Recommended

Karakoram Highway

Titik Nol 152: Terpenjara

Terpenjara [ilustrasi] (AGUSTINUS WIBOWO) Di kota Gilgit, ada dua kawan kita yang terkucil dalam penjara. “Kasihan sekali,” kata Rajja Sadafar, seorang pegawai pemerintahan di kantor Deputy Commissioner, “mereka sendirian di sini. Tak ada yang mengunjungi. Tak ada kawan, tak ada keluarga.” Matanya berkaca-kaca ketika berkisah tentang dua gadis Indonesia yang terpenjara di Gilgit. Rajja, pria berusia empat puluhan ini, begitu senang bertemu saya yang kebetulan sedang memperpanjang visa di kantor DC. “Jarang ada orang Indonesia bisa sampai ke sini. Sebagai kawan senegara, kamu mesti menengok mereka. Bawalah buah, mereka pasti senang sekali.” Rajja kemudian menulis dalam buku catatan saya, ‘Maryam dan Christina’, nama kedua gadis itu. Di kota Gilgit, rumor bertebaran tentang kedua gadis misterius ini. Khalayak ramai seakan tahu segala-galanya tentang mereka. Kasusnya pernah merebak, menjadi buah bibir di kota. Maryam dan Christina ditangkap petugas perbatasan Pakistan ketika mencoba menyelundupkan empat kilogram heroin ke negeri Tiongkok, melalui perbatasan Karakoram Highway. “Mereka gadis lugu,” kata Yaqub, pemilik penginapan yang katanya pernah diinapi oleh Maryam dan Christina sebelum ditangkap, “masih sangat muda belia. Wajah mereka mungil dan tubuhnya pun kecil. Ada seorang pria Pakistan bersama mereka. Kasihan, gadis-gadis itu diperalat karena keluguannya.” Heroin itu konon disimpan di dasar tas ransel mereka. [...]

March 24, 2015 // 6 Comments

Titik Nol 131: Berjalan Lagi

Mata Hassan masih sembab melepas kepergian kedua anaknya (AGUSTINUS WIBOWO) Saya melihat tetes air menggenangi mata Hassan Shah melepas kepergian anak-anaknya. Saya teringat air mata yang sama mengalir di kedua belah pipi ibunda saya. Sudah sepuluh hari Karimabad terkunci dari dunia luar. Jalan Karakoram Highway, satu-satunya jalan yang menghubungkan Islamabad ke negeri Tiongkok melintasi barisan gunung tinggi Himalaya, tak bisa ditembus. Penyebabnya, badai salju menyebabkan beberapa titik sepanjang jalan ini ditimbun longsor. Batu-batu gunung raksasa bisa begitu saja berpindah tempat dari puncak sana ke badan jalan. Di belahan bumi ini, di tengah musim seperti ini, longsor batu sama lazimnya dengan chapati di pagi hari. Lebih dari sebulan sudah saya terperangkap di Hunza. Semula saya datang dengan tubuh lemah, nafsu makan minim, dan mata kuning mengerikan. Tetapi udara pegunungan surgawi yang berdaya magis dalam sekejap menyembuhkan penyakit saya. Setelah beristirahat sekian lama, rasanya segenap semangat hidup saya sudah kembali lagi, walaupun saya belum yakin kekuatan tubuh ini sudah pulih seperti sedia kala. Lepas dari hepatitis, sekarang saya ditekan rasa berdosa. Dulu semangat saya begitu meluap-luap, ingin segera membaktikan diri ke daerah gempa di Kashmir. Tetapi kini, saya tak lebih dari seorang turis lemah yang menghabiskan hari-hari di pondokan, menonton film India [...]

February 23, 2015 // 1 Comment

Titik Nol (127): Dusun Mati

Desa mati yang ditinggal penduduknya di musim dingin (AGUSTINUS WIBOWO) Dusun Karimabad terperangkap dalam sepi. Salju terus mengguyur, menyelimuti lereng gunung dengan warna putih yang merambah semua sudut. Teras-teras ladang bagaikan lautan salju yang berombak. Saya juga terperangkap di sini. Sekarang hanya ada seutas jalan yang menghubungkan Karimabad dengan dunia luar – Karakoram Highway. Ke utara, ke arah China, perbatasan ditutup total sejak awal Januari. Ke selatan, ke arah kota-kota Pakistan, jalan pun tertutup oleh longsoran batu gunung. Seluruh wilayah Northern Areas sekarang terperangkap dalam dunianya sendiri. Saya sudah ingin cepat-cepat meninggalkan surga di lereng Karakoram ini menuju Kashmir, tempat saya seharusnya bekerja sebagai sukarelawan. Tetapi harga karcis bus ke Rawalpindi sungguh mahal, 821 Rupee. Karenanya, saya langsung mengiyakan tawaran Akhtar, pemuda dari Sost, yang katanya mau berangkat bersama menuju Islamabad dengan kendaraan pribadinya. Tetapi janji orang sini tak boleh dipercaya seratus persen. Akhtar berkata, seminggu lagi kita berangkat. Saya sudah menunggu seminggu penuh, tak ada kabar juga. Komunikasi satu-satunya yang mungkin hanya via telepon. Di musim dingin begini, hanya ada satu warung telepon yang buka di Karimabad. Saya harus naik bukit hanya untuk sekadar menanyakan kapan ia berangkat. Jawabannya, bisa ditebak, “Mister,‘dua’ hari lagi”. Dua hari berikutnya, di bawah [...]

February 17, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 124: Mehman

Puncak-puncak lancip pegunungan di Pasu (AGUSTINUS WIBOWO) “Aap hamare mehman hai. Anda adalah tamu kami,” kata seorang sopir truk dari Karimabad, yang – selain menolak menerima ongkos –  menawari saya sekotak biskuit dan sekaleng minuman. Saya hampir tak bisa berkata-kata menerima ketulusan persahabatan ini. Jika Anda menjelajah Pakistan, ada satu hal yang selalu hadir: keramahtamahan.  Dalam bahasa Urdu disebut mehmannavazi. Tak peduli betapa miskinnya orang-orang di negeri ini, bagaimana pun tingkat pendidikan dan latar belakang sosialnya, semuanya seakan berlomba menawarkan yang terbaik untuk para tamu. Mehman, sebuah konsep yang melekat dalam sanubari penduduk setempat. Begitu kuatnya, sampai saya jadi malu sendiri. Tuan rumah tak makan tak mengapa, asalkan tamu dijamu dengan limpahan makanan mewah. Tak ada uang tak mengapa, asalkan sang tamu tetap merasa nyaman. Menggigil kedinginan bukan masalah, asalkan sang tamu tetap hangat dan lelap. Dari Chapursan kembali ke Karimabad, saya harus melewati Kota Sost di perbatasan Pakistan-Cina. Harga karcis angkot Sost-Karimabad cuma 100 Rupee, sekitar 15 ribu. Tidak mahal. Tapi saya memutuskan berjalan kaki agar lebih menikmati keindahan lembah-lembah dan barisan gunung Karakoram. Kalau sudah capek, sesekali saya menumpang mobil yang melintas. Hari ini matahari bersinar cerah. Lembah tanpa sinar mentari di Chapursan menjadi kenangan. Barisan pegunungan Gojal [...]

February 12, 2015 // 2 Comments

Titik Nol 122: Senandung Dalam Gelap

Orang Pakistan tidak pernah bermain-main ketika menyebut kata ‘mehman’. Arti harafiahnya tamu. Kata itu menyiratkan penghormatan yang luar biasa kepada musafir, kemurahan hati sebagai bagian dari ibadah, dan ketulusan untuk menolong sesama. Pemuda ini bernama Majid. Umurnya baru 22 tahun, tetapi bahasa Inggrisnya sudah cukup bagus. Tubuhnya besar, dan kegemarannya adalah tertawa di akhir setiap kalimat yang diucapkannya, dengan tubuh sampai berguncang-guncang saking hebatnya. Dengan penuh sabar ia menjelaskan setiap detail rumah itu. “Ini adalah rumah Tajik,” katanya bak seorang guide, “ di ruangan ini ada lima pilar, masing-masing melambangkan Muhammad, Ali, Hassan, Hussain, dan Fatima. Di pintu masuk itu ada dua pilar yang berdekatan, melambangkan Hassan dan Hussain – kedua putra Ali. “Kamu tahu, di ruangan ini kami menari kalau ada acara pernikahan,” terang Majid. Tubuhnya terguncang-guncang, tertawa terpingkal-pingkal, seringkali untuk hal yang saya juga tidak mengerti di mana lucunya. Ruangan itu berbentuk segi empat. Gelap pekat. Cahaya hanya muncul dari api yang membara di tengah ruangan. Di ketiga sisi ruangan ada panggung dari tanah liat untuk tempat duduk para tamu, atau tempat tidur keluarga di malam hari. Di sisi keempat ada panggung tanah liat juga. Tempatnya lebih tinggi, tengahnya berongga. Inilah tempat kayu kering. Api dinyalakan. Poci teh [...]

February 10, 2015 // 3 Comments

Titik Nol 120: Seutas Jalan di Bibir Jurang

Pernahkah Anda mendengar tentang sebuah lembah yang dirundung kegelapan – tanpa mentari  – selama berbulan-bulan? Saya tertarik anjuran Wahid untuk belajar lebih banyak tentang kehidupan orang Tajik di chapursan. Seorang pemilik kios kecil di kota perbatasan Sost menambahkan, “Engkau harus ke Chapursan, mengalami siksaan hidup kedinginan tanpa sinar matahari!” Saya memberanikan diri pergi ke Chapursan, sebuah lembah yang tersembunyi di balik barisan gunung, di tengah musim dingin Hunza yang menggigit. Gilakah saya? Noorkhan tertawa tergelak-gelak. Pria kurus 30 tahun berkumis tipis ini tubuhnya dibalut selimut tebal. Musim dingin membuat orang Hunza jalan ke mana-mana dengan selimut terlingkar di pundak. “Chapursan dingin sekali,” katanya, “dan tidak banyak orang yang senekad kamu pergi ke sana di musim begini.” Jalan sempit di tepi jurang (AGUSTINUS WIBOWO) Tawa Noorkhan membuat saya sedikit ragu. Afiyatabad dan Sost yang berkelimpahan sinar matahari seperti ini saja masih dingin bukan kepalang. Kalau lepas sarung tangan beberapa menit saja, telapak tangan sudah membiru. Apalagi di lembah yang terjepit gunung, 60 kilometer jauhnya dari sini itu, seperti apa dinginnya? “Saya sebenarnya juga pendatang ke Chapursan,” lanjutnya, “saya memang lahir di Chapursan, tetapi tinggal di Karachi.” Bahasa Inggrisnya fasih, gerak-gerik tubuhnya menunjukkan tingkat pendidikannya yang tinggi. Noorkhan adalah orang penting di [...]

February 6, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 119: Pelabuhan Darat

Hunza bukan lagi Shangri-La yang tersembunyi, tak terjamah peradaban manusia. Sejak Karakoram Highway selesai dibangun, desa-desa di pegunungan tinggi ini semakin terbuka bersama kemajuan dunia. Pembangunan jalan raya menembus gunung-gunung pada ketinggian di atas 4000 meter bukanlah hal yang mudah. Pemerintah Pakistan dan China bersama-sama mengerjakan proyek ini, membutuhkan waktu 20 tahun, dan baru selesai pada tahun 1986. Panjangnya 1300 kilometer, menghubungkan Islamabad dengan kota Kashgar di propinsi Xinjiang milik Republik Rakyat China. Medannya sangat berat. Pakistan menyebut jalan raya ini sebagai Keajaiban Dunia Kedelapan. Saya berhasil mengalahkan rasa malas, memaksa diri beranjak meninggalkan Karimabad menuju kota Sost, kota terakhir Pakistan sebelum perbatasan China. Saya dengar karena banyaknya orang China, di kota Sost kita bisa membeli makanan China yang asli citarasanya. Dua tahun lalu, saya sudah pernah sampai di sini. Para pekerja China sedang sibuk membangun dry port – pelabuhan darat, yang akan membangkitkan denyut nadi perekonomian di barisan pegunungan Karakoram. Waktu itu mereka sangat gembira, karena kiriman daging babi dari China baru datang. Bagi para pekerja itu, makanan Pakistan terlalu hambar dan tak sesuai lidah mereka. Di seluruh negeri, daging babi tak tersedia sama sekali dan harus diimpor untuk konsumsi sendiri. Selain itu, para pekerja juga tidak bisa hidup [...]

February 5, 2015 // 15 Comments

Titik Nol 116: Karakoram Highway

Kakek tua Haider (AGUSTINUS WIBOWO) Di bawah gunung bertudung salju setinggi 7.790 meter, Desa Karimabad diam dalam keheningan. Di sini waktu mengalir lambat-lambat, ditelan keagungan puncak-puncak raksasa. Di bawah sana terhampar Lembah Hunza—terletak di utara Pakistan, diapit tiga gunung besar: Himalaya, Karakoram, dan Pamir. Jalan raya Karakoram Highway berkelok di pinggang gunung, menghubungkan Islamabad—ibu kota Pakistan—dengan kota kuno Kashgar di negeri Tiongkok. “Perjalanan yang benar-benar menyakitkan,” keluh Al, “Saya memang sudah tua. Perjalanan seperti ini sudah bukan untuk umurku lagi.” Saya dan Al baru saja menempuh perjalanan panjang sampai ke dusun Karimabad di jantung Lembah Hunza. Tujuh jam perjalanan Lahore–Rawalpindi plus 22 jam dengan bus menyusuri Karakoram Highway, dan masih ditambah lagi dua jam perjalanan sampai ke Karimabad. Jalannya berkelak-kelok, naik turun, bolong-bolong. Namanya juga jalan gunung. Gunung-gunung di bagian utara Pakistan mengisolasi wilayah pedesaan di seluruh provinsi Northern Areas (NA) di dataran tinggi ini. Ajaib, di liukan tajam punggung bukit, di tepi jurang dengan air sungai yang menggelegak, bisa dibangun jalan raya beraspal yang menghubungkan Pakistan-China, menghidupkan kembali perdagangan Jalur Sutra, dan menyembulkan dusun-dusun Hunza ke atas peta. Namun, bagi Al, itu adalah siksaan. Tak pernah ia semenderita ini. “Masa tak ada pesawat terbang ke Gilgit?” ia mengeluh lagi. [...]

February 2, 2015 // 5 Comments

Selimut Debu 3: Nyanyian Bisu

Perempuan Tajik dari Tashkurgan, China (desa terakhir sebelum Khunjerab Pass), punya kebiasaan memakai topi di bawah kerudung. (AGUSTINUS WIBOWO) Gunung-gunung itu bisu, tapi mereka seakan bernyanyi begitu merdu. Perjalanan dari Kashgar menuju Pakistan bisa ditempuh dalam waktu dua hari dengan menggunakan bus internasional. Karakoram Highway, yang diklaim oleh Pakistan sebagai keajaiban dunia kedelapan, dianggap sebagai mahakarya bikinan manusia. Jalan raya yang menghubungkan Kashgar dengan Islamabad itu menembus gunung-gunung tinggi mencapai ketinggian lebih dari 5.000 m di atas permukaan laut. Banyak orang yang mengatakan, Karakoram adalah jalan perbatasan yang paling indah di dunia. Perbatasan China-Pakistan terletak di Khunjerab Pass. Ada sebuah patok yang menandai batas itu, di puncak sebuah bukit yang berangin kencang. Di sisi China, tergambar lambang negara China dan tulisan nama negara. Demikian juga di sisi Pakistan. Nampaknya wabah SARS di China cukup menyeramkan bagi Pakistan yang tidak mempunyai fasilitas kesehatan semodern China. Karena itu mereka sangat berhati-hati, bisa juga dibilang berlebihan, terhadap semua pendatang dari China. Perbatasan China-Pakistan baru saja dibuka dua hari lalu, dan aku termasuk salah seorang turis asing pertama yang menyeberang dari China menuju Pakistan. Dalam bus yang aku tumpangi ini, hanya akulah satu-satunya orang asing. Sebagian besar penumpang adalah para pekerja China yang hendak [...]

October 30, 2013 // 0 Comments