Recommended

Termiz

Garis Batas 96: Good Boy

Agustinus Wibowo di Perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Tentara perbatasan Uzbekistan memang terkenal sangat merepotkan. Penggeledahan barang-barang bawaan sudah menjadi prosedur wajib. Tetapi masih ada yang lebih melelahkan dan menjengkelkan dari ini. Sudah hampir satu jam saya berdiri di hadapan tentara muda itu, dengan semua barang bawaan saya tertata amburadul di atas meja bea cukai. Kaos dan celana-celana lusuh bertumpuk-tumpuk seperti gombal, membuat dia mirip pedagang keliling baju bekas, dan membuat muka saya merah padam. Puas mengobrak-abrik semua isi tas ransel, tentara itu langsung memerintah saya cepat-cepat mengemas kembali semua barang itu. Seperti diplonco rasanya. Saya disuruh mengikutinya, ke sebuah kamar kecil dan tertutup di pinggir ruangan. Ukurannya cuma 2 x 3 meter, sempit sekali, dengan sebuah kasur keras di sisinya. Begitu saya masuk, dia langsung mengunci pintu. Apa lagi ini? Saya berduaan dengan tentara tinggi dan gagah yang mengunci pintu di sebuah kamar dengan ranjang yang nyaman, dan sekarang dia menyuruh saya menungging. Dia mulai menggerayangi tubuh saya dengan kedua tangannya. Jangan berpikir yang aneh-aneh dulu. Setelah barang bawaan yang diperiksa, kini giliran tubuh saya yang diteliti habis-habisan. Dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Dan ini dalam arti harafiah. Ujung sepatu saya diketok-ketok. Kebetulan sepatu yang saya pakai ini [...]

October 25, 2013 // 11 Comments

Garis Batas 95: Tangan Tuhan

Belajar menembak (AGUSTINUS WIBOWO) Saya ingat, tak sampai dua bulan yang lalu, saya datang ke KBRI Tashkent dengan bercucuran air mata. Empat ratus dolar saya tiba-tiba raib dari dompet, yang saya sendiri pun tak tahu bagaimana ceritanya. Ceroboh, ceroboh, ceroboh, saya memaki-maki sendiri. Satu per satu diplomat dan staf KBRI duduk di hadapan saya, memberikan penguatan. “Gus, mungkin Tuhan memang punya kehendak,” kata Pak Pur, seorang diplomat, “mungkin dengan kejadian ini Tuhan mengingatkan kamu supaya lebih rajin bekerja, lebih rajin memotret, lebih rajin menulis. Semua itu ada hikmahnya.” Pak Pur kemudian bercerita tentang puluhan ribu dolar yang dicuri orang waktu naik kereta di Rusia. Lebih sakit rasanya. Tetapi akhirnya beliau juga bisa mengikhlaskan. Bicara tentang Tuhan, mengapa Tuhan tak mengizinkan saya melanjutkan perjalanan lagi, saya ingin sekali melihat negeri-negeri Kaukasus yang dilupakan orang, eksotisnya padang pasir Timur Tengah, serta Afrika yang liar. Apa daya, Tuhan tak mengizinkan, uang saya tak banyak lagi tersisa. Empat ratus dolar, begitu besar artinya bagi saya. Mungkin Pak Pur benar, Tuhan berkehendak lain. Setelah meratap berhari-hari, saya akhirnya berusaha bangkit dari keterpurukan. Saya mencari lowongan kerja di sana-sini, mengontak kawan ini dan itu, hingga pada akhirnya, hari ini, saya tersenyum kecil melihat sebuah visa Afghanistan [...]

October 24, 2013 // 2 Comments