Recommended

London

London Book Fair 15 April 2015: Penulis di Tengah Pameran Buku

Saya mendapat kehormatan menjadi salah satu penulis yang dikirim untuk berbicara di stand Indonesia pada forum London Book Fair 2015, yang diselenggarakan pada 14-16 April 2015 di Olympia, Kensington, kawasan barat London. Pameran ini diikuti 25.000 pelaku industri dari 124 negara, termasuk Indonesia yang membawa 200an judul pilihan dari berbagai penerbit. Indonesia, dalam partisipasi perdananya di ajang ini, menempati stan 5B140, yang berukuran hanya 20 meter, terletak jauh di ujung belakang Hall B yang berjarak sekitar 20 menit berjalan kaki dari pintu utama. Praktis, di tengah lautan puluhan ribu penerbit, stan Indonesia sangat tersembunyi dan nyaris tenggelam. Sementara di sekeliling stan Indonesia adalah stan dari negara-negara lain yang tidak kalah sepi, seperti dari Abu Dhabi, Slowakia, Al Ain, Dubai. Berbeda dengan pameran buku yang pernah saya hadiri, London Book Fair murni bisnis, bukan ajang jumpa pembaca atau penikmatan sastra. Para pengunjung adalah para pemain industri seperti penerbit, pedagang hak cipta, agen literasi. Kelompok pengunjung lainnya adalah para pekerjanya seperti penulis, penerjemah, desainer, jurnalis. Pengalaman pertama menghadiri pameran buku seraksasa ini sangat mengobrak-abrik pemikiran saya. Di balairung utama Grand Hal, berjajar stan-stan dari penerbit besar dunia: Penguins, Harper Collins, Oxford, juga negara-negara Eropa seperti Prancis, Skandinavia, Jerman. Ini adalah zona yang [...]

September 28, 2015 // 9 Comments

Titik Nol 115: Mencari Identitas

  Sudahkah saya seperti orang Pakistan? (AGUSTINUS WIBOWO) “Bhai jan, aku sudah seperti orang Pakistan? Bagus tidak?” tanya pria Inggris ini kepada sopir rickshaw, memamerkan pakaian shalwar kamiz yang baru saja didapat dari tukang jahit seharga 1.000 Rupee. Bukan hanya sopir rickshaw, tapi semua orang Pakistan yang dijumpai – tukang jual pisang, penjaga losmen, toko obat, sopir taksi, kondektur bus,… Namanya Al Malik, warga negara Inggris keturunan Pakistan. Umurnya tiga puluhan, tetapi masih belum menikah. Tubuhnya tambun, wajahnya ditumbuhi kumis dan jenggot pendek, tajam-tajam seperti duri. Pandangannya menghunus tajam dari matanya yang berwarna coklat indah itu. Saya pertama kali berjumpa dengannya dalam pertunjukan malam Sufi, di mana ia terpesona oleh suasan mistis yang menghanyutkan. Juga meriahnya musik qawwali yang membuatnya merasa telah mencapai tujuan perjalanannya. Dalam sebulan terakhir, Al telah  mengunjungi empat negara Muslim – Turki, Suriah, Iran, dan sekarang Pakistan. “Suriah, aha, negara itu sangat bebas. Tehran sangat modern. Tetapi justru di sini, di Pakistan, aku menemukan apa yang aku cari. Kesenian Islam modern yang inovatif!” katanya dalam bahasa Inggris dengan logat Britania yang kental. Al, menurut pengakuannya sendiri, adalah pengamat seni. Ia mengunjungi negeri-negeri Muslim untuk mencari kesenian Islam kontemporer, modern, yang bakal digemari penikmat seni Eropa. Kemarin [...]

January 30, 2015 // 10 Comments