Recommended

Mao Zedong

Titik Nol 142: Sebuah Desa di Lereng Gunung

Barisan gunung salju terlihat dari Noraseri (AGUSTINUS WIBOWO) Tengoklah tanah Kashmir ini. Gunung-gunung hijau tinggi menggapai langit. Manusia, bak semut, bertaburan dari kaki, pinggang, hingga ke puncak gunung. Di kala malam, gunung-gunung itu seperti mengenakan pakaian berkelap-kelip. Indah sekali. “Tetapi bayangkan ketika gunung yang menggapai langit itu, tiba-tiba, ditumpahkan ke atas kepalamu,” kata Syed Abid Gilani, pemimpin LSM Danish Muslim Aid di Islamabad, “itulah yang terjadi di Kashmir.” Ia menitikkan air mata. Siapa yang tidak menangis meratapi bencana yang menimpa tanah Kashmir, surga di muka bumi? Bahkan setelah gempa bumi ini pun, tempat ini masih teramat indah. Muzaffarabad gemerlap di waktu malam. Bukit-bukit diselimuti rumah penduduk. Setiap rumah menyalakan lampu, menjadikan bukit ini tidak hanya berselimut gelap yang muram. Saya malah teringat Hong Kong. Walaupun tidak ada gedung tinggi di sini, Muzaffarabad tak kalah cantiknya. “Listrik, air, semua gratis untuk korban gempa selama enam bulan, 24 jam sehari,” kata Rashid. Tak heran semalam suntuk semua orang menyalakan lampu. Kota ini seperti lautan bintang yang berkelap-kelip, mendaki dari permukaan bumi, menyusuri lereng gunung, hingga ke langit tinggi bergabung dengan bintang yang sesungguhnya di batas cakrawala. Tetapi banyak di antar penduduk yang kurang beruntung. Bukannya menikmati fasilitas gratis ‘pelipur lara’ dari pemerintah, [...]

March 10, 2015 // 9 Comments

Titik Nol 24: Pagoda Selaksa Buddha

Kuil Selaksa Budha. (AGUSTINUS WIBOWO) Kota Gyantse, kota terbesar ketiga di Tibet, terletak di tenggara kota Shigatse. Dulunya kota ini adalah perbatasan Tibet, tempat para pejuang Tibet bertempur melawan Inggris di bawah komando Younghusband. Benteng dzong di atas bukit mendominasi pemandangan kota tua ini, melenggak-lenggok di atas bukit terjal, mengingatkan kita akan kejayaan Tibet masa lalu. Namun sekarang Gyantse menjadi kota kecil yang tenang, perlahan-lahan dirambah modernitas yang berhembus dari Tiongkok. Dulu, Gyantse adalah persimpangan penting jalur perdagangan antara Lhasa dengan Ladakh, Nepal, India, Sikkim, dan Bhutan. Karavan unta dari Ladakh, Nepal, dan Tibet melintas di kota ini, membawa emas, garam, wol, bulu, gula, tembakau, teh, katun, dan sebagainya. Buku-buku yang saya baca menyebutkan bahwa Gyantse adalah kota Tibet yang paling kecil pengaruh China-nya. Tetapi mungkin buku-buku itu sudah terlalu kadaluwarsa. Gyantse pun sudah dipenuhi gedung-gedung tinggi, pertokoan baru, dan orang Han dari Sichuan di mana-mana. Orang China hidup di kota baru, sedangkan kota lama di sekitar kuil Pelkor Chode masih didominasi rumah batu penduduk asli. Daerah kota orang Tibet tertata rapi di sepanjang jalan lebar. Beberapa dari mereka membuka usaha toko yang menjual baju adat dan perlengkapan sembahyang. Beberapa pria nampak sibuk memintal benang wol. Kota ini terkenal dengan [...]

June 3, 2014 // 0 Comments

Titik Nol 14: Altar Mao Zedong

Mao Zedong dipuja bersama dewa-dewi Budha di altar sebuah rumah di pedalaman Tibet. (AGUSTINUS WIBOWO) Potret pemimpin Partai Komunis China itu kini bersanding di altar, di samping gambar Boddhisatva Avalokiteshvara, Sang Dewi Kwan Im. Sesajian, lilin, bunga, dan lampu mentega menghiasi sudut rumah yang paling terhormat ini. Apakah Mao sudah menjadi dewa bagi orang Tibet? Dari Darchen ke arah selatan kendaraan sangat jarang. Tak banyak yang melintas dari sini ke arah Lhasa kecuali turis. Sehari mungkin hanya ada satu kendaraan, malah kadang tiga hari pun tak ada sama sekali. “Untung-untunganlah, lihat nasib,” kata Xiao Wang, pemilik warung Sichuan di Darchen. Saya pun mencoba peruntungan saya hari ini, berangkat dengan kaki yang masih pincang ke arah jalan umum tiga kilometer di selatan Darchen, mencegat truk yang lewat, naik bak terbuka, diaduk-aduk bersama kambing di atas jalan yang bergerunjal.. Seorang biksu, yang sama-sama menumpang truk itu bersama kawanan kambing, hanya memandang tanpa ekspresi. Suara motor truk berderu kencang, menenggelamkan semua bunyi di bak terbuka. Saya harus berteriak-teriak untuk bicara dengan biksu itu, yang kemudian dibalas dengan pandangan penuh tanda tanya karena tak mengerti bahasa Mandarin. Truk bergoyang hebat, menggoncang semua yang ada di atas bak terbuka seperti gempa bumi skala dahsyat. Kawanan [...]

May 20, 2014 // 3 Comments

#1Pic1Day: China Today (Beijing, 2013)

China Today (Beijing, 2013) Rapid modernization and development has drastically changed the face of Chinese cities. During the Cultural Revolution, one could be beaten just to wear something regarded a little bit too fancy, like a red shoes with flower decoration. But today, Beijing youngsters are too keen of world fashion and world-class branded stuff. Naked models on billboard are not out-of-place either. The China today is already very much different even compared to when I came first time to Beijing in 2000. China Hari Ini (Beijing, 2013) Modernisasi dan pembangunan yang begitu cepat mengubah wajah kota-kota di China secara drastis. Pada masa Revolusi Kebudayaan, orang bisa dipukuli dan dihajar hanya karena tampil cantik misalnya dengan sepatu yang ada hiasannya. Tetapi hari ini, generasi muda Beijing menggilai mode pakaian dan produk merek dunia. Model yang tampil telanjang pun sudah bukan hal yang istimewa. Hal ini bahkan sudah sangat drastis perubahannya dibandingkan dengan ketika saya pertama kali datang ke Beijing pada tahun 2000. [...]

January 30, 2014 // 0 Comments

#1Pic1Day: Communist Nostalgia (China, 2010)

Communist Nostalgia (China, 2010) Rapid development in China has brought this country entering the world of capitalism. Modernity and materialism cannot be separated from people’s live nationwide. Nevertheless, in last few years, we fill the arrival of nostalgia wind, especially towards the peak of communism under Mao Zedong, where people were equally poor and equally happy. There are some popular thematic restaurants in Beijing offering a journey through time machine, going back to Cultural Revolution era. Visitors seem to attend a general meeting with all other comrades, spectating shows with songs and poems of that era. The restaurant waiters and waitresses also dress in the uniform of Red Army and Red Guards, addressing each visitor as “Comrade”. Nostalgia Komunis (China, 2010) Pembangunan di China yang teramat pesat membawa negeri ini memasuki dunia kapitalisme. Modernitas dan materialisme tidak bisa terpisahkan dari kehidupan di seluruh negeri. Namun demikian, dalam beberapa tahun terakhir muncul kembali kerinduan yang semakin kuat terhadap zaman-zaman Revolusi Kebudayaan, di mana semua rakyat masih miskin tetapi mereka merasa lebih bahagia. Salah satu bentuk nostalgia komunisme adalah munculnya beberapa restoran tematik yang mengusung tema Revolusi Kebudayaan, di mana pengunjung seperti menghadiri rapat akbar para kamerad dengan pertunjukan yang khas pada [...]

January 29, 2014 // 0 Comments

#1Pic1Day: Pemujaan Mao | Mao Worship (Tibet, 2005)

Mao Worship (Tibet, 2005) Inside house of a Tibetan family nearby Kailash, pictures of Mao Zedong are placed together with Buddhist statues and symbols at the worshipping altar. Pemujaan Mao (Tibet, 2005) Foto-foto Mao Zedong diletakkan bersama dengan patung-patung Buddha dan simbol-simbol Buddhis di altar pemujaan di sebuah rumah keluarga Tibet di dekat Kailash.       [...]

November 29, 2013 // 1 Comment

Garis Batas 70: Cermin Gulshan, Cermin Halmiyon (2)

Bocah-bocah Uzbek di sekolah Kirghiz (AGUSTINUS WIBOWO) Gulshan adalah sebuah desa di Uzbekistan yang dipotong-potong oleh garis perbatasan Kyrgyzstan yang hanya para komrad Soviet dan Tuhan yang tahu apa mengapanya. Ada perbatasan di tengah gang kecil, ada keluarga yang dipecah-pecah oleh batas negara, ada bangunan rumah yang separuh ikut Uzbekistan separuh ikut Kyrgyzstan. Tepat di sebelah Gulshan, ada desa Halmiyon. Orang-orangnya, kulturnya, rumah-rumahnya, bahasanya, semua sama persis dengan Gulshan, yang cuma sepuluh langkah kaki jauhnya. Bedanya, di Halmiyon yang berkibar adalah bendera merah Kyrgyzstan. Saidullo mengendarai mobil Tico-nya, made in Uzbekistan, membawa saya melintasi jalan setapak di belakang desa. Jalan ini tak beraspal dan becek. Gunung-gunung salju berjajar di hadapan. Itu gunungnya Kyrgyzstan, Negeri Gunung Surgawi yang memang tak pernah lepas dari gunung dan salju. Sebenarnya jalan setapak ini juga sudah masuk wilayah teritorial Kyrgyzstan. Saya sedang dalam misi penyelundupan lintas batas tanpa paspor masuk ke wilayah Kyrgyzstan secara ilegal. Tetapi kata Saidullo, ini sudah biasa, orang-orang Halmiyon pun tidak mungkin bisa hidup tanpa interaksi dengan Gulshan, demikian pula sebaliknya. Apalagi pernikahan internasional antara penduduk dua desa sudah sangat lazim. Saidullo mengemudikan kendaraannya ke pusat Halmiyon. Saya dibawa ke sebuah sekolah, gedungnya berdiri megah, papan namanya bertulis “Sekolah Toktogul No. [...]

September 19, 2013 // 0 Comments