Recommended

Nasruddin

Selimut Debu 54: Hidup dalam Sejarah

Kebudayaan konservatif sudah mengakar di Taloqan jauh sebelum Taliban memperkenalkan persepsi mereka yang konservatif tentang Islam. Orang-orang di sini pun sebenarnya tidak suka Taliban. Kenyataannya memang sempat terjadi pertempuran sangat sengit di provinsi-provinsi utara Afghanistan ini melawan pendudukan Taliban. Ini membuktikan, agama bukan satu-satunya hal yang diperhatikan di Afghanistan. Orang-orang di Utara adalah masyarakat minoritas non-Pashtun, sedangkan Taliban adalah Pashtun yang berusaha menerapkan nilai-nilai mereka ke seluruh Afghanistan. Setelah perang panjang selama dua tahun, akhirnya Taloqan berhasil ditundukkan. Tetapi Taliban tidak pernah berhasil memperluas kekuasaannya lebih jauh dari Provinsi Takhar. Ke arah timur dari Takhar, provinsi Badakhshan, sama sekali tidak tersentuh Taliban (atau mungkin mereka juga tidak tertarik, karena sudah sibuk menghadapi perubahan dunia pasca 9-11). Berita tentang fundamentalisme selalu menjadi perhatian masyarakat. Pada Sabtu 22 Juli 2006 yang lalu, ada bom bunuh diri yang meledak di Kandahar, membunuh 10 orang dan mencederai 40 lainnya. Salah satu korbannya adalah jurnalis, juru kamera dari Ariana TV. Para jurnalis di Radio Takharistan membincangkan berita ini dengan penuh kengerian. Kandahar nun jauh di selatan sana—yang mengklaim diri paling religius—adalah dunia yang jauh berbeda dengan Takhar sini, kata mereka. Mereka mengolok-olok pemahaman Taliban yang sempit. Misalnya, Taliban melarang kerah [...]

January 9, 2014 // 0 Comments

Garis Batas 59: Hoja Nasrudin

Patung Nasruddin di Bukhara. (AGUSTINUS WIBOWO) “Bulan lebih berfaedah daripada matahari,” kata Hoja Nasruddin suatu hari, “karena di malam hari kita lebih butuh cahaya daripada di waktu siang.” Remang-remang sinar rembulan terpantul di atas riak-riak air kolam Lyabi-Hauz, di tengah kota tua Bukhara. Air kolam ini tak banyak. Di musim yang dingin ini, hanya bebek-bebek saja yang berani berenang sambil terus berkoak-koak, melintasi pantulan bulan purnama yang berubah menjadi sobekan-sobekan cahaya di atas permukaan kolam. Sinar bulan, yang menerangi gelapnya malam, juga membilas wajah sebuah patung perunggu di pinggir kolam, dibawah rindangnya pepohonan. Patung ini, seorang kakek tua yang berwajah lucu, dengan tangan kanan tertangkup di dada dan tangan kiri melambai, duduk dengan gembira di atas seekor keledai yang sedang menyeruduk. Inilah Hoja Nasruddin, sang mullah cerdik dalam legenda hikayat Islami. Sang mullah mengajarkan berbagai kebijaksanaan dengan humor-humornya yang menyindir. Walaupun senantiasa digambarkan bodoh dan lugu, misalnya mengendarai keledai terbalik dengan wajah menghadap pantat, sang mullah selalu punya alasannya sendiri, yang bila bisa mengajak kita menertawakan dunia. Itulah kebijaksanaan seorang Sufi. Belajar tidak melulu dari kitab suci yang berat dan menghafalkan ayat-ayat. Kebijaksanaan Islam bisa ditemukan di balik makna simbolis kebodohan dan kelucuan Nasruddin. Hikayat-hikayat selalu hidup di sini. (AGUSTINUS [...]

September 4, 2013 // 0 Comments