tidak ada pernikahan sama sekali selama bulan ini. Dan pesta seks yang berlangsung di kalangan atas remaja Lahore dihentikan sementara selama bulan Muharam. Bulan perkabungan, bagi seluruh umat muslim dunia, mengenang kembali penderitaan dan pembantaian keluarga Nabi ribuan tahun yang lalu. Terlebih lagi bagi umat Shiah, yang disebut juga sebagai Aliwallah – ‘Pengikut Ali’. Penganut sekte Shiah di Pakistan adalah minoritas, namun perkabungan yang mereka dengungkan selama bulan Muharam cukup mewarnai kehidupan di Pakistan. Shiah sering disebut sebagai agama yang sedih dan muram, karena hari-hari besar mereka seringkali dipenuhi air mata dan darah. Dalam setahun entah berapa puluh khalifah, imam, istri imam besar, ayatullah dan [...]

February 9, 2006 // 3 Comments