Recommended

Mumbai

Titik Nol 104: Terkapar di New Delhi

Stasiun kereta api Chhatrapati Shivaji Terminus (AGUSTINUS WIBOWO) Tak ada jalan lain bagi saya untuk segera kembali ke Delhi. Penyakit kuning yang saya derita semakin parah. Tubuh saya lemas. Tetapi Delhi lebih dari seribu kilometer jauhnya, dua puluh empat jam perjalanan yang berat dengan kereta. “Mungkin kamu harus pulang, Gus, jangan memaksakan perjalanan ini,” saran seorang teman dari Jakarta. “Hepatitis, itulah keadaan di mana banyak backpacker mengakhiri pengembaraannya,” seorang kawan backpacker senior dari Inggris menulis email. “Hepatitis adalah penyakit di mana seorang harus istirahat, bed rest total, satu bulan penuh minimal. Sebaiknya memang kamu pulang,” tulis yang lain. Tetapi saya tak mau berakhir di sini. Saya tak mau menyerah dengan penyakit ini. Dari sekian banyak surat dari kawan, hanya satu yang menyemangati saya untuk terus maju. “Jangan menyerah, Gus. Maju terus. Gue yakin kamu pasti bisa,” tulis Andi Lubis, seorang wartawan senior di Medan. Sepatah kalimat pendek itu yang membuat saya terus bertahan. Saya yakin saya pasti bisa, mencapai cita-cita saya melihat ujung dunia. Saya tak gentar perjalanan panjang kereta api menuju New Delhi. Saya harus segera sampai ke Pakistan, di mana gunung-gunung salju pegunungan Himalaya dan Karakoram akan menjadi tempat saya beristirahat. Hati saya dipenuhi segala macam rancangan, impian, [...]

January 15, 2015 // 7 Comments

Titik Nol 102: Mimpi di Air Keruh

Pencucian dhobi ghat di Mahalaksmi (AGUSTINUS WIBOWO) Di antara beragam suratan nasib yang diterima umat dari berbagai kasta, ada jutaan yang ditakdirkan menjadi dhobi, tukang cuci. Di kota Mumbai, para dhobi tenggelam dalam perkampungan kumuh yang terbentang menggurita tersembunyi bisnis binatuan terbesar di Asia. Sebut saja Vinoj. Pria berusia tiga puluhan tahun ini berasal dari propinsi Bihar, dua ribu kilometer jauhnya dari sini. Sepuluh tahun lalu, Vinoj datang ke Mumbai membawa sebongkah mimpi—hidup makmur bergelimang harta, bangkit dari kenistaan kemiskinan di kampungnya. Ini adalah mimpi yang sama dengan puluhan juta manusia lainnya yang menghuni kawasan miskin di kota metropolis ini. Tetapi kota ini sudah terlalu penuh sesak oleh orang-orang penuh mimpi seperti Vinoj. Kota ini kejam, rodanya menggilas mereka-mereka yang hanya datang dengan mimpi. Sudah belasan juta mulut yang mengais rezeki di sini. Tak semua orang seberuntung artis Bollywood. Nasib Vinoj, istri, dan kedua anaknya berakhir di dhobi ghat, di antara ruas-ruas batu, air keruh, dan ratusan ribu helai kain. Ghat, dalam bahasa Sansekerta, berarti anjungan di pinggir sungai, biasanya untuk membasuh tubuh. Di tepian sungai Gangga atau di tepi danau suci Pushkar tersedia undak-undakan tempat umat Hindu melakukan mandi suci. Dhobi ghat adalah ghat untuk para dhobi—tukang cuci. Bentuknya [...]

January 13, 2015 // 7 Comments

Titik Nol 101: Dua Dunia

Pemukiman kumuh bertumbuh bersama metropolis modern (AGUSTINUS WIBOWO) Mumbai adalah dua dunia yang hidup bersama, kontras-kontras yang saling berpadu, membentuk sinergi warna-warni kehidupan yang dinamis, energik, namun juga penuh derita dan air mata. Tak seharusnya saya mengeluh terlalu banyak dengan penyakit kuning yang saya derita. Setidaknya saya masih bisa tidur di atas kasur, minum air gula banyak-banyak, berjalan-jalan, memotret, dan segala kenikmatan lain yang mungkin hanya mimpi bagi para gelandangan yang tidur beralas kertas karton di trotoar. Saya tinggal di daerah Colaba di selatan Mumbai atau Bombay. Daerah ini hiruk pikuk. Gedung megah berarsitektur kolonial berbaris rapi. Jalan beruas-ruas, sempit, digerayangi mobil-mobil mewah. Orang-orang Mumbai yang berlalu lalang berpacu dengan modernitas. Tak sedikit perempuan yang bermake-up tebal, memakai baju dengan mode terkini. Yang pria pun bertubuh kekar, berpakaian ketat, seperti bintang Bollywood. Imej India yang ditemukan dari film-filmnya memang ada di sini. Tetapi, di distrik yang sama, di tempat di mana orang-orang kelas atas berlalu lalang membeli pakaian terkini dan makanan menu internasional, hidup pula kelompok manusia kelas bawah. Ada ibu dan tiga anaknya yang terpejam pulas di trotoar. Ada pula yang tidur di atas kereta dorong kaki lima. Air liur mengalir di pipi pria muda ini, ia larut dalam [...]

January 12, 2015 // 4 Comments

Titik Nol 100: Sakit Kuning

Kereta api menuju Mumbai (AGUSTINUS WIBOWO) Tubuh saya lemas. Tenggorokan kering. Tak ada nafsu makan sedikit pun.. Saya sempat muntah beberapa kali, yang keluar hanya cairan bening. Dengan keadaan yang lemas ini saya masih harus bersaing dengan puluhan penumpang yang tidak sabaran. Semua orang punya karcis, seharusnya tidak perlu berebut. Tetapi jangan berdiskusi soal kebiasaan buru-buru. Orang India selalu berebut setiap kali naik atau turun kendaraan, seolah-olah mereka adalah manusia super sibuk yang selalu dikejar waktu. Padahal di saat lainnya biasa berleha-leha membuang waktu yang tak berharga. Saya membeli karcis yang agak mahal, sebuah ranjang yang bisa digunakan untuk tidur sepanjang perjalanan panjang dari Jaipur ke kota Mumbai di selatan. Satu kompartemen terdiri dari empat ranjang, masing-masing dua susun berhadap-hadapan. Saya memilih ranjang di bawah karena takut terjatuh kalau tertidur dalam kereta yang berguncang-guncang hebat. Perjalanan ini melintasi jarak 1.200 kilometer, membuat saya akan meloncat langsung dari warna-warni tradisional Rajasthan menuju kota metropolis Mumbai yang sering muncul di film-film glamor Bollywood. Tetapi saya tidak berpikir apa-apa. Saya hanya ingin tidur sepanjang perjalanan ini. Tak bisa tidur. Ranjang bawah tempat tidur saya berfungsi sebagai tempat duduk para penumpang sekompartemen. Mereka makan dan minum sepanjang perjalanan. Bocah-bocah bersenda gurau, menumpahkan bumbu masala [...]

January 9, 2015 // 9 Comments