Recommended

Kandar

Titik Nol 168: Negeri Para Petarung (4)

Ali Zaman dan Gul Zaman (AGUSTINUS WIBOWO) Tongkat, bedil, dan pedang adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan orang Kandar. Seorang tetua Kandar mengajari saya tentang filosofi budaya bertarung mereka. “Tidak benar orang Kandar suka bertarung,” sangkal Behsar, pemuda dari desa Kandar Tengah. Saya masih berdebat dengannya, membenturkan data-data yang berhasil saya kumpulkan dengan sanggahan-sanggahannya. Saya bertanya tentang di mana helipad tempat pembajakan helikopter itu terjadi. Behsar menunjuk ke atas. Dia keceplosan. Jawabannya membuktikan bahwa peristiwa itu memang terjadi. Semuanya jadi berbalik arah. Dari defensif, ia kini terang-terangan membanggakan kebiasaan berkelahi. “Apa salahnya? Kami memang bukan orang yang lemah! Tetapi kami sangat bersahabat dengan orang luar!” Lalu mengapa orang-orang Noraseri punya begitu banyak kisah konyol dan seram tentang kebiasaan antik orang Kandar? Mengapa semua orang di lereng bawah gunung sana takut akan keganasan orang Kandar? “Karena orang Noraseri-mu itu tidak berpendidikan!” Dari seorang Behsar yang lemah lembut dengan bahasa Inggris yang fasih karena pendidikan yang tinggi, kini ia berubah menjadi Behsar yang benar-benar orang Kandar. Farman sebenarnya sudah mulai kesal dengan saya. Dia sudah tidak ingin untuk membawa saya ke tempat yang lebih tinggi lagi. “Saya masih belum melihat Kandar,” sanggah saya, “ayolah, bawalah saya ke atas lagi. Setidaknya sampai melihat [...]

April 15, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 167: Negeri Para Petarung (3)

Kandar di puncak pegunungan Kashmir (AGUSTINUS WIBOWO) “Kamu percaya dengan segala kebohongan itu? Tidak benar itu. Orang Kandar bukan petarung seperti yang kamu bayangkan,” kata Behsar, pria Kandar berumur 24 tahun, “lagipula desa-desa yang kamu lihat sama sekali bukan Kandar!” Saya dalam perjalanan mencari jawaban misteri orang Kandar, dan kini terperangkap dalam kebingunan antara kenyataan, drama, dan mitos. Tubuh saya sudah banjir keringat ketika kami sampai di sebuah desa yang menurut Farman adalah desa Kandar Tengah. Di sinilah Behsar, pemuda yang bahasa Inggrisnya fasih sekali, membongkar habis semua serpihan tentang misteri orang Kandar yang saya kumpulkan sepanjang perjalanan. “Orang Kandar adalah orang yang ramah tamah, tetapi mereka sangat miskin. Kami tidak berkelahi. Mungkin memang ada orang yang suka berkelahi, jumlahnya tak lebih dari 25 orang, mungkin. Dan mungkin orang-orang inilah yang membuat reputasi Kandar hancur.” Jadi, yang dari tadi mengaku sebagai jago petarung dari Kandar, sama sekali bukan orang Kandar? Behsar menggeleng. Wajahnya tak berkumis dan berjenggot. Gerak-geriknya penuh percaya diri, yang malah membuat saya semakin ragu dengan segala pembicaraan yang sudah saya catat. Saya juga mulai terngiang-ngiang ucapan dokter Zaman, yang mengingatkan bahwa Farman sangat mungkin malas membawa saya sampai ke Kandar, dan sebagai gantinya akan membawa saya ke [...]

April 14, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 166: Negeri Para Petarung (2)

Selalu berapi-api waktu bicara (AGUSTINUS WIBOWO) Saya baru tahu betapa susahnya mencari orang Kandar. Bukan hanya medan gunung yang berat melintasi titik-titik rawan longsor, tetapi juga saya tak tahu bagaimana wujud orang Kandar. Sekarang Farman, kawan seperjalanan saya, ingin membuat saya terkesan dengan perjalanan lintas gunung ini. Setiap kali kami berpapasan dengan orang yang bersurban atau berjenggot lebat, Farman langsung bilang, “Dia orang Kandar! Dia orang Kandar!” Saya tidak percaya. Masa cuma surban dan jenggot yang menjadi karakteristik orang dari negeri petarung? Benar saja, seorang pemuda malang langsung menjerit, “Bukan! Aku bukan dari Kandar!” Farman terpingkal-pingkal. Kami singgah di sebuah rumah. “Selamat datang, ini adalah rumah pertama orang Kandar yang kita jumpai,” kata Farman bak seorang pemandu wisata. Sebagai seorang turis yang sama sekali buta pelosok gunung ini, saya cuma bisa mengamini. Empat orang pria sedang sibuk bekerja. Ada yang menggergaji, ada yang memotong kayu. Semua berpakaian celana shalwar dan jubah kamiz. Kepalanya dibungkus surban putih, yang cara memasangnya pun tak lazim. Ujung lilitan surban tak panjang, menyerong ke atas seperti menantang langit. Tiba-tiba seorang kakek tua yang melihat saya memotret-motret, dengan garang menerjang ke arah saya, mencoba merampas kamera yang saya pegang. Saya terkejut sampai terlompat. Farman menghalangi si [...]

April 13, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 165: Negeri Para Petarung (1)

Gunung-gunung Kashmir yang megah (AGUSTINUS WIBOWO) Dari segala kisah-kisah aneh yang saya dengar di sini, tidak ada yang lebih tidak masuk akal daripada cerita tentang orang Kandar, suku petarung di puncak gunung. Kandar adalah sebuah desa kecil terletak di puncak bukit yang terlihat di belakang Noraseri. Jaraknya cuma empat kilometer, naik turun gunung, dan butuh waktu tiga jam untuk mencapainya. Walaupun demikian, bagi sebagian besar orang normal, Kandar sama sekali bukan tempat yang bisa dikunjungi. Ada apa dengan Kandar? Namanya tersohor di seluruh pelosok perbukitan. Tak ada orang Noraseri yang tak kenal desa kecil di atas sana itu. Bahkan di kota pasar Pattika dan Muzaffarabad yang jauh di bawah sana, semua orang pernah mendengar nama desa ini. “Walaupun cuma empat kilometer jauhnya,” kata Rashid, sukarelawan dari Islamabad, “orang Kandar sudah nampak jauh berbeda dari penampilan fisiknya. Mereka selalu berjalan ke mana-mana dengan tongkat kayu. Tongkat ini selalu siap untuk memukul orang. Mereka juga menggantungkan syal di leher.” Saya jadi terbayang pejuang Pashtun di Afghanistan, apalagi nama Kandar mirip dengan Kandahar, kota lahirnya Taliban. “Kalau Afghanistan punya Kandahar, maka Kashmir punya Kandar,” Rashid melanjutkan, “orang-orangnya sama-sama suka perang.” Tanggal 12 Januari 2006, pernah kejadian orang Kandar membajak helikopter yang mengangkut bala [...]

April 10, 2015 // 1 Comment

Kandar – The Land of Fighters

April 3, 2006 Helicopter bringing aids to Harama. Imagine how those angry fighters hijacked the flying copter First, the rumors. The name of Kandar is full of myth, ask every villager of Noraseri, and his face will be filled by fear. Not only villagers from Noraseri, but the fame of Kandar had reached areas as far as Pattika and Muzaffarabad. The people of Kandar had made their popularity around the hills. Kandar, located on the top of the hill just behind, is visible from Noraseri. Seemed as close it was, the real four kilometer distance was somehow an unreachable gap for the villagers from Noraseri. It was the image of Kandar which put down the people of other villages. I have heard the rumor about Kandar for the first time from Rashid who told me how ‘nonsense’ these people were. Rashid said that no NGO was working there, as the NGOs were afraid of Kandari. Kandar, accidentally the name resembled “Kandahar”, one of the most dangerous areas in Afghanistan. It was a joke that Kandar was Kandahar of Kashmir. Once upon a time in history, somewhere in a time dimension after the disaster, there happened a helicopter was hijacked by [...]

April 3, 2006 // 0 Comments