Recommended

dokter

Titik Nol (161): Pak Dokter yang Bukan Dokter

Karena alasan keamanan, keluarga di Kashmir menyimpan senjata api (AGUSTINUS WIBOWO) Orang-orang Noraseri menyebut pria berjenggot putih yang murah senyum ini sebagai Doctor Sahab, Pak Dokter. Saya pun mengamininya sebagai dokter, setelah mendengar ceramahnya tentang obat-obatan anti diare. “Hah, kau kira Dokter Sahab itu benar-benar dokter?” Hafizah, putri Haji Sahab yang juga bekerja di rumah sakit tertawa tergelak-gelak, “Bukan. Dia sama sekali bukan dokter. Tak tahu mengapa semua orang sini memanggilnya Pak Dokter.” Pak Dokter yang satu ini, saudara kandung Basyir Sahab yang menjaga keamanan tenda kami, hampir setiap sore bertandang ke perkemahan kami. Orangnya humoris dan tak pernah kehabisan bahan lelucon. Walaupun sudah tua, Pak Dokter suka sekali bermain dengan kami yang muda-muda, mulai dari kartu sampai kriket, semua dia jagonya. “Saya dulu satu sekolah dengan Presiden Sukarno,” saya teringat salah satu bualan Pak Dokter yang paling dahsyat, “jadi jangan lupa kirim peci dari Indonesia, paling sedikit 50 biji. Nanti penduduk desa Noraseri semua akan jadi seperti Presiden Sukarno, sahabat karibku itu.” Di kesempatan lain, Pak Dokter menyuruh saya cepat-cepat menikah. “Kalau kamu tidak menikah, nanti kamu tidak bisa dapat bahan bangunan rumah!” Organisasi kami memang punya ketentuan, hanya mendistribusikan bahan bangunan shelter permanen kepada keluarga. “Tak peduli betapa [...]

April 6, 2015 // 1 Comment

Titik Nol 158: Keluarga Haji Sahab

Keluarga Haji Sahab (AGUSTINUS WIBOWO) Masih ingat Pak Haji, atau Haji Sahab, yang meninggal di hari kedatangan saya di Noraseri? Rumah duka itu kini sudah mulai menampakkan keceriaan di tengah masa perkabungan. Terlahir sebagai Sayyid Karim Haider Shah Kazmi, almarhum Pak Haji pernah tinggal selama 38 tahun di Saudi Arabia. Ia bekerja, menetap, dan menikah di sana. Istrinya orang Arab. Selama di tanah suci, Karim Haider sudah menunaikan ibadah haji tujuh kali. Karena itu begitu pulang, ia dikenal oleh penduduk kampung Noraseri sebagai Haji Sahab. Orang desa menyebut keluarga ini sebagai Arabwallah, orang Arab. Pak Haji punya delapan anak. “Sebenarnya waktu itu kami sudah punya satu anak laki-laki,” kata Bu Haji, “tetapi Haji Sahab ingin satu putra lagi. Tetapi Allah berkehendak lain. Anak-anak berikutnya, sampai anak kedelapan, semua perempuan.” Bu Haji, atau Bari Amma (nenek besar) berusia lima puluhan, berkulit gelap seperti orang dari propinsi Baluchistan di selatan sana. Raut mukanya tenang, tak banyak bicara. Pakaiannya adalah shalwar kamiz sederhana dengan dupata yang berfungsi sebagai kerudung sekaligus penutup dada. Saya sempat tak percaya bahwa Bari Amma ini orang asing. Ketika baru datang dari tanah Arab dulu, bahasa Urdunya katanya tak jauh berbeda dengan bahasa Urdu saya yang amburadul, tetapi sekarang [...]

April 1, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 107: Dipertemukan oleh Takdir

Mahasiswi kedokteran menempuh ujian praktek (AGUSTINUS WIBOWO)           “Bagaimana keadaanmu?” tanya dokter Gurpreet ramah. Kulitnya hitam manis, rambutnya tergerai. Wajahnya cantik sekaligus nampak sangat terpelajar. “Kamu suka tinggal di rumah sakit ini?” Saya mengangguk. Suka dan duka bercampur di sini. Selain pasien-pasien India yang ramah dan murah hati, dokter-dokter muda di sini juga sangat perhatian. Dokter Gurpreet sedang sibuk belajar untuk ujian minggu depan, tetapi masih menyempatkan waktu mendengarkan kisah-kisah perjalanan saya. Saya pun senang dengan perhatiannya. “Hari ini,” kata dokter Gurpreet, “kami mau minta tolong lagi. Kamu masih mau kan jadi bahan ujian?” Nampaknya saya juga tak punya banyak pilihan. Kemarin tiga sesi pemeriksaan oleh mahasiswi pesera ujian sangat melelahkan. Hari ini saya harus diperiksa lima orang. Masing-masing satu jam. Sebagai pasien, ‘jam kerja’ saya ternyata lumayan banyak juga. Kalau kemarin pemeriksaannya menyenangkan karena sebentar-sebentar, sekarang saya dijadikan contoh kasus long case.. Mahasiswi tidak hanya mendiagnosa temperatur dan tekanan darah saja, tetapi menanyakan masa lalu saya. “Sudah pernah melakukan hubungan seksual?”, “Berapa kali? Memakai alat kontrasepsi kah?”, “Pernah menghisap madat?”, “Bagaimana lingkungan pergaulanmu?”, dan berbagai pertanyaan privasi lainnya. Ada mahasiswi yang juga mengukur tinggi dan berat badan segala, padahal saya cuma penderita [...]

January 20, 2015 // 10 Comments

Titik Nol 106: Opname

Fasilitas rumah sakit Lady Hardinge (AGUSTINUS WIBOWO) “Selamat pagi!” Suntikan vitamin K itu menjurus tajam melintasi pembuluh vena, tepat ketika saya baru membuka mata. Suster kembali memasang jarum infus. Sakit. Sepanjang malam cairan gula disuntikkan terus-menerus ke dalam tubuh saya. Tak sebutir pun nasi mengalir melalui mulut saya. Semuanya ditembakkan langsung ke pembuluh darah. Rombongan dokter India ‘berpatroli’ dari ranjang ke ranjang. Saya dikelilingi delapan orang dokter, semua berjubah putih. Ada bu dokter yang berambut tergerai, ada pak dokter yang gemuk, berkumis tebal dan berkaca mata. Ada yang menginterogasi, ada yang mencatat. “Bagaimana keadaanmu?  Sudah mendingan? Bagaimana tidurnya? Apa warna air seninya?” Di sebelah saya ada seorang Amerika yang juga diopname tanpa alasan jelas. Turis Amerika yang satu ini tampaknya kelelahan, keliling seluruh penjuru India dari Shimla sampai Tamil Nadu, dari Rajasthan sampai Bengal, hanya dalam waktu satu bulan. Kalaupun sakit itu sudah wajar. Dia hanya menderita pusing-pusing, lemas, dan diare, dokter sudah memerintahkan opname. Saya sendiri sebenarnya penyakitnya ringan saja. Berapa juta penduduk India yang kena hepatitis kelas berat? Pasien di ranjang sebelah dari ujung kepala sampai ujung kaki warnanya kuning mengerikan. Di luar sana banyak pasien yang menderita TBC, kusta, tumor, dan penyakit seram lainnya, yang harus menunggu [...]

January 19, 2015 // 2 Comments

Titik Nol 105: Ruang Gawat Darurat

Anjing di ruang gawat darurat (AGUSTINUS WIBOWO) Jarum infus disuntikkan ke tangan saya yang sudah menguning. Saya ingin berbaring, tapi tak bisa. Sudah ada dua orang lain di atas dipan. Mata kuning pekat pasien-pasien lain membuat saya semakin takut. Sementara anjing kecil berkeliaran di antara kasur ruang gawat darurat rumah sakit ini. Rumah Sakit Lady Hardinge didirikan lebih dari 90 tahun lalu ketika Ratu Mary mengunjungi New Delhi. Sekarang rumah sakit yang merangkap sebagai sekolah kedokteran ini adalah salah satu yang paling direkomendasikan di ibu kota. Saya pun menaruh harapan kesembuhan dari penyakit kuning. Tetapi perjuangan masih panjang. Ratusan orang lalu lalang tanpa henti di halaman rumah sakit. Gedungnya besar sekali, saya tak tahu harus ke mana. Puluhan perempuan duduk bersila di atas lantai karena tidak ada cukup tempat duduk. Sampah berserakan di mana-mana. Tak ada tempat bertanya karena semua orang sibuk dengan urusan masing-masing. Orang sakit punya egoisme yang tinggi juga. Susah payah saya menemukan ruang konsultasi. Sudah ada antrean dua puluhan pasien perempuan. Masing-masing membawa formulir registrasi. “Di mana kita bisa mendapat formulir?” saya bertanya pada seorang pasien yang menutup wajahnya dengan kerudung. Ia tak memberi jawaban jelas. Pertama kali seumur hidup saya merasakan diinfus. Sekujur tubuh sudah [...]

January 16, 2015 // 5 Comments

Titik Nol 100: Sakit Kuning

Kereta api menuju Mumbai (AGUSTINUS WIBOWO) Tubuh saya lemas. Tenggorokan kering. Tak ada nafsu makan sedikit pun.. Saya sempat muntah beberapa kali, yang keluar hanya cairan bening. Dengan keadaan yang lemas ini saya masih harus bersaing dengan puluhan penumpang yang tidak sabaran. Semua orang punya karcis, seharusnya tidak perlu berebut. Tetapi jangan berdiskusi soal kebiasaan buru-buru. Orang India selalu berebut setiap kali naik atau turun kendaraan, seolah-olah mereka adalah manusia super sibuk yang selalu dikejar waktu. Padahal di saat lainnya biasa berleha-leha membuang waktu yang tak berharga. Saya membeli karcis yang agak mahal, sebuah ranjang yang bisa digunakan untuk tidur sepanjang perjalanan panjang dari Jaipur ke kota Mumbai di selatan. Satu kompartemen terdiri dari empat ranjang, masing-masing dua susun berhadap-hadapan. Saya memilih ranjang di bawah karena takut terjatuh kalau tertidur dalam kereta yang berguncang-guncang hebat. Perjalanan ini melintasi jarak 1.200 kilometer, membuat saya akan meloncat langsung dari warna-warni tradisional Rajasthan menuju kota metropolis Mumbai yang sering muncul di film-film glamor Bollywood. Tetapi saya tidak berpikir apa-apa. Saya hanya ingin tidur sepanjang perjalanan ini. Tak bisa tidur. Ranjang bawah tempat tidur saya berfungsi sebagai tempat duduk para penumpang sekompartemen. Mereka makan dan minum sepanjang perjalanan. Bocah-bocah bersenda gurau, menumpahkan bumbu masala [...]

January 9, 2015 // 9 Comments

Selimut Debu 3: Nyanyian Bisu

Perempuan Tajik dari Tashkurgan, China (desa terakhir sebelum Khunjerab Pass), punya kebiasaan memakai topi di bawah kerudung. (AGUSTINUS WIBOWO) Gunung-gunung itu bisu, tapi mereka seakan bernyanyi begitu merdu. Perjalanan dari Kashgar menuju Pakistan bisa ditempuh dalam waktu dua hari dengan menggunakan bus internasional. Karakoram Highway, yang diklaim oleh Pakistan sebagai keajaiban dunia kedelapan, dianggap sebagai mahakarya bikinan manusia. Jalan raya yang menghubungkan Kashgar dengan Islamabad itu menembus gunung-gunung tinggi mencapai ketinggian lebih dari 5.000 m di atas permukaan laut. Banyak orang yang mengatakan, Karakoram adalah jalan perbatasan yang paling indah di dunia. Perbatasan China-Pakistan terletak di Khunjerab Pass. Ada sebuah patok yang menandai batas itu, di puncak sebuah bukit yang berangin kencang. Di sisi China, tergambar lambang negara China dan tulisan nama negara. Demikian juga di sisi Pakistan. Nampaknya wabah SARS di China cukup menyeramkan bagi Pakistan yang tidak mempunyai fasilitas kesehatan semodern China. Karena itu mereka sangat berhati-hati, bisa juga dibilang berlebihan, terhadap semua pendatang dari China. Perbatasan China-Pakistan baru saja dibuka dua hari lalu, dan aku termasuk salah seorang turis asing pertama yang menyeberang dari China menuju Pakistan. Dalam bus yang aku tumpangi ini, hanya akulah satu-satunya orang asing. Sebagian besar penumpang adalah para pekerja China yang hendak [...]

October 30, 2013 // 0 Comments