Recommended

erotis

Titik Nol 104: Terkapar di New Delhi

Stasiun kereta api Chhatrapati Shivaji Terminus (AGUSTINUS WIBOWO) Tak ada jalan lain bagi saya untuk segera kembali ke Delhi. Penyakit kuning yang saya derita semakin parah. Tubuh saya lemas. Tetapi Delhi lebih dari seribu kilometer jauhnya, dua puluh empat jam perjalanan yang berat dengan kereta. “Mungkin kamu harus pulang, Gus, jangan memaksakan perjalanan ini,” saran seorang teman dari Jakarta. “Hepatitis, itulah keadaan di mana banyak backpacker mengakhiri pengembaraannya,” seorang kawan backpacker senior dari Inggris menulis email. “Hepatitis adalah penyakit di mana seorang harus istirahat, bed rest total, satu bulan penuh minimal. Sebaiknya memang kamu pulang,” tulis yang lain. Tetapi saya tak mau berakhir di sini. Saya tak mau menyerah dengan penyakit ini. Dari sekian banyak surat dari kawan, hanya satu yang menyemangati saya untuk terus maju. “Jangan menyerah, Gus. Maju terus. Gue yakin kamu pasti bisa,” tulis Andi Lubis, seorang wartawan senior di Medan. Sepatah kalimat pendek itu yang membuat saya terus bertahan. Saya yakin saya pasti bisa, mencapai cita-cita saya melihat ujung dunia. Saya tak gentar perjalanan panjang kereta api menuju New Delhi. Saya harus segera sampai ke Pakistan, di mana gunung-gunung salju pegunungan Himalaya dan Karakoram akan menjadi tempat saya beristirahat. Hati saya dipenuhi segala macam rancangan, impian, [...]

January 15, 2015 // 7 Comments

Garis Batas 37: Kota Apel

Pemuda-pemudi Kazakhstan menghabiskan waktu di karaoke. (AGUSTINUS WIBOWO) Ketika kota Almaty didirikan sebagai benteng pertahanan oleh orang-orang Rusia pada tahun 1854, orang Kazakh masih hidup sebagai bangsa nomaden yang mengembara di padang luas. Tetapi para gembala ini tidak terima begitu saja tanahnya dijajah oleh bangsa asing. Bersama-sama dengan orang Uzbek, Kirghiz, Tatar, Turkmen, dan suku-suku Turki lainnya, bangsa Kazakh gigih membela ladang gembalanya. Darah membasahi seluruh bumi Asia Tengah. Suku-suku gembala dibantai, diasingkan sampai ke Siberia. Perlawanan ditekuk habis. Ketika Bolshevik berkuasa, Tentara Merah semakin sadis menggempur para pengembara padang ini. Oleh pemerintahan komunis Soviet, orang Kazakh dan suku-suku nomaden lainnya dipandang terbelakang, tak berbudaya, dan oleh karena itu perlu dididik kembali. Gaya hidup nomaden dan penggembalaan di padang-padang harus dihilangkan. Orang Kazakh tidak boleh lagi hidup bersama kuda dan domba, yang selama ini menjadi bagian dari denyut nadi mereka. Orang Kazakh pun harus belajar bahasa Rusia. Ketika Stalin berkuasa dengan tangan besi, suku-suku pengembara ini “disulap” menjadi bangsa sedenter, dan jutaan orang yang membangkang langsung dibantai. Itulah pendidikan kembali. Tak sampai seratus tahun berselang, setelah melewati sejarah penuh darah dan penderitaan, Kazakhstan kini berubah menjadi negeri bergelimang kemakmuran yang sebelumnya tak berani mereka bayangkan. Pertokoan mahal mulai bermunculan [...]

August 5, 2013 // 1 Comment