Recommended

dobaiti

Garis Batas 55: Dua Bait

Tukang sepatu dari Bukhara (AGUSTINUS WIBOWO)             “Lihat, ini Bukhara kita,” kata Suhrat penuh bangga, ketika kami melintasi Masjid Kalon subuh-subuh. Gelap masih membungkus bumi. Masjid kuno berhadapan-hadapan dengan madrasah besar yang tidak kalah uzur sejarahnya. Sunyi, namun tak bisu. Ini bukan kali pertama saya datang ke sini, tetapi tetap saja saya terpekur di bawah keagungan gedung-gedung tua yang menyinarkan keluhuran peradaban Islam dan Persia. Bulan begitu bundar, membilas menara masjid yang tinggi menjulang. Siapa yang tidak tunduk di bawah keagungan Buxoro-i-Sharif, kota Bukhara yang suci. Sudah beberapa hari ini saya menginap di rumah Suhrat, seorang pemuda Tajik dua puluhan tahun dari Bukhara. Rumahnya tepat di tengah kota tua Bukhara, dikelilingi bangunan-bangunan kuno yang semuanya berwarna coklat. Bukhara laksana mesin waktu raksasa, melemparkan semua orang ke sebuah masa kejayaan peradaban Asia Tengah. Shokir, ayah Suhrat, adalah penjual sepatu. Bukan sembarang sepatu, tetapi sepatu tradisional dari kulit, berujung lancip dan berhias sulam-sulaman indah. “Bukhara adalah kota kuno, kota budaya, kota peradaban,” kata Shokir dalam bahasa Tajik, “ini adalah kotanya para seniman, di mana seni menjadi nafas dan detak jantung kehidupan.” Shokir berusia empat puluhan. Garis wajahnya sangat keras, khas orang Tajik. Hidungnya mancung, matanya besar, dan alis matanya tebal [...]

August 29, 2013 // 0 Comments