Recommended

pemandangan

Titik Nol 124: Mehman

Puncak-puncak lancip pegunungan di Pasu (AGUSTINUS WIBOWO) “Aap hamare mehman hai. Anda adalah tamu kami,” kata seorang sopir truk dari Karimabad, yang – selain menolak menerima ongkos –  menawari saya sekotak biskuit dan sekaleng minuman. Saya hampir tak bisa berkata-kata menerima ketulusan persahabatan ini. Jika Anda menjelajah Pakistan, ada satu hal yang selalu hadir: keramahtamahan.  Dalam bahasa Urdu disebut mehmannavazi. Tak peduli betapa miskinnya orang-orang di negeri ini, bagaimana pun tingkat pendidikan dan latar belakang sosialnya, semuanya seakan berlomba menawarkan yang terbaik untuk para tamu. Mehman, sebuah konsep yang melekat dalam sanubari penduduk setempat. Begitu kuatnya, sampai saya jadi malu sendiri. Tuan rumah tak makan tak mengapa, asalkan tamu dijamu dengan limpahan makanan mewah. Tak ada uang tak mengapa, asalkan sang tamu tetap merasa nyaman. Menggigil kedinginan bukan masalah, asalkan sang tamu tetap hangat dan lelap. Dari Chapursan kembali ke Karimabad, saya harus melewati Kota Sost di perbatasan Pakistan-Cina. Harga karcis angkot Sost-Karimabad cuma 100 Rupee, sekitar 15 ribu. Tidak mahal. Tapi saya memutuskan berjalan kaki agar lebih menikmati keindahan lembah-lembah dan barisan gunung Karakoram. Kalau sudah capek, sesekali saya menumpang mobil yang melintas. Hari ini matahari bersinar cerah. Lembah tanpa sinar mentari di Chapursan menjadi kenangan. Barisan pegunungan Gojal [...]

February 12, 2015 // 2 Comments

Titik Nol 4: Surga Burung

Danau Pangong (AGUSTINUS WIBOWO) Pegunungan Kunlun membelah dunia. Di utara, Xinjiang dibungkus debu yang beterbangan dari gurun Taklamakan. Kering dan panas. Begitu melewati puncak Satsum La, dunia berubah menjadi padang rumput hijau menghampar di kelilingi gunung salju, ditangkupi langit biru. Tibet adalah sebuah dunia lain. Di sini banyak kisah tentang kehidupan di puncak bumi, di tanah yang dipeluk langit dan mega. Ada Parit Kematian yang menghantar maut, ada gunung tak berpenghuni dengan desingan angin lembah, dan sekarang, saya tiba di sebuah danau yang terhampar laksana lukisan surgawi. Danau Pangong, atau Pangong-Tso, bukan sembarang danau. Terletak pada ketinggian 4300 meter di atas permukaan laut, panjangnya sekitar 150 kilometer, lebar rata-ratanya cuma empat sampai lima kilometer. Pada bagian tersempit lebarnya cuma lima meter saja. Dengan bentuknya yang mirip lidah panjang, danau ini terbentang dari pegunungan Tibet sampai ke Kashmir. Sekitar 100 kilometer danau ini masuk wilayah China, sisanya lagi di seberang perbatasan India. Yang membuat danau ini tak biasa adalah di sisi China airnya tawar dan segar, sedangkan di sisi India berubah menjadi air asin. Hanya saya dan Deng Hui yang turun di tepi danau ini. Kernet bus Tibetan Antelope menurunkan tas ransel kami berdua dari bagasi. Dua hari perjalanan dengan bus [...]

May 6, 2014 // 0 Comments

Selimut Debu 65: Kebahagiaan yang Sederhana

Hidup di Ghoz Khan begitu sederhana. Nyaris tanpa fasilitas apa pun. Tapi kedamaian, bebas dari ketakutan, adalah kebahagiaan hidup yang sangat mahal di Afghanistan. Dan di sini mereka berlimpah itu. Minimnya fasilitas menyebabkan mereka menaruh mimpi-mimpi tinggi pada Tajikistan. Tidak ada dokter, selain dokter Alex yang berpatroli dari desa ke desa. Tidak ada listrik, mereka masih hidup dalam kegelapan lampu minyak. Sayang, aku tak berkesempatan menyaksikan apakah benar realita Tajikistan itu sesuai dengan impian orang-orang di sini. Perjalananku dari Ghoz Khan tempat keriuhan pesta pembukaan perbatasan, menuju desa Kret ini sungguh berat. Di sekelilingku adalah gunung-gunung tinggi, padang rumput, aliran sungai deras, bebatuan raksasa, sementara aku seorang diri di tengah jalan setapak yang terkadang datar, terkadang menanjak, terkadang dibasuh jeram yang dalam. Berangkat dari Desa Ghoz Khan pagi-pagi buta, hingga menjelang senja sampai ke Desa Kret tempat Faizal-ur-Rahman, Juma Khan, dan orang-orang Pakistan lainnya bekerja. Sebenarnya orang-orang Pakistan itulah yang menjadi alasan perjalanan ini. Aku tidak tahu sejauh apa Kret dari Ghoz Khan. Yang kutahu hanya berjalan dan berjalan, melewati jalan berbatu dan sungai-sungai menggenang. Beberapa kali aku harus menyeberang sungainya yang mengalir deras, terkadang sambil meloncat-loncat mencari titian batu-batu besar—termasuk dalam deretan hal-hal yang paling tidak kusukai dalam perjalanan. [...]

January 24, 2014 // 6 Comments

Selimut Debu 17: Keajaiban Dunia

Danau mukjizat (AGUSTINUS WIBOWO) “Band-e-Amir adalah salah satu keajaiban dunia. Band-e-Amir sudah berada di atas segala rasa, dialah keindahan sejati.” Begitu sebuah buku panduan wisata kuno Afghanistan terbitan Kabul melukiskan keindahan danau-danau Band-e-Amir. Airnya biru kelam, bagaikan bola mata yang menatap begitu dalam dan misterius. Birunya air ini laksana kristal permata yang berkilauan diterpa sinar mentari di tengah ketandusan. Band-e-Amir berupa kumpulan lima danau berkilauan, terletak 75 kilometer di sebelah barat Bamiyan. Nama Band-e-Amir berarti “Bendungan sang Raja”. Setiap danau dikelilingi oleh tebing tinggi batu-batuan cadas yang membentuk seperti tembok yang membendung air danau. Menurut legenda, batuan-batuan cadas ini adalah mukjizat dari Hazrat Ali (sepupu Nabi Muhammad) yang mendirikan tembok-tembok batuan untuk membendung aliran sungai yang membanjiri negeri. Islam konon masuk ke Lembah Bamiyan setelah kedatangan Ali dan berbagai mukjizat ajaibnya, termasuk membunuh naga raksasa, menciptakan danau, dan mengalahkan raja lalim. Dalam perjalanan menuju Band-e-Amir, kami singgah di sebuah kedai teh, yang dalam bahasa Afghan disebut sebagai chaikhana. Ini adalah tempat penting dalam kehidupan orang Afghan. Mereka melewatkan hari-hari mereka yang panjang di kedai teh. Hari yang baru biasanya diawali dengan sepoci teh jahe plus gula batu atau permen manis yang dikulum di bibir. Secangkir teh hangat juga menyegarkan tenggorokan [...]

November 19, 2013 // 1 Comment

#1Pic1Day: The Yellow Mountains (China, 2011)

Gunung Kuning / Yellow Mountains (China, 2011)   The Yellow Mountain (2011) The Yellow Mountain or Huangshan, located in Anhui province, has special place in the heart of Chinese people. Believed as the best mountains on earth, the mountain range is praised by a famous sentence from Xu Xiake, a poet and travel-writer from the Ming Dinasty about 4 centuries ago: “Returning from the five Top Mountains, you don’t need to see other mountains; Returning from Huangshan, you don’t need to see any of the Top Mountains.”   Gunung Kuning (2011) Gunung Kuning atau Huangshan menempati posisi penting di hati masyarakat China. Pepatah mengatakan, “Siapa pun yang pernah melihat Huangshan, tidak perlu melihat gunung-gunung lainnya.” Bait tersohor penuh pujian tinggi ini adalah tulisan seorang pujangga sekaligus penulis perjalanan dari zaman Dinasti Ming, sekitar 400 tahun lalu.   [...]

August 30, 2013 // 1 Comment