Recommended

garis batas

Garis Batas 11: Sarandip=Indonesia?

Alisher dan keponakannya. (AGUSTINUS WIBOWO) “Sekarang kamu bukan tamu lagi. Kamu sudah bagian dari keluarga ini. Mari masuk!” kata Muhammad Bodurbekov, alias Alisher, ramah. Sudah beberapa hari ini saya menginap di rumah Alisher, tinggal di rumah Pamirinya yang indah. Tetapi pagi ini Alisher tidak lagi mengantar sarapan pagi saya ke chid atau Rumah Pamiri, melainkan mengajak saya ke bergabung dengan ibu dan adik perempuannya. Sarapan pagi orang Wakhan adalah shir choy, teh susu yang dicampur dengan mentega dan minyak. Rasanya asin. Dicampur dengan roti yang disobek kecil-kecil, diaduk-aduk dengan sendok, dan dihirup panas-panas. “Ini adalah sarapan yang luar biasa energinya, bahkan para pejuang zaman dulu cukup makan semangkuk shir choy sebelum berperang,” ucap Alisher. Bagian Rumah Pamiri di rumah Alisher memang tradisional dan cantik. Tetapi ruang keluarga, tempat di mana Alisher sekarang mengajak saya menikmati sarapan, lebih kecil dan hangat. Di ruangan kecil ini tinggal bersama bapak, ibu, adik perempuan, dan beberapa orang keponakan si Alisher. Adik perempuan Alisher, bersuamikan orang dusun Shegnon, pulang kampung ke Ishkashim untuk melahirkan. Menurut tradisi orang Shegnon, bayi pertama harus dilahirkan di rumah keluarga ibu. Alisher sekarang menggendong-gendong keponakannya yang masih orok. Bayi itu dibungkus kain berhias manik-manik, dan terbaring di atas guwara, ayunan [...]

June 6, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 10: Selamat Datang di Rumah Pamiri

Seorang bocah Tajik di Istaravshan di dalam musholla. (AGUSTINUS WIBOWO) Muhammad Bodurbekov, penumpang satu mobil dari Khorog, membawa saya ke rumahnya di Ishkashim. Rumah Muhammad adalah rumah tradisional Pamiri, dalam bahasa setempat disebut Chid. Karakteristik utamanya adalah adanya lima pilar penyangga ruangan, masing-masing melambangkan Muhammad, Ali, Bibi Fatima, Hassan dan Hussain. Angka lima melambangkan jumlah rukun Islam. Bentuk rumah seperti ini sama dengan rumah-rumah orang Ismaili di Pakistan Utara dan Afghanistan. Rumah adat Pamir sebenarnya sudah ada jauh sebelum datangnya Islam. Simbol-simbol Islam menggantikan simbol-simbol agama kuno Zoroastrian (Zardusht), di mana kelima pilar melambangkan dewa-dewa Surush, Mehr, Anahita, Zamyod, dan Ozar. Karakter lain rumah tradisional Pamir adalah adanya lubang jendela di atap, tempat menyeruaknya sinar matahari menyinari seluruh penjuru ruangan. Jendela ini bersudut empat, melambangkan empat elemen dasar: api, udara, bumi, dan air. Dibandingkan rumah-rumah orang Tajik Ismaili di Pakistan dan Afghanistan, memang rumah di Tajikistan ini jauh lebih modern. Lubang di tengah ruangan sudah tidak lagi digunakan untuk memasak, tetapi lebih sebagai dekorasi saja. Dindingnya dicat rapi, dihiasi dengan karpet-karpet indah, poster, dan foto keluarga. Lantainya dari kayu, dipelitur mengkilap. Di setiap ruangan selalu dipasang foto Aga Khan, pemimpin spiritual Ismaili yang didewakan sebagai penyelamat hidup di GBAO. Ada [...]

June 6, 2013 // 1 Comment

Garis Batas 9: Mengintip Afghanistan

Afghanistan, di seberang sungai, terlihat dari Tajikistan. (AGUSTINUS WIBOWO) Saya menumpang sebuah jeep kecil dari Khorog menuju Ishkashim, melalui jalan beraspal di tepian sungai Amu Darya. Jaraknya cuma 106 kilometer, tetapi karcisnya 20 Somoni (6 dollar). Itu pun harus menunggu berjam-jam di terminal karena tidak ada penumpang. Di negara ini, orang hampir-hampir tidak punya uang sama sekali, tetapi harga-harga sangat mahal. Sepanjang jalan, di seberang sungai di sebelah kanan sana, adalah propinsi Badakhshan Afghanistan. Sungainya sendiri, di bulan Oktober yang sudah mulai dingin ini, menjelma jadi sungai kecil yang hanya sekitar 20 meter saja lebarnya. Tetapi bagaimana pun kecilnya, ini adalah pemisah dua dunia. Ketika kami menyusuri jalan beraspal mulus dalam sebuah jeep Rusia tua, di seberang sungai sana yang nampak hanya jalan setapak di punggung-punggung gunung. Saya melihat beberapa pria berjubah dan bersurban duduk dengan nyaman di atas keledai. Sesosok tubuh wanita dibungkus rapat-rapat dengan burqa putih, menunggang keledai dengan pasrah mengikuti sang suami. Sedangkan di sini penumpang jeep duduk bersebelah-sebelahan, tak peduli pria wanita, bersenda gurau sepanjang jalan dan bernyanyi-nyanyi. Di sini, di sepanjang jalan saya melihat tiang listrik berbaris, sambung-menyambung. Di seberang sana, tak ada apa-apa lagi selain debu dan rumput yang mulai menguning. Afghanistan nampak gamblang [...]

June 6, 2013 // 1 Comment

ChinaNews 中国新闻网 (2013): 印尼华裔青年作家出版新著 讲述游历多国经历

4月20日晚,印尼华裔青年作家翁鸿鸣(Agustinus Wibowo)在泗水敦绒望商厦Gramedia书店举行《零点》(Titik Nol)新书发布会。来自泗水市和外埠的读者,及泗水华社代表郑菊花、何婉芸、吴萌暄和陈新来出席了活动。

发布会上,翁鸿鸣介绍《零点》是他的新作。之前,他已经出版两本书《灰尘毯子》(Selimut Debu)和《界线》(Garis Batas)。《零点》讲述当年他当背包族(Backpacker)游览中国西藏、尼泊尔、印度和阿富汗的经历。

April 25, 2013 // 0 Comments

Detik Minggu (2012): Garis Batas, Manusia, dan Kehidupannya

11 Maret 2012 Detik Minggu Resensi: Garis Batas, Manusia, dan Kehidupannya Garis Batas, Manusia, dan Kehidupannya Resensi Detik Minggu http://edisi.hariandetik.com/default.aspx?iid=60458&startpage=page0000014 BAHARUDDIN ARITONANG (pencinta buku) Apakah kemerdekaan membawa mereka menjadi lebih baik daripada keadaan sebelumnya? Membaca buku ini amat men­gasyikkan. Ibarat membaca novel, tapi sarat ilmu peng­etahuan. Seperti judulnya, buku ini berkisah tentang perjalanan melintasi batas lima negeri di Asia Tengah: mulai Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan terakhir Turkmenistan. Buku ini juga bertu­tur tentang pergulatan manusia di kelima negara yang dikunjunginya itu. Manusia yang bergulat mela­wan garis batas kehidupan. Agustinus bukanlah pelan­cong biasa, la lebih tepat disebut pengembara, yang di dalam buku ini mahir mendeskripsikan negara, suku, ras, kebudayaan, agama, jenis kelamin, bahasa, serta keanekarag­aman yang unik di negeri-negeri yang dikunjunginya. Melalui buku ini, cakrawala pengetahuan kita menjadi lebih terbuka bahwa ada negara-negara seperti disebut di atas. Negara-negara yang ham­pir selama satu abad tidak pernah didengar namanya karena tertutup oleh kebesaran komunisme Uni Soviet Namun, sejak 1992, kelima negeri itu termasuk yang mandi­ri sebagai sebuah negeri sendiri. Apakah kemerdekaan itu mem­bawa mereka menjadi lebih baik daripada keadaan sebelumnya? Buku ini merupakan kelanjutan dari kisah perjalanan Agustinus di Afganistan [...]

March 11, 2012 // 0 Comments

Kompas (2011): Seni Travelling ala Agustinus Wibowo

Penulis : Ni Luh Made Pertiwi F Selasa, 18 Oktober 2011 | 08:54 WIB Agustinus Wibowo adalah seorang backpacker. Ia mengunjungi daerah-daerah yang jarang dikunjungi wisatawan. Dia telah mengeluarkan buku catatan perjalanannya di Afghanistan yang bertajuk Selimut Debu. Buku keduanya bertajuk Garis Batas merupakan catatan perjalanannya mengunjungi negeri-negeri di kawasan Asia Tengah. | KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES KOMPAS.com – Dirampok, diculik, dipukuli, hingga nyaris diperkosa. Jalan kaki berkilometer jauhnya, naik keledai, hingga nebeng di mobil orang. Sebuah deskripsi yang sangat jauh untuk mengambarkan perjalanan wisata. Saya ingin menyampaikan suara-suara orang dari tempat yang kita tidak pernah dengar. Namun siapa sangka, seorang pria dengan sosok imut, berkulit putih, suara kalem, dan berwajah “baby face”, telah mengalami itu semua bahkan lebih, demi sebuah pengalaman jiwa. Ia menyebutnya sebagai perjalanan kemanusiaan. Agustinus Wibowo, pria berusia 30 tahun asal Jawa Timur itu berkelana ke negara-negara “ajaib”. Negara-negara yang tak populer untuk dijadikan destinasi wisata. Dari Turkmenistan sampai Mongolia dan dari Kazakhstan sampai India, pernah disambanginya. Tak hanya itu, ia pernah menetap dan bekerja di negara penuh peperangan, Afghanistan. Ia mengarungi Asia Selatan dan Asia Tengah melalui jalur darat. Kisah perjalanan Agus di negara-negara Asia Tengah dan Afghanistan, pernah dimuat di Kompas.com. Ia telah menerbitkan [...]

October 18, 2011 // 0 Comments

Kompas (2011): Perjalanan Melebur Garis Batas

18 October 2011 Kompas Cyber Media Travel travel.kompas.com/read/2011/10/18/08365641/Perjalanan.Melebur.Garis.Batas Backpacker   Perjalanan Melebur Garis Batas   Penulis : Ni Luh Made Pertiwi F Selasa, 18 Oktober 2011 | 08:36 WIB     KOMPAS.com – Manusia, yang sejatinya cuma entitas yang satu, memiliki beragam identitas. Ia dibentuk oleh beragam ras, ditempa oleh beragam aspek kultural, dan tumbuh menjadi sosok yang sarat nuansa. Acapkali, kekayaan nuansa itu membentangkan garis-garis batas yang memisahkan manusia. Melangkah melewati garis-garis demarkasi itu melahirkan pengalaman eksistensial yang unik. Dibutuhkan keberanian. Buka cuma itu, dibutuhkan juga kegilaan. Perjalanan ini bukan hanya garis batas teritorial yang ditembus, tapi juga garis batas kultur, garis batas agama, garus batas ras.   Itulah yang dilakukan Agustinus Wibowo, seorang petualang kelahiran Lumajang, Jawa Timur, 1981. Dari Afghanistan, ia menyeberang menelusuri Asia Tengah. Sebuah sungai selebar 20 meter membentangkan perbedaan peradaban hingga satu abad. Ia menjelajahi Tajikistan, Kyrgyzstan, Kazakhstan, Uzbekistan, hingga Turkmenistan. Ia menerabas batas-batas politikdan sosio-kultural. Ia juga menerabas batas-batas dirinya dan melebur bersama pengalaman masyarakat di negeri-negeri jauh. Ia pantang naik pesawat terbang. Seluruh perjalannya ditempuh melalui jalur darat: naik bus, pedati, keledai, hingga jalan kaki. Agus membukukan kisah perjalanannya di “Negeri-negeri [...]

October 18, 2011 // 2 Comments

Appearance in Ubud Writers and Readers Festival 2011

http://ubudwritersfestival.com/writer/agustinus-wibowo Agustinus Wibowo is an Indonesian travel writer, travelled overland from Beijing to Central Asia and Middle East. He traveled extensively and settled in Afghanistan as journalist for three years. His works include Selimut Debu (A Blanket of Dust) and Garis Batas (Borderlines). Festival Appearances Time travel Saturday, 8 October 2011 10:45 Left Bank Lounge What is the future of travel writing and how do travellers utilise the genre? Has it all been said and done? Brian Thacker, Fiona Caulfield, Trinity, Agustinus Wibowo Chair: Peta Mathias Ticketed A blanket of dust… Saturday, 8 October 2011 13:45 Left Bank Lounge Standing at the cutting edge of Indonesian literature, this modern day wanderer has travelled to the ends of the earth, living in Afghanistan for three years. Wander with him in this intimate session. Agustinus Wibowo with Jamie James Worlds, in words: making language work Saturday, 8 October 2011 16:00 Neka Museum How language can transport us on colourful journeys to exotic lands, Agustinus Wibowo, DBC Pierre, Ida Ahdiah, Trevor Shearston Chair: Rosemary Saye Boundary riders Sunday, 9 October 2011 09:15 Left Bank Lounge Boundaries can be both geographical and intellectual. Crossing borders real and imaginary, exploring new ground, writing new territory. [...]

September 23, 2011 // 0 Comments

Tempo (2011): Vodka di Negeri Islam Asia Tengah

Majalah Tempo (18 September 2011): Vodka di Negeri Islam Asia Tengah Resensi oleh J. Sumardianta Kisah perjalanan yang menguak betapa Islam Asia Tengah simpel tapi misterius. Warisan sekularisasi Uni Soviet. GARASIMOV, arkeolog Rusia, menemukan kuburan Timur Leng di Registan, Samarkand, pada 1941. Pada penutup peti raja yang bengis itu tertulis “Barang siapa mengutak-atik jasad Amir Timur akan dihancurkan musuh yang lebih beringas.” Seolah wujud dari nujum itu, beberapa jam sesudah kuburan Timur Leng di bongkar, pasukan Hitler menyerbu dan menduduki Uni Soviet. Di Uzbekistan, Amir Timur adalah kebanggaan. Di Samarkand, kota terbesar kedua Uzbekistan, patungnya duduk anggun di singgasana, menggengam sebilah pedang. Pada masa kegila kegemilangannya di abad ke-14, Samarkand merupakan sentra peradaban Islam, kota di Jalur Sutra. Agustin Wibowo, jurnalis dari Lumajang, Jawa Timur, yang kini bermukim di Beijing, menuturkan kemegahan Islam di Asia Tengah itu melalui Garis Batas : Perjalanan di Negeri-negeri Asia Tengah. Inilah dokumentasi petualangannya menjelajahi pelbagai negeri pecahan Uni Soviet-Tajikistan, Kirgistan, Uzbekistan, Kazakstan dan Turmenistan. Di negeri-negeri itu terjadi perkembangan yang berbeda-beda. Tajikistan terkapar dalam kemiskinan. Kirgistan dan Kazakstan bergemilang kemakmuran kapitalisme. Dan Turkmenistan diliputi nostalgia sosialisme utopis. Tradisi Islam telah dipenggal Uni Soviet. Peradaban Islam meredup, hampir punah. Sholat, puasa, huruf Arab [...]

September 18, 2011 // 5 Comments

JalanJalan (2011): Beyond Bali [Garis Batas]

TRAVEL NOTES • GREAT READS Beyond Bali Meski Bali dari Singapura terus jadi favorit turis Indonesia, para penulis travel lokal tak lelah menyuguhkan destinasi alternatif. Berikut buku-buku terbaru mereka.   SCANDINAVIAN EXPLORER: 18 HARI BACKPACKING MENGINTIP FJORD, VIKING, DAN SALMON Asanti Astari Skandinavia dikenal sebagai kawasan dengan biaya hidup tertinggi di Eropa. Namun fakta tersebut tidak menghalangi niat Asanti menjelajah keindahan alamnya selama kurang lebih tiga minggu. Di bukunya, alumni Universitas Indonesia ini merekomendasikan beberapa aktivitas yang layak dilakoni jika tabungan sudah mencukupi, antara lain menonton pentas cahaya Aurora Borealis dan tur kendaraan lintas kota bertajuk “Norway in a Nutshell”.   THE NAKED TRAVELER 3 Trinity Sejatinya, The Naked Traveler bukanlah buku panduan wisata, melainkan bacaan hiburan dan seri ketiganya ini kemungkinan membuat kita tertawa tiga kali lebih kencang. Tetap dengan gaya menulis ala blog, Trinity menuturkan kisahnya berenang di Laut Mati, mandi bugil di onsen (akhirnya ia benar-benar seorang “naked’ traveler), melakoni tur hantu di Bandung, hingga menyusuri jalan-jalan kumuh di Nepal. Seluruh tempat tersebut memang pernah dibahas di buku travel lain, namun yang membuat The Naked TravsJer 3 spesial adalah, Trinity mampu mengolah kejadian remeh sehari-hari jadi humor yang mengocok perut.   BUKAN JELAJAH BIASA: OLEH-OLEH CERITA, BUDAYA, [...]

August 22, 2011 // 0 Comments

MyTrip (2011): Garis Batas—Buku Inspiratif yang Wajib Dibaca Para Pejalan

August 2011 Garis Batas: Buku Inspiratif yang Wajib Dibaca Para Pejalan   Garis batas! Seperti halnya gravitasi bumi dan oksigen, garis batas tidak terlihat, namun setiap langkah dan embusan napas kita dipengaruhi olehnya. (hal 7) Tentang Isi Buku Dibagi menjadi 5 bab sesuai dengan nama-nama negeri Asia Tengah yang dijelajahi penulis. Tajikistan – Eksistensi Negeri Merdeka Kirgizstan – Tenggelam di Atas Peta Kazakhstan – Kebanggaan di Simpang Jalan Uzbekistan – Tarian Masa Lalu Turkmenistan – Utopistan Setiap bab dilengkapi foto-foto yang membantu kita membayangkan keunikan budaya di sana. Adanya peta masing-masing negara juga memudahkan kita untuk ngintilin perkelanaan penulis keluar masuk garis batas.   Tentang Gaya Bertutur Nggak capek baca buku tebal ini, padahal topik yang dibahas sangat serius. Tentang kebudayaan, kemanusiaan, nasionalisme, politik, konflik batin kaum minoritas mengenai identitas, dan hal-hal hakiki dalam kehidupan manusia. Soalnya, Agustinus sangat piawai memainkan kata-kata. Ya, diksinya sungguh kaya. Coba simak: Ada sejumput kecil tanah Uzbekistan yang dikelilingi oleh Kirgizstan. Ada kampung Kirgizstan yang nyasar di Uzbekistan. Beberapa dusun Tajikistan teronggok pasrah dikelilingi musuh bebuyutan Uzbekistan. (hal 400) Jadi, untuk menggambarkan hal yang sama (kondisi perbatasan yang saling mengungkung), penulis sama sekali tidak melakukan pengulangan kata. Gaya sindiran berbau satire bikin kita nggak [...]

August 22, 2011 // 0 Comments

Femina (2011): Pilihan Weekend—Garis Batas

29 July 2011 Femina Pilihan Weekend http://www.femina.co.id/shop.dine/pilihan.weekend/garis.batas/007/004/21 Garis Batas Agustinus Wibowo/ Gramedia (2011) Tajikistan, Kirgistan, Kazahstan, Uzbekistan dan Turkmenistan, nyaris tak pernah kita dengar eksistensinya di peta pariwisata dunia. Negeri Asia Tengah pecahan Soviet ini terkesan negeri misterius, ‘ujung dunia.’ Tapi, Agustinus, backpacker yang lebih dari 2 tahun menjelajah Afghanistan, sangat penasaran pada negeri di seberang Sungai Amu Darya, berjarak 20 meter dari Afghanistan, ini. Ia berjalan  2.000 kilometer untuk sampai di negeri perbatasan sungai itu. Agustinus mampu menguak sisi lain negeri-negeri ‘stan’ tersebut. Catatannya yang mendalam tentang keindahan tempat itu  makin kaya dengan cerita keseharian dan impian masyarakat ‘stan’ yang tak habis didera konflik dan krisis. [...]

July 29, 2011 // 0 Comments

[VIDEO] Liputan6 SCTV: Backpacker Asal Lumajang

Agustinus, Empat Tahun Berkelana dengan Ransel Sosok | oleh Tim Liputan 6 SCTV Posted: 29/05/2011 12:54 Liputan6.com, Jakarta: Kegigihan Agustinus Wibowo membawa dirinya melangkahkan kaki ke berbagai penjuru dunia. Empat tahun sudah Agus mengembara menyandeng rasel. Pengembaraan dimulai dari perjumpaan Agus dengan seorang backpacker Solo asal Jepang. Kala itu Agus sedang kuliah di Universitas Tshinghua, Beijing, Cina. Ia kemudian tergoda dan memulai perjalanannya dari negara tetangga Cina, Mongolia pada 2002. Agus kemudian merambah ke negara-negara lain seperti Tibet, Nepal, India dan Pakistan. Semua itu dilakoni seorang diri. Setelah menjadi relawan pasca-tsunami Aceh pada 2005, Agus menolak beasiswa pendidikan strata dua Ilmu Komputer di Cina. Dia justru memantapkan diri memulai perjalanan ke negara yang penuh konflik dan perang, Afghanistan. Satu tahun tujuh bulan ia menggembara ke pelosok-pelosok Negeri Mullah yang tak pernah dikunjungi orang asing, bahkan penduduk daerah lain. Di balik keberaniannya menyusuri tepian jurang, menyeberangi sungai dan mendaki gunung, Agus sebenarnya menyimpan ketakutan akan ketinggian. Kendati demikian, langkahnya tak pernah surut. Dan, kisah ini dituangkan dalam buku pertamanya bertajuk Selimut Debu. Tak sekadar jalan-jalan, Agus menghindari perjalanan naik pesawat agar bisa mengupas budaya tiap negara yang dikunjungi. Ia kemudian menghubungkannya dengan permasalahan di Indonesia. Tentu saja ini didukung dengan kelebihan [...]

May 29, 2011 // 0 Comments

Jawa Pos (2011): Traveling Tak Sekadar Jalan-Jalan

15 Mei 2011 Jawa Pos Traveling Tak Sekadar Jalan-Jalan JUDUL: Garis Batas, Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah PENULIS: Agustinus Wibowo PENERBIT: PT Gramedia Pustaka Utama TERIT: April 2011 TEBAL: xiv, 510 halaman Menceritakan petualangan ke negara-negara yang “tak masuk peta” dengan bahasa yang mengalir. Mendefinisi ulang makna garis batas. SEIRING dengan kemajuan ekonomi dan membaiknya kesejahteraan, traveling kini bukan lagi barang mewah di Indonesia. Entah traveling ikut group tour atau model menggelandang gaya backpacker, semuanya sudah jadi gaya hidup anak muda sampai orang tua. Para pelakunya pun seperti berlomba mendokumentasikan perjalanannya. Baik dalam bentuk buku maupun dipajang di situs jejaring sosial untuk sekadar pamer ke teman atau kolega. Namun, di antara sekian banyak buku yang bertebaran itu, tak ada yang seistimewa Garis Batas, Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah, karya Agustinus Wibowo. Istimewa lantaran buku ini tak hanya menginformasikan tempat makan, tempat pelesiran, atau penginapan. Di sini Agustinus mengajak kita bertualang di negara-negara berakhiran Stan yang nyaris jarang mendapat kunjungan. Mulai Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan berakhir di Turkmenistan. Garis Batas adalah buku kedua Agustinus setelah Selimut Debu yang membahas tentang Afghanistan. Saat bertatap muka di Beijing, Tiongkok, akhir April silam, siapa yang menyangka sosok inilah yang berkelana mendaki gunung, mengarungi [...]

May 15, 2011 // 1 Comment

Garis Batas – Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah (Borderlines)

My second published travel writing book, on journey to Central Asian countries (The “Stans”). Indonesian language. Borderlines – Journey to the Central Asian States Everyday, Afghan villagers stare to “a foreign country” which is just a river away. They look at passing cars, without even once experiencing sitting inside the vehicles. They look at Russian-style villas, while they live in dark mud and stone houses. They look at girls in tight jeans, while their own women are illiterate and have no freedom to travel. The country across the river seems magnificent—a magnificent fantasy. The same fantasy brings Agustinus Wibowo travel to the mysterious Central Asian states. Tajikistan. Kyrgyzstan. Kazakhstan. Uzbekistan. Turkmenistan. The “Stan brothers”. This journey will not only bring you step on snowy mountains, walk accross borderless steppes, adsorbing the greatness of traditions and the glowing Silk Road civilization, or having nostalgy with Soviet Union communism symbols, but also finding out the mystery of fate of human beings who are always being separated in the boxes of borderlines. Paperback, 528 pages Published April 14th 2011 by Gramedia Pustaka Utama ISBN13 9789792268843 primary language Indonesian original title Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah url http://www.gramedia.com/buku-detail/84515/Garis-Batas ————– Garis Batas: Perjalanan [...]

April 25, 2011 // 4 Comments

1 2 3 4