Recommended

Papua New Guinea

[VIDEO] CNN Indonesia: Blusukan di Perbatasan Papua

Agustinus Wibowo/Teguh Yuniswan/Rizky Sekar Afrisia Rabu, 13/05/2015 19:59 WIB Jakarta, CNN Indonesia — Papua Nugini atau PNG,  negara tetangga Indonesia, yang boleh dikatakan masih sangat asing bagi kebanyakan warga Indonesia. Perbatasan kedua negara ini yang membentang 760 kilometer. Hanya satu akses yang terbuka untuk umum di utara, antara Jayapura dan Vanimo. Sekalipun dihadang kesulitan akses jalan, keamanan, dan komuniasi dengan warga lokal, penulis Agustinus Wibowo tak gentar menyusuri perbatasan Papua-PNG, selama beberapa bulan. Banyak hal menarik yang ditemuinya di sepanjang perjalanan, dari tradisi bercocok tanam sampai bergoyang. Warga PNG terkenal dengan kesukaan mereka menari dan menyanyi di berbagai [...]

May 13, 2015 // 0 Comments

CNN Indonesia: Agustinus Wibowo Menjamah Perbatasan Papua

Vega Probo, CNN Indonesia Rabu, 13/05/2015 22:01 WIB   Jakarta, CNN Indonesia — Dituduh mata-mata OPM dan “diintai” buaya saat melintasi perairan. Begitulah antara lain petualangan seru yang dialami penulis Agustinus Wibowo saat blusukan di daerah perbatasan Papua-Papua Nugini, beberapa waktu lalu. Petualangan yang dilakoninya selama beberapa bulan ini merupakan awal dari sebuah proyek besar: berkeliling Indonesia. Berikutnya, ia akan mengestafet perjalanan ke daerah perbatasan Indonesia lain dan merangkumnya dalam sebuah buku perjalanan. “Kebanyakan buku perjalanan Indonesia ditulis oleh orang asing. Mereka memberikan pandangan atas-bawah,” kata Agustinus kepada CNN Indonesia, saat ditemui di kawasan Slipi, Jakarta Barat, baru-baru ini. Dengan melakukan dan menulis perjalanan sendiri, setidaknya, menurut Agustinus, kita—orang Indonesia—tidak perlu meminjam persepsi bangsa asing untuk mengenal dan memahami negerinya. Pandangan yang diberikan pun sejajar, tak berat sebelah. Bukan perkara mudah bagi penulis buku Selimut Debu, Garis Batas dan Titik Nol ini untuk menjelajahi daerah perbatasan Papua. Akses terbatas, kriminalitas tinggi, dan komunikasi pun terkendala. Namun semua itu tak menyurutkan semangatnya. Ice Breaking Setiap Hari Lalu, bagaimana caranya menyatu dengan warga setempat? Mengingat tidak banyak turis di daerah perbatasan Papua. Terlebih secara fisik, Agustinus, yang bermata sipit dan berkulit kuning, terlihat mencolok dan asing. “Saya harus [...]

May 13, 2015 // 2 Comments

Buzi 2 September 2014: Not As Paradise As It Seems

Being in such isolated place like Tais, I was totally at the mercy of my host. I could go nowhere without approval from Sisi the Tais woman who brought me here. I had been staying in Tais for more than a week. I wanted to see more places. I wanted to go to Mari, the neighboring village four hours away by walking where Sisi used to live. But she did not allow me, saying that people there would kill me. I wanted our group to depart earlier to Daru, so we could stop in Buzi or Sigabadaru, border villages face to face with Australian islands of Boigu and Saibai. Sisi also did not allow me, saying that the villages were full of raskol (rascals). “But Sisi, how can be raskol there? These are just little villages, everybody knows everybody,” protested me. “No, no. You markai are just foreigner, you never understand,” said Sisi, “These people are jealous people. They will kill you.” Tais, she said, was different from other villages nearby. Tais is so small, the people have abundant food, the church is strong; there is no drinking habit among the people, the village is always peaceful. But I was [...]

May 12, 2015 // 2 Comments

Tais 30 August 2014: A Nation in Waiting

Nobody would deny, Tais is a very blessed land. See how green the vast pasture surrounding the village—even though your economist mind may ask why such a potential fertile land is just wasted and overgrown by wild grass as tall as your chest. See how bountiful their garden products are, their huge yams and blue yams and cassavas and sweet potatos, their super-sweet bananas and super-hot chili and super-fresh coconuts and super-big oranges. When the men go hunting to nearby jungles, they almost never come home empty handed. The people of Tais never ran out of food, as their land provide much more than enough for its 80 families spread in the 1 kilometer breadth of their village. Despite of this, you would see the children were very unhealthy; they have skinny bodies of bones but with big bellies. I asked Sisi—my host in this village—why. She just laughed, and said that it was children loved to eat too much. But I thought it was due to their monotony of diet, most of which was carbohydrate. Their food, if not boiled yam or boiled potato or boiled cassava, then it must be roast yam, roast potato, or roast cassava. Sometimes [...]

May 8, 2015 // 1 Comment

Tais 28 August 2014: What is Your Dream?

The school is supposed to start at eight in the morning, and to finish at twelve. But none in this Papua New Guinean coastal village have clocks. Including Madam Singai, the only school teacher in the village. Nevertheless, she knows perfectly when she should start her class. That is when she has finished the cassava cooking and baby feeding in her house, and when she believes the sun is high enough. She then roams around the village, shouting all her students’ names. Dozens of barefooted students then resemble a parade of obedient ducks, follow her to the school hut at the end of the village. Madam Singai also knows when to finish her school. That is when most of her students make so much of noise, crying because of being hungry, or because of her own stomach produces noise calling for lunch. After gathering the students, Madam Singai is ready for the class today. The classroom for the Grade I and II students. Centipedes disrupted the class. Of course once in a while Madam Singai thinks how much better life would be if she could split herself into two. She alone has to take the responsibility of all of the [...]

May 6, 2015 // 6 Comments

[VIDEO] Net TV (2014): Talk Show Perjalanan minat khusus bersama Agustinus Wibowo

Indonesia Morning Show Net TV 29 December 2014: Talk Show Perjalanan minat khusus bersama Agustinus Wibowo Agustinus Wibowo not only travels, but also learning the life of the people in the regions he visits. He has visited countries like Afghanistan, Mongolia, Pakistan, and just returned from a three-month journey in Papua New Guinea, and is projecting to visit all Indonesian borders. In Indonesia Morning Show NET TV 29 December 2014, Agustinus talks about his journey and what he has learned.     Talkshow in Indonesia Morning Show program of Net TV on traveling to unusual places to learn about the life of the [...]

January 27, 2015 // 7 Comments

[VIDEO] Net TV (2014): Berwisata Sekaligus Belajar

Indonesia Morning Show Net TV 29 December 2014: Agustinus Wibowo berwisata sekaligus pelajari kehidupan daerah sekitarnya Agustinus Wibowo not only travels, but also learning the life of the people in the regions he visits. He has visited countries like Afghanistan, Mongolia, Pakistan, and just returned from a three-month journey in Papua New Guinea, and is projecting to visit all Indonesian borders. In Indonesia Morning Show NET TV 29 December 2014, Agustinus talks about his journey and what he has learned.     Talkshow in Indonesia Morning Show program of Net TV on traveling to unusual places to learn about the life of the [...]

January 24, 2015 // 5 Comments

Daru 20 Agustus 2014: Mengajar Indonesia di Papua Nugini

Permukiman di dekat pelabuhan Daru Kedatangan saya di Daru adalah pening bagi Mekha Eho’o, seorang guru matematika di Daru High School yang sekaligus memberi pelajaran tambahan bahasa Indonesia bagi murid-muridnya. Saya semula mengira begitu keluar dari Port Moresby yang dicekam kriminalitas dari para raskol (bajingan) itu otomatis saya bisa bebas menjelajahi Papua Nugini. Ternyata tidak. Daru adalah sebuah pulau kecil berpenduduk 20.000 jiwa, hanya 6 kilometer dari timur ke barat dan 3 kilometer dari utara ke selatan, dan kita bisa berjalan kaki ke mana-mana, tapi Mekha bersikukuh bahwa saya perlu pengantar ke mana pun bepergian di kota pulau ini. “Di Daru pun ada raskol?” tanya saya kepadanya melalui telepon, sebelum saya tiba di kota ini. “Tentu saja! Ini Papua Nugini, Sobat!” jawab Mekha dalam bahasa Indonesia yang fasih. Saya mendarat di Bandara Daru siang menjelang sore dengan penerbangan Air Niugini PX800, di luar pintu gerbang berdiri seorang lelaki tua berpayung yang menunggu saya di bawah hujan deras. “Bapa Eho’o sedang sibuk mengajar,” kata Matthew lelaki itu dalam bahasa Indonesia terbata-bata. “Saya school guard, Bapak Eho’o suruh saya ke sini jemput sobat.” “Mekha mengingatkan saya untuk tidak bicara bahasa Indonesia di Daru, juga tidak memberitahu orang bahwa saya datang dari Indonesia. [...]

January 15, 2015 // 14 Comments

Port Moresby 15 Agustus 2014: Sebuah Akhir Pekan di Permukiman

Perkampungan di atas air dan sampah Port Moresby, metropolitan terbesar di Pasifik Selatan, bisa jadi kota yang menegangkan dan mengintimidasi. Untuk merasakan kehidupan Port Moresby, tidak mungkin bagi saya untuk mengelana sendirian ke daerah permukiman mereka. Saya perlu pintu masuk. Melalui beberapa kontak dari Kedutaan, saya mendapat kesempatan menginap dengan sebuah keluarga di Koki, sebuah kampung atas air. Saya dan perempuan bertubuh tambun bernama Rawa yang bekerja di kediaman duta besar RI, berjalan bersama melintasi pasar dan jalan kampung sebelum kami mencapai perkampungan di atas air itu. Sore hari, jalanan begitu ramai oleh manusia. Berbeda dengan jalanan di Jakarta di mana orang-orang berjalan menuju suatu tempat, di sini orang-orang hanya memenuhi jalanan dan berjalan seperti tanpa arah. Saya tidak pernah melihat jalanan beraspal nyaris tanpa mobil tetapi begitu ramai oleh manusia berserakan yang bergeming atau bergerak secara acak. Para lelaki duduk melingkar di lapangan sambil bermain judi kartu dengan uang receh dan mengunyah pinang, lalu meludahkannya dan meninggalkan bercak-bercak seperti darah di mana-mana. Banyak pula dari mereka yang duduk di samping rongsokan mobil menghabiskan waktu. Para perempuan duduk di pinggir jalan merumpi dan tertawa-tawa. Anak-anak, yang mendominasi pemandangan, hampir delapan puluh persen dari manusia yang terlihat di sini dan banyak [...]

August 15, 2014 // 39 Comments

Port Moresby 9 Agustus 2014 Hari Belanja

Hari belanja Bagi banyak ekspatriat, Port Moresby adalah kumpulan dari banyak “pulau”: tempat bekerja, rumah, tempat makan, tempat ibadah, dan—yang paling penting—tempat belanja. Karena alasan keamanan, orang asing sangat tidak dianjurkan untuk bepergian di Port Moresby dengan berjalan kaki di jalanan. Karena itu, mereka mengemudikan mobil untuk berpindah dari “pulau” yang satu ke “pulau” yang lain. Dan di setiap “pulau” itulah baru orang asing bisa menikmati sedikit kebebasan temporer tanpa kekhawatiran bertemu dengan raskol (perampok). Di gereja Katolik Don Bosco saya berkenalan dengan Pastor Peter asal Jakarta yang sudah delapan tahun bertugas di Papua Nugini. Daerah tugasnya adalah Kerema, di Provinsi Central, yang dihubungkan dengan jalan raya langsung dengan Port Moresby. Kemudahan transportasi itulah yang membuat Pastor Peter sering datang ke Port Moresby hanya untuk berbelanja. Dia datang dengan truk kosong, memborong barang kebutuhan sekolah dan gereja lalu memuati truknya hingga penuh, dan kembali ke Kerema. Pastor Peter mengatakan, belakangan ini berbelanja di Port Moresby jauh lebih mudah dan murah, berkat banyaknya pedagang asal China Daratan yang membuka toko-toko kecil. Dengan mobil gereja (walaupun sudah bertahun-tahun tinggal di sini, Pastor tetap tidak merekomendasikan saya berjalan kaki), kami bersama menyusuri jalanan Port Moresby menuju toko-toko orang China. Xiao Yan melayani pembeli [...]

August 11, 2014 // 18 Comments

Jakarta, 29 Juli 2014: Australia dan Papua Nugini

Saya mengambil backpack, mengisinya dengan barang-barang, dan menyadari bahwa saya sudah tak ingat lagi kapan terakhir kali saya merasakan debar seperti ini. Debar akan Ketidaktahuan dan Keberbedaan. Besok, saya akan memulai perjalanan pertama saya keluar benua Asia. Hari Senin 21 Juli lalu saya mendapat konfirmasi undangan menghadiri Byron Bay Writers Festival (BBWF) di Byron Bay, NSW, 1-3 Agustus. Ini adalah festival penulis yang bekerja sama dengan Ubud Writers and Readers Festival, dan setiap tahun memberi kesempatan bagi penulis Indonesia maupun Asia untuk tampil pada forum penulis internasional ini. Karena waktu yang sangat mendesak, saya pun buru-buru mengurus visa Australia. Biasanya visa Australia membutuhkan waktu 5 hari kerja, dan berkenaan dengan Idul Fitri maka hari keberangkatan saya bertepatan dengan hari kerja ke-4. Agak riskan juga. Untunglah, visa Australia (dengan undangan dan permintaan urgen) keluar hanya dalam dua hari. Mengenai festival penulis ini, saya diundang untuk berbicara dalam dua panel, semuanya berhubungan dengan penulisan perjalanan. Hal yang paling membuat saya excited adalah kesempatan untuk berkomunikasi dengan penulis perjalanan dari negara lain. Ketika menerjemahkan buku ketiga saya, Titik Nol, ke dalam bahasa Inggris, saya sungguh menyadari betapa pola pikir dari setiap bangsa yang berbeda sangat memengaruhi cara masyarakat dari pengguna bahasa itu untuk [...]

July 29, 2014 // 27 Comments

Jakarta, July 29, 2014: Australia and Papua New Guinea

I grab my backpack, clean it up from a layer of thick dust covering it, and put my clothes inside. It has been years since the last time I touched this backpack. Suddenly I realize I do not remember the last time I felt this kind of anxiety. Anxiety to face the Unknown and the Otherness. Tomorrow, I will start my first trip out of Asia. Just few days ago, on Monday, July 21, I got the confirmation of invitation to attend the Byron Bay Writers Festival (BBWF) in Byron Bay, NSW, Australia, to be held from August 1 to 3. It is a literary festival in collaboration with the Ubud Writers and Readers Festival in the Indonesian island of Bali, which I have attended twice. Each year BBWF provides an opportunity for Indonesian writer for a special appearance in this international event. As the confirmed invitation came up in very last minutes, I was worrying whether I would get my Australian visa on time. Australian visa usually takes five working days. But as Indonesia is celebrating Eid-ul-Fitr, the day of my departure coincided with the 4th working day after I lodged my visa application along with complete invitation documents [...]

July 29, 2014 // 26 Comments

1 2