Recommended

festival

Titik Nol 83: Pak Kumis

Kartik Purnima, bulan purnama terbit di antara puncak-puncak kuil Rangji. (AGUSTINUS WIBOWO) Bunyi terompet dan tetabuhan bersahut-sahutan, seolah memaksa pinggul untuk bergoyang mengikutinya. Padang pasir yang muram, setahun sekali berubah menjadi pasar raksasa yang gegap gempita. Pushkar larut dalam kemeriahan festival. Inilah hari yang telah lama ditunggu-tunggu – Kartik Purnima, puncak dari semua hiruk pikuk di Pushkar sejak dua minggu terakhir. Lagu Bollywood berdentum-dentum dari pengeras suara. Nyaring, sumbang, memekakkan telinga. Sekelompok pria dan wanita berdiri di depan sebuah kotak mungil. Di dalam kotak itu ada panggung, beberapa deret bangku panjang, dan seorang penari berjoged, berlenggak-lenggok mengikuti dentuman lagu Aashiq Banaya – lagu film India yang sedang hits di negeri ini. Pinggul sang penari berguncang dahsyat. Penonton di luar pagar hanya berdiri, tertegun, menenggak ludah. Tak sampai tiga menit, tiba-tiba layar merah menutup panggung. Penonton yang di luar pagar hanya bisa mendengus kecewa. Lagu romantis Aashiq Banaya terus menggelegar, dan seorang pria berhalo-halo dengan mikrofon, “Saksikanlah! Saksikanlah pertunjukan istimewa ini!” Pertunjukan akan diadakan nanti sore. Karcisnya cuma 5 Rupee. Yang perempuan melenggak-lenggok selama tiga menit tadi cuma trailer, siaran ekstra yang akan bisa ditonton dalam pertunjukan akbar di dalam kotak mungil itu. Bukankah inovatif cara mereka mencari uang? Sore hari, [...]

September 17, 2014 // 0 Comments

Byron Bay, 3 Agustus 2014: Festival Penulis

Bersama Janet Steele, Jono Lineen, Carina Hoanh, dan Bhuchung Sonam “So, where are you from?” tanya Janet Steele membuka panel diskusi “A Guest in Their Country” kepada kami para panelis: seorang pengungsi Tibet yang kini tinggal di Dharamsala, India; seorang Tionghoa Indonesia yang pernah mencari rumah ke negeri China; seorang pengungsi Vietnam yang pernah menjadi manusia perahu dan kini menikah dengan orang Australia dan tinggal di Australia; seorang Kanada-Australia yang kematian adiknya membawanya pergi ke Himalaya dan membuatnya menemukan agama baru—Buddhisme. Pertanyaan “Dari mana kamu?” adalah pertanyaan sederhana yang ternyata membutuhkan jawaban panjang. Bhuchung Sonam menceritakan bagaimana dia meninggalkan Tibet yang pernah menjadi rumahnya, ketika negerinya berada di bawah pendudukan China yang tidak akan pernah diakuinya sebagai tuan untuk negerinya, dan kini tinggal di India yang juga tidak pernah menjadi rumahnya. Bhuchung, dengan penuh kesedihan, mengatakan, dia tidak pernah kehilangan rumah karena memang dia tak punya rumah. Janet Steele, seorang jurnalis kawakan dari Amerika Serikat dan seorang Indonesianis, adalah moderator panel ini. Dia mengawali cuplikan dari buku saya Ground Zero, ketika saya berada di Kashmir di tengah keluarga pengungsi yang menjadikan saya sebagai bagian dari keluarga itu. Para pengungsi Kashmir itu berkata pada saya, “Agustinus, ke mana pun kamu pergi [...]

August 4, 2014 // 10 Comments

Selimut Debu 101: Yakawlang

Sejak berangkat dari Herat, uangku cuma tiga puluh dolar. Sekarang tinggal separuh, entah apakah sanggup mencapai Kabul dengan dompet setipis ini. Belum lagi makan, tiga hari saja kalau setiap hari tinggal di kedai seperti ini uang pasti tak cukup. Dalam kondisi begini, pengeluaran harus dihitung cermat, setiap sen begitu berarti. Tapi aku percaya, Khoda negahdar, Allah Maha Pelindung. Daripada stres, aku menggelar matras di sudut warung. Tidur. Belum lagi aku terlelap, bocah pegawai di warung ini berteriak. ”Bangun! Bangun! Ada kendaraan mau ke Yakawlang! Cepat! Mereka berangkat sekarang juga!” Aku terlompat. Di depan warung ada Falang Coach. Di dalamnya ada dua lelaki, beberapa perempuan dan anak-anak. Mereka semua Hazara. Perempuannya tidak memakai burqa, tetapi menutup wajah mereka dengan kerudung warna-warni. “Cepat naik! Cepat!” kata lelaki gemuk beserban. Matanya memicing, jenggotnya kriwil-kriwil. Wajahnya tampak bersahabat. ”Sebentar lagi hujan! Kalau kita tidak bisa melewati gunung itu, kita tak bisa sampai di Yakawlang.” Angkutan ini tidak gratis, tetapi juga tidak mahal. Rombongan keluarga ini adalah peziarah Syiah yang hendak bersembahyang di danau suci dekat Yakawlang. Aku diangkut, karena setidaknya bisa sedikit membantu mereka meringankan ongkos sewa mobil. Dari Panjao menuju Yakawlang, jalanan sempit dengan batu-batu besar. Itu pun harus mendaki. Tak heran sopir [...]

March 17, 2014 // 1 Comment

The Color is Red (Chinese New Year in Jakarta, 2014)

The Chinese Indonesians welcomes the arrival of Chinese New Year 2014. During the Suharto regime, the celebration of Chinese New Year in public was forbidden. But today, about a dozen years since the government allowed the Chinese community to celebrate their festivals and traditions openly, red is in full swing, red has become the dominating color in temples and shopping malls, on clothes and decorations, on the altar of Buddhist gods and on the lanterns and on the dragon masks. In Indonesia, the Chinese New Year is associated with religion. Indonesia is the only country in the world recognizing Confucianism as one of its state religions, and the Chinese New Year is regarded as religious holiday of Confucianism (as religious holidays are national holidays, thus it becomes nationwide holiday). While in China they say, “Happy Lunar New Year 2014”, in Indonesia they say, “Happy Lunar New Year 2565”, with 2565 is counted from the birthday of Confucius, the prophet of Confucianism. The Chinese believe that rain during the Chinese New Year will brings good fortune. In their ancestral land, Chinese New Year signifies the arrival of spring, and as they say, “Rain in spring is as worthy as oil”, the [...]

February 1, 2014 // 7 Comments

#1Pic1Day: Pengejar Layang-Layang | The Kite Runners (Afghanistan, 2008)

The Kite Runners (Afghanistan, 2008) One of so much cheerful activities during Naoruz New Year celebration in Afghanistan is to run after kites. In Afghanistan, many games have touch of “war”. Even when they fly kites, it’s not for the sake only for flying kites, but to defeat your enemies and be the last one survives in the sky. For people who don’t fly kites, the main purpose is to run after the falling kites, thus known as the kite runners. Pengejar Layang-Layang (Afghanistan, 2008) Keriangan lain dalam perayaan Tahun Baru di Afghanistan adalah permainan berebut layangan. Di Afghanistan, banyak permainan yang bernuansakan “perang”, bahkan saat bermain layangan pun mereka saling beradu layang-layang siapa yang kuat bertahan di angkasa. Sedangkan mereka yang tidak menerbangkan layang-layang akan berlarian berhamburan untuk mengejar layang-layang jatuh.   [...]

January 10, 2014 // 3 Comments

#1Pic1Day: Olahraga Keperkasaan | Sport of Honor (Afghanistan, 2008)

Sport of Honor (Afghanistan, 2008) Buzkashi is the national sport of Afghanistan, and usually held amidst the Naoruz New Year celebration. Buzkashi is the ancestor of polo, of which the horse riders fight to get a headless carcass as the ball, and they have to bring the carcass around the ground to be the winner. This sport emphasizes on values of honesty, bravery, strength, and honor—all of which are the pride for the Afghans. Olahraga Keperkasaan (Afghanistan, 2008) Buzkashi adalah olahraga nasional Afghanistan, dan biasa dipertandingkan di tengah perayaan Tahun Baru Naoruz. Buzkashi adalah nenek moyang olahraga polo, di mana para penunggang kuda berebutan sebuah bangkai binatang tanpa kepala sebagai bola yang dibawa berkeliling lapangan. Olahraga ini mengutamakan nilai-nilai kejujuran, keberanian, kekuatan dan keperkasaan, menjadi peleburan semua nilai kebanggaan Afghanistan. [...]

January 9, 2014 // 4 Comments

#1Pic1Day: Bendera Ajaib | Magical Flag (Afghanistan, 2008)

Magical Flag (Afghanistan, 2008) The Afghans celebrate Persian New Year, known as Naoruz (“New Day”), which is usually celebrated on 21 March when the sun arrives exactly on northern equinox. The center of Naoruz celebration in Afghanistan is in the northern city of Mazar-e-Sharif, which is believed by the Afghans as the location of the mausoleum of Caliphate Ali bin Abi Thalib. On the Naoruz morning, they will raise a sacred flag known as “janda”. People would struggle hard to touch the flag as they believe the magical flag would cure any disease and bring good fortune. The celebration used to be banned under the Taliban. Bendera Ajaib (Afghanistan, 2008) Orang Afghanistan merayakan Tahun Baru Persia, yang disebut Naoruz (“Hari Baru”) dan jatuh pada 21 Maret, ketika matahari tepat berada di titik balik utara. Pusat perayaan Naoruz di Afghanistan adalah di kota Mazar-e-Sharif, di mana terdapat makam suci yang dipercaya sebagai makam Ali bin Abi Thalib. Di hari Naoruz, mereka akan mendirikan sebuah bendera suci yang disebut “janda”, dan orang-orang berebutan untuk menyentuh bendera itu karena dipercaya akan membawa mukjizat. Perayaan Naoruz pernah dilarang pada zaman Taliban. [...]

January 8, 2014 // 1 Comment

#1Pic1Day: Manisan India | Indian Sweets (2005)

Indian Sweets (2005) Diwali celebration in India cannot be separated from the sweets, or mithai, which come in various shapes, sizes, and colors. The adjective “sweet” is far not enough to describe the taste of these Indian sweets. The sensation is like chewing a kilogram of sugar and milk at the same time in your mouth. Manisan India (2005) Bagian penting lain dari perayaan Diwali di India adalah manisan atau mithai yang tampil dalam berbagai bentuk, ukuran, dan warna. “Manis” adalah kata yang terlalu sederhana untuk mendeskripsikan rasa manisan India. Sensasi rasa yang ditimbulkannya di mulut adalah seperti menelan satu kilogram gula dan susu bulat-bulat. [...]

January 7, 2014 // 1 Comment

#1Pic1Day: Festival Cahaya | The Festival of Lights (India, 2005)

  The Festival of Lights (India, 2005) The most important festival among Indian Hindus is Diwali, also known as “Festival of Lights”. The celebration emphasizes victory of light over darkness, good over evil, hope over despair. Aside from the puja ritual for Goddess Lakhsmi, Diwali celebration is also signified by millions of lights shining roads, streets, and alleys. They also burn firecrackers for the whole night.   Festival Cahaya (India, 2005) Perayaan terbesar di kalangan umat Hindu India adalah Diwali, dikenal juga sebagai “Festival Cahaya”. Hari raya ini menekankan kemenangan cahaya atas kegelapan, kebaikan atas kejahatan, harapan atas keputusasaan. Selain ibadah puja kepada Dewi Lakhsmi, perayaan Diwali ditandai dengan menyalakan jutaan lilin di berbagai sudut jalan, dan menyalakan petasan yang meledak-ledak sepanjang malam.                 [...]

January 6, 2014 // 0 Comments

#1Pic1Day: Festival of Death (Iran, 2010)

Festival of Death / Festival Kematian (Mashhad, Iran, 2008)     Festival of Death (Mashhad, Iran, 2008) Black is the color dominating important dates in Iran. Men-in-black parade through the boulevards. They beat their heads and chests, flagellate their backs with metal chains. Sometimes you hear weep and mourning amid busy band noise and harmonious chanting. Most of important religious events in Iran are related to martyrdom of the saints, and are commemorated in full swing. The most important event is Ashora (Martyrdom of Imam Hussain) and Arbain (40 days after the Martyrdom of Imam Hussain). In this picture is commemoration of the Demise of Prophet Muhammad (PBUH) and Martyrdom of Imam Hassan.   Festival Kematian (Mashhad, Iran, 2008) Hitam adalah warna yang mendominasi hari-hari besar di Iran. Para lelaki berbaju hitam berarak menyusuri jalan. Dada dan kepala ditepuk, rantai dipukulkan ke punggung, sesekali terdengar tangis susul-menyusul di tengah dentuman suara band dan lantunan doa berirama. Di antara hari-hari besar religius di Iran, mayoritas memang berupa peringatan kematian dan diperingati secara kolosal. Yang terpenting adalah hari Ashora (peringatan kesyahidan Imam Hussain) dan Arbain (peringatan 40 hari setelah kesyahidan Imam Hussain). Dalam gambar ini adalah ritual peringatan wafatnya Rasulullah dan kesyahidan [...]

September 10, 2013 // 5 Comments

Kabul – Eid Mobarak

Afghan guards offer prayers in the Presidential Palace People were waiting with anxiety yesterday: whether they had finished their Ramadan fasting or they had to keep fasting one another day. Not until 10 p.m. Kabul time the decision was announced: Eid to be on Friday. President Hamid Karzai offers his Eid prayers in the mosque inside presidential palace compound. These years, as the security situation in Kabul is worsened, it is not wise if the President prays in public place. Two years ago the President still had his Eid prayers in Pul-i Khisthi mosque together with his people. But now any ceremony attended by the President will mean the arrival of armed bodyguards, area sterilization with the security dogs (it was introduced by the Americans to the Islamic Republic of Afghanistan), some helicopters patrolling around, and tightened security on all main roads. Letting the President to pray in public mosque under current situation is too much risky. This resource and energy wasting, image gambling, and non-beneficial idea is a no-way choice. The cameramen and photographers are requested to arrive in the Palace at 7:15 a.m. for security clearance. It seems that the program is not so much attractive to photographers. [...]

October 12, 2007 // 0 Comments