Recommended

Thar

Titik Nol 198: Karachi

Mausoleum Mohammad Ali Jinnah, Bapa Pendiri Pakistan, adalah lanmark Karachi (AGUSTINUS WIBOWO) Karachi, inilah kota terbesar di Pakistan. Inilah salah satu urutan atas kota terbesar di muka bumi. Di sinilah belasan juta manusia Pakistan tumpah ruah, segala macam etnis dan agama campur aduk. Di sinilah segala kebanggaan bangsa, gemilang sejarah, bercampur dengan bau busuk gunung sampah dan sungai tercemar. Perjalanan dengan bus melintasi gurun pasir membawa saya kembali dari dunia Thar ke alam Pakistan. Begitu meninggalkan Umerkot, bus tak henti memutar acara khotbah pengajian dan lantunan syair maatam yang membawa suasana kesedihan Ashura. Penumpang bus, kebanyakan perempuan Hindu dengan sari dan kalung hidung ukuran besar, sama sekali tidak ada yang protes. Karachi, walaupun sudah bukan ibu kota Pakistan lagi, masih memegang kendali sebagai pusat perekonomian negeri ini. Kota pelabuhan ini masih menjadi hub perdagangan internasional dan gerbang utama masuknya komoditi ke seluruh Pakistan. Siapa yang tak terkesima oleh ukuran kota yang sudah masuk kategori megapolitan ini? Siapa yang tak takjub melihat modernitas arsitektur kuburan Muhammad Ali Jinnah – sang Bapak Pendiri Pakistan, sang Quaid-e-Azam (Pemimpin Yang Agung)? Di mana lagi di Pakistan kita bisa melihat hiruk pikuk orang seramai di kota ini, dengan luas sebesar ini, dengan gedung tinggi dan [...]

May 27, 2015 // 3 Comments

Titik Nol 197: Menanti Mimpi Menjadi Nyata

Kekra, kendaraan di gurun pasir, akhirnya datang selelah sekian lama dinanti-nantikan (AGUSTINUS WIBOWO) Subuh. Adzan mengalun merdu dari masjid mungil bertembok lempung di dusun Ramsar, di pedalaman gurun Thar. Lantunan lembut mengawali pagi yang masih gelap gulita. Tak perlu pengeras suara, tak perlu teriak-teriak. Alunan adzan ini menyejukkan kalbu. Sang imam adalah pria tinggi bertubuh kurus dan berkumis lebat, berjubah dan bersarung. Umatnya tak banyak. Orang masih sibuk memikirkan perut yang keroncongan dan kerongkongan yang kekeringan. Sebuah hari baru pun bermula lagi di Ramsar. Nenek-nenek tua memulai kegiatan setiap pagi, mengaduk-aduk ampas gandum dengan air. Bocah-bocah menggembalakan sapi dan kambing ke tengah jungle. Ibu-ibu membikin roti chapati. Jamal bersiap mandi. Ritual mandi Jamal sangat sederhana. Airnya cuma dua timba kecil. Itu sudah termasuk mewah. Jamal suka mandi tiap hari, tetapi karena sekarang air sedang langka, biasanya cuma dua hari sekali. Anak-anaknya malas mandi. Semua kumal dan kotor, karena tiap hari cuma bermandi debu dan pasir. Sehabis mandi, roda kehidupan desa ini kembali bergulir ke monotonnya padang gersang. Angin menerbangkan debu-debu, mengisi sudut-sudut kerongkongan. Masih pasang-pasang kaki yang sama, masih tak beralas, menggesek pasir-pasir lembut, menyusuri jalan panjang mencari air. Masih kambing-kambing yang sama, mengembik meratap, mencari serpihan biji-bijian yang tersisa [...]

May 26, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 196: Perjuangan Hidup

Di balik tirai benang-benang sulaman, penuh dengan harapan (AGUSTINUS WIBOWO) Mereka memang hidup dari bulir-bulir pasir dan setetes air yang masam lagi pahit. Tetapi mereka pun punya mimpi dan cita-cita. Jamal adalah seorang guru di desa Muslim Ramsar. Muridnya ada 15 orang. Semua kerabatnya sendiri. Gajinya dari pemerintah Pakistan. Kecil sekali. Itu pun sering terlambat. Untuk menambah penghasilan, Jamal membuka toko, satu-satunya toko di desanya. Barangnya semua dari Umerkot. “Sekarang zaman sudah modern,” katanya, “saya tinggal telepon saja ke Umerkot dan barang diantar ke sini keesokan harinya dengan bus padang pasir.” Anda mungkin heran, bagaimana di gurun kering kerontang yang listrik dan air pun tak ada, malah ada telepon. Teknologi telepon nirkabel memang sebuah mukjizat yang tahu-tahu diturunkan kepada masyarakat di gurun pedalaman. Telepon made in China yang dipegang Jamal menyambungkan seluruh penduduk desa ke dunia luar. Gagang telepon ada di rumah Jamal, sedangkan mesin telepon ditinggal di Umerkot. Gagah sekali Jamal dengan gagang telepon itu, seperti punya telepon genggam saja. Gagang telepon yang satu ini, ramai-ramai dipakai penduduk desa sebagai telepon umum, dan Jamal pun dapat sumber pemasukan baru. Toko modern (AGUSTINUS WIBOWO) Di desa Ramsar Hindu juga ada toko kelontong yang persis sama, dengan persediaan barang remeh-temeh yang [...]

May 25, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 195: Air

Berjalan mencari air (AGUSTINUS WIBOWO) Gemerincing puluhan gelang wanita-wanita Hindu memecah kesunyian padang gurun. Masing-masing kepala mereka menyangga sebuah kendi tanah liat yang menganga lebar. Kaki telanjang menyeret-nyeret di atas pasir lembut gurun Thar yang membakar. Ini adalah perjalanan maha penting –  perjalanan mencari air. Dusun Ramser milik umat Hindu tersembunyi di balik gunung pasir, terpisah dari dusun Muslim. Kumpulan chowra bundar yang sama, bertudung rumput, membercaki kegersangan gurun, tersebar dalam kelompok-kelompok rumah sederhana yang dipagari dalam pekarangan-pekarangan. Beberapa tembok rumah bergambar dekorasi primitif berwujud flora atau fauna, sapi dan kambing – dekorasi makhluk hidup yang tidak dijumpai di rumah-rumah Muslim. Sedangkan sapi-sapi sungguhan, bertubuh kurus kering hingga nampak gamblang tulang belulangnya, berjemur santai di atas lautan pasir, menghabiskan hari-hari yang membosankan. Jaglo, seorang dokter, mengundang saya ke dalam rumahnya. Isinya mirip sekali dengan otagh tempat saya menginap kemarin malam di desa Muslim. Kosong melompong. Ada beberapa kasur kecil, piring makan, cermin, foto-foto kakek moyang, dan gambar-gambar dewa Hindu. Itu saja. Gambar-gambar dewa, mulai dari Syiwa yang berwarna biru sampai kera Hanuman berbibir merah tebal, tertempel rapi di sudut kamar. Ini adalah altar untuk puja. Walaupun miskin dan masuk kasta terendah, orang sini tak pernah lalai memanjatkan puja. Dewa-dewi dan [...]

May 22, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 194: Menanti Hujan

Otagh (AGUSTINUS WIBOWO) “Hidup di sini sangat berat,” keluh Jamal, “sudah empat tahun tak turun hujan. Tidak ada air untuk kami minum. Tidak ada rumput untuk hewan-hewan kami. Tidak ada susu untuk anak-anak kami. Sapi-sapi sudah kurus tanpa tenaga.” Jamal adalah seorang penduduk desa Ramsar, sebuah desa yang boleh dibilang cukup besar di tengah padang gurun Thar. Desa ini dihuni hampir 2000 orang, sekitar 150 keluarga. Ada penduduk Hindu, ada pula yang Muslim. Tetapi mereka tidak hidup bersama-sama. Desa Ramsar Muslim, ditinggali 50 keluarga, sangat dekat dengan jalan raya. Desa Ramsar Hindu masih satu setengah kilometer lagi jauhnya, di balik barisan bukit-bukit pasir di belakang sana. Jamal tinggal di desa Muslim. Dengan ramah Jamal bersedia menjadi tuan rumah saya, yang begitu ingin mengalami kehidupan di tengah padang gurun. Tahu saya sedang menderita hepatitis, Jamal bahkan sampai membeli es batu dari pasar Umerkot, diwadahi termos supaya tetap dingin di bawah teriknya mentari gurun. Di tempat sekering ini, air begitu berharga, apalagi es batu. Saya tinggal di sebuah chowra, rumah tradisional padang Thar. Bentuknya bundar, terbuat dari batu bata dan lumpur. Atapnya dari rumput-rumputan, diikat rapi, menjulang tinggi berujung lancip. Rumah ini sangat berangin, karena jendelanya besar-besar dan tak bisa ditutup. Ada [...]

May 21, 2015 // 4 Comments

Titik Nol 193: Tharparkar

Pulang, kembali ke tengah kepulan debu di gurun Thar (AGUSTINUS WIBOWO) “Thar dan hatiku adalah dua nama untuk gurun yang sama,” demikian tulis Mazhar-ul-Islam, pujangga Urdu ternama. Di atas atlas bumi, gurun pasir Thar tak lebih dari seonggok wilayah kerontang yang kosong, terbentang lebih dari 400.000 kilometer persegi, melintas perbatasan India dan Pakistan. Namanya membawa aroma kekeringan dan kegerahan. Namun kegarangannya juga membawa puja dan puji. Di padang gurun inilah, budaya Rajashtan, Sindhi, dan Gujarati bersatu padu, menghasilkan warna-warni membara di tengah muramnya gurun. Di gurun luas di propinsi Sindh ini, lebih dari 800 desa dengan sejuta jiwa manusia berjuang untuk mempertahankan hidup. Inilah gurun pasir yang kepadatan penduduknya tertinggi di dunia. Distrik Tharparkar adalah salah satu tempat terpencil dan terlupakan di negeri ini. Umerkot, kota Hindu yang menjadi ibu kota distrik ini, dulunya terisolasi dari dunia luar. Beberapa tahun silam, orang asing dilarang masuk ke sini tanpa izin khusus. Itu pun masih menjadi target pengawasan dinas intelijen Pakistan. Alasannya, daerah ini terbilang sangat sensitif, tempat tinggalnya minoritas Hindu dan dekat perbatasan dengan musuh bebuyutan India, ditambah lagi situasi keamanan provinsi Sindh yang terus bergejolak. Saya beruntung mengenal organisasi Sami Samaj Sujag Sangat yang memberikan bantuan kemanusiaan dan memberdayakan suku-suku [...]

May 20, 2015 // 0 Comments

Titik Nol 192: Padang Pasir

Sebuah gubuk di tengah gurun (AGUSTINUS WIBOWO) Benteng kuno Umerkot membayangi seluruh penjuru kota kecil ini. Anggun dan gagah, walaupun sudah tak banyak sisanya. Kota kelahiran Akbar-e-Azam, raja terbesar dinasti Mughal, kini menjadi kota Hindu terpencil jauh di pedalaman Sindh di selatan Pakistan. Lebih tragis lagi, tempat kelahiran Akbar, kini ditandai dengan sebuah gedung prasasti kecil tak menarik, terlupakan di pinggiran Umerkot. “Dia memang raja besar, tetapi dia melupakan akarnya, tanah kelahirannya,” keluh seorang penduduk Umerkot. Sejarah masa lalu Umerkot memang pernah sangat gemilang. Raja besar dunia pernah lahir di sini, dan para penakluk perkasa pernah melintasi kota ini untuk menaklukan negeri di seberang beringasnya padang pasir Thar. Tetapi gurun ini tidak selalu ganas dan muram. Di siang hari, wajah kota ini menjadi semarak luar biasa dengan datangnya orang-orang dari pedalaman padang gurun Thar. Wanita-wanita dari gurun terkenal dengan pakaian yang berwarna-warni liar, seperti pemberontakan terhadap kering dan monotonnya padang pasir. Ada warna merah membara bergambar bunga-bunga, ada hijau yang memberi kesegaran, ungu yang sejuk, dan biru gelap seperti warna langit. Yang Hindu kebanyakan memakai choli dan polka, kaus ketat dan rok panjang sampai ke mata kaki. Wanita Muslim biasanya masih setia dengan shalwar kamiz, celana kombor dan jubah panjang. [...]

May 19, 2015 // 1 Comment

Titik Nol 191: Little India

Para pemuja dewa di Shiva Mandir (AGUSTINUS WIBOWO) Harum dupa semerbak mengisi ruangan. Mantra bermelodi terus mengalir dari mulut pandit, yang membawa nampan dan lilin. Tiga orang umat di belakangnya, ikut mengiringi mantra. Dentingan lonceng mungil bergemerincing, menambah daya magis lantunan mantra-mantra. Di hadapan mereka, sebuah patung biru berdiri gagah. Tangannya banyak, masing-masing memegang senjata dan menjambak kepala-kepala manusia. Di lehernya tergantung kalung dari untaian tengkorak. Lidahnya terjulur, merah membara. Tetapi di balik semua deskripsi seram itu, sepasang mata indah memancarkan kewelasasihan. Ini adalah patung Dewi Kali, pasangan Sang Dewa Syiwa. Mantra terus mengalir memanjatkan puja dan puji, ritual rutin setiap pagi di Shiv Mandir, Kuil Syiwa. Ini bukan India. Ini adalah Umerkot, kota terakhir Pakistan di tepian padang pasir Thar yang luas menghampar. Hiruk pikuknya Umerkot, dengan gang-gang sempit yang berkelok-kelok ruwet seperti benang kusut, diiringi dentuman lagu-lagu Bollywood yang menyalak tiada henti dari tape kuno, dihiasi warna-warni indah dari kuil-kuil Hindu yang bertebaran, dipenuhi percakapan yang tak lupa menyebut kebesaran Syiwa, Brahma, dan Wishnu, memang membuat saya sejenak merasa diterbangkan ke India. Umerkot adalah tempat yang unik di Pakistan. Mayoritas penduduknya Hindu, tersembunyi di pedalaman Republik Islam.. Kota ini didirikan oleh seorang Hindu, Amer Singh, yang menjadi ihwal [...]

May 18, 2015 // 1 Comment

#1Pic1Day: Warna-warni Gurun | Colors of the Desert (Pakistan, 2006)

Colors of the Desert (Pakistan, 2006) Desert inhabitants in South Asia are known for their sophisticated costumes, full of ornaments and colors. The women in Thar Desert of Pakistan, especially the Hindu ones, still wear colorful costumes, with dozens of bangles all over their body, and are totally at ease with cameras. Warna-warni Gurun (Pakistan, 2006) Bangsa-bangsa gurun di Asia Selatan punya keunikan pakaian yang sangat rumit, penuh dekorasi, berwarna. Kaum perempuan di gurun Thar, Pakistan, khususnya umat Hindu, masih memakai pakaian yang berwarna-warni, gelang di sekujur tubuh yang berlusin-lusin, dan sama sekali tidak antipati terhadap kamera.   [...]

January 24, 2014 // 0 Comments

#1Pic1Day: Menyibak Harapan | A New Hope (Pakistan, 2006)

A New Hope (Pakistan, 2006) Survival is still the biggest question in the middle of Thar Desert, Pakistan. Aside from serious problems in water and healthcare, economic situation is also not quite optimistic. Some humanitarian projects have arrived here to introduce to the locals their own tradition they have already lost: carpet making. This is a new source to generate income for the desert dwellers. Menyibak Harapan (Pakistan, 2006) Di tengah gurun kering Thar, Pakistan, bertahan hidup adalah pertanyaan terbesar bagi penduduk. Selain masalah air dan kesehatan yang sangat serius, keadaan ekonomi juga sangat parah. Beberapa organisasi kemanusiaan datang dengan mengajarkan penduduk mempertahankan tradisi mereka untuk membuat permadani, sehingga mereka punya tambahan pemasukan untuk keluarga. [...]

January 23, 2014 // 1 Comment

#1Pic1Day: Dusun Kering | Dry Village (Pakistan, 2006)

Dry Village (Pakistan, 2006) Some areas in interior of Thar Desert, Pakistan, had not got rain for four years consecutively. Some villages were even deserted by its inhabitants, as they were looking for a new place with more water. These deserted villages turn to ghost villages. Dusun Kering (Pakistan, 2006) Beberapa daerah di pedalaman gurun Thar, Pakistan, sama sekali tidak mendapat hujan dalam empat tahun berturut-turut. Beberapa dusun bahkan ditinggalkan begitu saja oleh penduduknya, untuk mencari tempat yang masih ada airnya. Dusun-dusun yang ditinggalkan kemudian menjadi desa mati.   [...]

January 22, 2014 // 3 Comments

#1Pic1Day: Empat Tahun Tanpa Hujan | Four Years with No Rain (Pakistan, 2006)

Four Years with No Rain (Pakistan, 2006) Water and rain are very scarce in Thar desert, Pakistan. Some areas even had not got rain for consecutive four years. The inhabitants have to walk very far just to get water. Water is very precious here; some people even keep their water with gridlock and bury it under the sand. Empat Tahun Tanpa Hujan (Pakistan, 2006) Hujan sangat langka di gurun Thar, Pakistan. Di beberapa lokasi bahkan hujan sama sekali tidak turun dalam empat tahun. Penduduk harus berjalan jauh hanya untuk mendapatkan setetes air, sehingga air teramat berharga di sini. Beberapa warga bahkan menggunakan kunci gembok untuk mengamankan air yang [...]

January 21, 2014 // 6 Comments

#1Pic1Day: Pulang | Going Home (Pakistan, 2006)

Going Home (Pakistan, 2006) Thar is one of the driest deserts with the highest population density in the world. Thar stretches from Pakistan to India. The inhabitants have to walk for kilometers on boiling sand just to gather water. The desert dwellers usually travel to the nearby town of Umerkot in interior Sindh Province for shopping or selling their animals. The public transport departs from the desert villages in early morning, and return back from the town at afternoon. That’s the time for the desert dwellers to go back to the dry desert they call home. Pulang (Pakistan, 2006) Gurun Thar adalah salah satu gurun paling kering namun paling padat penduduknya di dunia. Gurun ini melintang dari Pakistan hingga India, dihuni oleh bangsa gurun yang harus mencari air hingga berkilo-kilometer. Penduduk Thar biasanya bepergian ke Umerkot, kota terdekat di pedalaman Provinsi Sindh, untuk berbelanja. Angkutan umum biasanya berangkat dari kampung-kampung gurun pada pagi buta, dan kembali lagi dari kota ke tengah gurun di sore menjelang petang, karena itulah waktunya bagi warga gurun untuk pulang ke tengah padang gersang yang menjadi rumah [...]

January 20, 2014 // 5 Comments

Thar Desert – Life of Survival

May 22, 2006 Special thanks to Om Parkash Piragani from Sami Samaj Sujag Sangat and Jamal from Ramsar Otagh It’s a vast, hot, dry, dusty, shady desert area stretching from the corner of Interior Sindh of Pakistan up till Rajasthan and Gujarat over the other side there in India. Water is a main problem here, food is insufficient, and education is luxury. Thar or Tharparkar desert is where about one and half million tribal people, living in more than 800 widespread villages, survives their life, with their cattle, despite all of the hardship. Umerkot is a small, busy town connecting the desert to the interior Pakistan. It’s a vital survival for the people from the deep desert. Umerkot is not a common Pakistani city. It boasts the point of world history as the birth place of the biggest Mughal king, Akbar. And what makes the town special: it has the largest Hindu inhabitants proportion in this Islamic Republic of Pakistan. Most of the people, some claimed seventy percent, are Hindus. If might said, Umerkot is the ‘little India’ of Pakistan. The town has some offices, a bustling bazaar, rows of shops, and decent schools. For the people in the desert, [...]

May 22, 2006 // 1 Comment

Umerkot – A Hindu Family in Umerkot

May 20, 2006 Parkash enjoying morning tea I know Om Parkash from my Malaysian friend, Lam Li. They met for the first time in World Social Forum in Karachi. Om told Lam to come to Umerkot, as it’s a special place in Pakistan, where most of the population are Hindus instead of Muslims and has desert culture. Lam Li couldnt go to Umerkot due to her visa problem, so I ‘replaced’ her instead. When I came to Umerkot, it was around 12 pm on May 8, 2006. I was completely exhausted. When I arrived in Parkash’s office, he was not there. He is working in Sami Samaj Sujag Sangat, a local NGO, and he was out to the ‘field’ so I waited him. I was completely exhausted, that I suspect my hepatitis A came back again. When at last Parkash came I was sleeping on the desk of the director’s room, with my saliva everywhere on the desk. I felt embarassed. He took me immediately to his house. His house is big, there are 52 people living there. The interior resembles a hotel with many rooms in rows surrounding a square ground. Family full of laughters Later I found that [...]

May 20, 2006 // 0 Comments

Umerkot – A Day in Tharpakar

May 17, 2006 Hut in the middle of desert Today is another ‘field’ day for the social workers in Sami Samaj Sujag Sangat NGO in the desert area near the Indian Border, South Pakistan. Today, as the activities of previous weeks, the workers visited the villages (what they called as ‘fields’) in the deep desert of Tharpakar to introduce the new machine-readable ID card (computer sekhnati card) to the people deep in the desert. The people lived so much scattered in the dry desert of Tharpakar, isolated from outside world, uneducated, and unregistered. The NGOs were working hard to make data of how many people to be distributed ID Cards, but it was not an easy work considering the area and the fact that most of these desert people are still nomadic. Today we visited six villages; one village among them was half deserted already, left by the inhabitants to somewhere else greener. The desert was very dry, after years of drought, despite the fact that now was monsoon season, and people kept traveling to find greener and wetter area for their life and their cattle. It was noticeable, that all animals in this yellow dry desert: camels, cows, donkeys, [...]

May 17, 2006 // 3 Comments