Recommended

Nepal

Titik Nol 30: Nyaman di Nyalam

Dari pegunungan salju Himalaya…. (AGUSTINUS WIBOWO) Jalan raya Friendship Highway yang menghubungkan negeri China dengan Nepal beraspal mulus, walaupun masih ada perbaikan jalan di sana-sini. Ukuran keberhasilan negeri ini adalah pembangunan di mana-mana, merambah semua sudut negeri, meningkatkan kesejahteraan dan memperadabkan penduduknya. Bahkan gunung dan padang di kaki Himalaya pun kini sudah terjamah listrik dan jalan raya. Di padang rumput yang menghampar itu, air sungai bergemericik. Bocah-bocah bertelanjang, berlarian di tepi sungai, menceburkan diri dalam airnya yang segar. Tak ada malu, tak ada sungkan. Mereka hidup dalam surga mereka yang tak terjamah. Sementara kami, di dalam truk Dongfeng yang penuh sesak, dihantui kecemasan menuju Nyalam. Baru saja saya memberitahu Ding bahwa sejatinya saya orang asing. Di Nyalam, ada pos pemeriksaan besar. Orang asing yang tanpa permit akan kena hukuman. Sopir truk yang nekad memberi tumpangan pada orang asing juga akan didenda. “Jangan kuatir,” kata Ding menghibur, “kamu adalah mahasiswa Tsinghua. Langit pasti akan menolongmu.” Langit senja kemerahan, membilas puncak salju Himalaya yang berbaris di hadapan. Salju putih berubah menjadi kuning kemerahan, cantik sekali. Ding sering menghentikan mobilnya hanya untuk memberi kesempatan untuk memotret. “Mobil ini adalah punyamu, tak perlu berterima kasih. Justru saya merasa sangat terhormat mengangkut seorang anak Tsinghua.” [...]

June 11, 2014 // 1 Comment

Titik Nol 29: Truk Dongfeng

Naik truk Dongfeng keliling negeri. (AGUSTINUS WIBOWO) Saya meninggalkan rumah Donchuk dengan hati yang teramat gundah. Saya ingin segera meninggalkan kota ini, bergegas menutup segala kenangan tentang Tibet. Namun di akhir perjalanan ini, masih ada kisah manis yang mengakhiri. Tak mudah mencari tumpangan kendaraan di Tibet menuju Nepal. Walaupun judulnya Friendship Highway yang menjadi urat nadi perdagangan dengan Nepal, tetapi lalu lintas sepi. Negara tetangga di selatan juga miskin, sementara biaya transportasi yang mahal melintasi gunung-gunung raksasa di Tibet tak terlalu menarik minat para pedagang. Saya menunggu di pertigaan. Di sini sudah banyak orang menunggu. Ada keluarga Tibet dengan barang bawaan berkarung-karung. Ada pria-pria bertopik koboi, mencari tumpangan menuju Shigatse. Ada pula banyak pengemis perempuan berwajah lusuh yang masing-masing menggendong bayi, sama lusuhnya. Yang mau ke Nepal pun bukan hanya saya seorang. Masih ada seorang gadis China yang cantik berkepang, berkaus hitam ketat dan bertopi koboi. “Kami sudah menunggu sejak kemarin di sini,” kata gadis Hebei yang mungil dan lincah itu, “Tak ada kendaraan juga. Sebenarnya kita bisa menyewa mobil sampai ke perbatasan di Zhangmu, harganya kalau tidak salah seribu Yuan.” Seribu Yuan, mahal sekali! Di dompet saya sekarang cuma tersisa 250 Yuan. Dalam bahasa Mandarin, 250 disebut erbaiwu. Kata [...]

June 10, 2014 // 3 Comments

Titik Nol 28: Air Mata

Anak-anak keluarga Donchuk. (AGUSTINUS WIBOWO) Saya tak pernah menyesal seperti ini. Gara-gara kenaifan saya, air mata mengalir deras di pipi Donchuk. Saya menginap di rumah Donchuk di desa Shegar, di tepi Jalan Raya Persahabatan yang menghubungkan Tibet dengan Nepal. Rumah ini dipinggir jalan raya, terletak di lantai dua, bahannya dari kayu. Di dalam rumah, ada panggung di sekeliling tungku. Semua dari kayu, warnanya gelap. Ibu Donchuk sudah tua, tetapi tangannya masih kuat menumbuk teh mentega. Adik Donchuk sekolah di Tianjin, bisa berbahasa Mandarin dengan lancar. Pendidikan di Tibet memang terbelakang bila dibandingkan dengan provinsi-provinsi di belahan timur China, tetapi ada dispensasi khusus kepada putra-putri suku minoritas sehingga mereka berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi di kota yang lebih modern. Kami berbincang banyak hal. Adik Donchuk ini suka sekali daratan China, lagu-lagu Mandarin, dan orang-orangnya. Anak Donchuk masih kecil-kecil. Satu laki-laki, satu perempuan. Orang Tibet tidak diwajibkan mengikuti ‘aturan satu anak’ seperti mayoritas etnik Han. Kedua anak Donchuk lincah, berlari ke sana ke mari, bergaya di depan kamera sambil melompat-lompat. Ada seorang perempuan pula di rumah itu. Masih muda, dari tadi kerjaannya hanya memintal benang atau membantu ibu Donchuk menyiapkan makan malam. Nampaknya ia masih berhubungan saudara dengan keluarga ini, walaupun katanya statusnya [...]

June 9, 2014 // 7 Comments

Titik Nol 26: Everest Base Camp

Pemandangan menuju Everest. (AGUSTINUS WIBOWO) Siapa yang tak kenal Everest, puncak tertinggi di muka bumi? Gunung agung itu kini terpampang di hadapan mata. Saya berencana menuju Nepal hari ini. Uang Renminbi saya sudah tak banyak, tak bisa bertahan lama di Tibet yang serba mahal ini. Lagi pula, visa China saya juga sudah mepet. Di Shegar, mencari kendaraan ke Tingri atau perbatasan Nepal tak mudah, apalagi karena saya sekarang bersama dua orang bule Israel. Setiap kali saya berhasil menyetop truk, begitu sopirnya lihat ada bule, langsung kabur. Kami sudah menunggu dari pagi sampai siang. “Shushu….Shushu… mau ke Zhufeng?” seorang pria Tibet berkulit hitam dan keras menyapa. Shushu, dalam bahasa Mandarin, artinya paman. Apakah saya sudah setua itu? Lelaki ini umurnya sudah empat puluh tahunan, dan seperti biasanya orang Tibet memanggil orang China, tak peduli tua muda, dengan sebutan shushu (paman) dan ayi (bibi). Zhufeng, dalam bahasa Mandarin, berarti Puncak Permata. Nama ini adalah singkatan dari Zhumulangma Feng, terjemahan dari nama Tibet Qomolangma, yang artinya Dewi Ibunda Alam Semesta. Orang kebanyakan lebih mengenal tempat ini dengan nama Everest, sebuah nama yang melekat pada puncak tertinggi di dunia ini sejak tahun 1865. Sir George Everest adalah pemimpin Great Trigonometrical Survey yang pada masa [...]

June 5, 2014 // 0 Comments

Titik Nol 17: Patah Semangat

Semakin dekat ke Lhasa, jalan mulai beraspal.(AGUSTINUS WIBOWO) Sembilan puluh jam berlalu sejak saya berangkat dari kota Ngari. Hujan rintik-rintik turun di Lhasa. Ransel saya, yang disimpan di bagasi, terbungkus lumpur lengket setebal satu sentimeter. Kaki saya lemas, ditekuk sepanjang jalan. Yang paling parah, motivasi saya turut hancur. Sembilan puluh jam yang terbuang di atas bus sempit dan pengap sudah menggerogoti semangat berpetualang saya.. Perjalanan di Tibet tak mudah. Saya sungguh takut menghadapi lintasan yang selanjutnya membentang di hadapan saya – Lhasa, Shigatse, Gyantse, sampai ke Nepal. Masihkah saya punya cukup keberanian untuk menyelundup tanpa permit, main kucing-kucingan dengan tentara dan polisi, menumpang truk sepanjang jalan sampai ke batas akhir perjuangan? Tubuh saya yang remuk redam sudah tak ingin lagi bermain gila-gilaan. Mendung tebal yang menyelimuti kota Lhasa seakan mewakili isi hati. Banakshol Hotel adalah salah satu penginapan paling legendaris di Lhasa. Petualang asing dan dalam negeri menginap di losmen bergaya arsitektur Tibet. Nuansa backpacker ghetto ala Khao San Road (Bangkok) atau Phan Ngum Lao (Saigon) yang jarang dijumpai di tempat lain di negeri China, hidup di sini. Saya menginap di sebuah dormitory bersama Man Fai si turis Hong Kong dan seorang turis lain asal Inggris yang hendak berangkat ke [...]

May 23, 2014 // 0 Comments

#1Pic1Day: Gunung Bersinar | Glowing Mountain (Annapurna, Nepal, 2003)

Glowing Mountain (Annapurna, Nepal, 2003) Annapurna III glows at sunset, seen from a village not far from Manang (3520 meter) Gunung Bersinar (Annapurna, Nepal, 2003) Annapurna III bersinar saat matahari terbenam, terlihat dari sebuah desa tidak jauh dari Manang (3520 meter). [...]

December 13, 2013 // 6 Comments

#1Pic1Day: Porter (Annapurna, Nepal, 2005)

Porter (Annapurna, Nepal, 2005) During heavy trek season of Annapurna, a local porter may go up and down the mountains for a dozen times. The porting and guiding business is dominating the trekking industry in Nepal. Porter (Annapurna, Nepal, 2005) Pada musim sibuk trekking Annapurna, seorang porter lokal bisa naik turun gunung sampai belasan kali. Bisnis porter dan guide adalah yang mendominasi industri treking di Nepal. [...]

December 12, 2013 // 2 Comments

#1Pic1Day: Pendakian ke Puncak | A Journey to the Peak (Annapurna, Nepal, 2005)

A Journey to the Peak (Annapurna, Nepal, 2005) The famous Annapurna Circuit is 21-day trekking journey, among which the highest point is Thorung La Pass at 5416 meters. For many trekkers, Thorung La is the biggest challenge to conquer in the whole trek. Pendakian ke Puncak (Annapurna, Nepal, 2005) Rute treking Sirkuit Annapurna yang terkenal itu adalah sebuah perjalanan naik turun gunung sepanjang 21 hari. Titik tertinggi dalam perjalanan itu adalah Puncak Thorung La, pada ketinggian 5.416 meter. Bagi sebagian besar treker, Thorung La adalah tantangan terbesar untuk menaklukkan rute ini. [...]

December 11, 2013 // 3 Comments

#1Pic1Day: Infrastruktur Pegunungan | Infrastructure (Annapurna, Nepal, 2005)

Infrastructure (Annapurna, Nepal, 2005) Tourism has changed the landscape of Annapurna. Once very wild and dangerous mountain ranges to conquer during the Maurice Herzog era who reached its peak in 1950s, Annapurna is now very much tamed for the sake of international tourists. Clear trail signs, hotels, restaurants, bridges, and even roads are built to make the trek very much easy and practical. Infrastruktur Pegunungan (Annapurna, Nepal, 2005) Pariwisata telah mengubah wajah Annapurna. Dulu, Annapurna pernah menjadi pegunungan yang liar dan berbahaya saat Maurice Herzog pertama kali mencapai puncaknya pada tahun 1950an. Tetapi kini Annapurna telah dijinakkan demi kebutuhan turis internasional. Petunjuk pendakian yang lengkap, hotel, restoran, jembatan, dan bahkan jalan beraspal telah dibangun untuk membuat rute treking ini semakin mudah dan praktis. [...]

December 10, 2013 // 1 Comment

#1Pic1Day: Spektrum Etnis | Ethnic Spectrum (Annapurna, Nepal, 2005)

Ethnic Spectrum (Annapurna, Nepal, 2005) Trekking through Annapurna Circuit is not only to adore the spectrum of natures, flora, and fauna from the lowest elevation to top of Himalayas, but also to observe the spectrum of human beings: race, ethnicity, religion, language. Passing through Manang (3520 m) and up to higher places, the previously predominantly Hindu Aryan people are replaced by Tibetan-like Buddhist people. Spektrum Etnis (Annapurna, Nepal, 2005) Melakukan trek melalui Sirkuit Annapurna bukan hanya untuk mengagumi spektrum alam, flora dan fauna dari daerah rendah sampai puncak Himalaya, tetapi juga untuk mengamati spektrum manusia: ras, etnik, agama, bahasa. Setelah melewati Manang (3520 meter) dan semakin tinggi sampai ke puncak, orang-orang Arya penganut Hindu kini sudah digantikan oleh bangsa-bangsa mirip Tibet dan penganut agama Buddha. [...]

December 9, 2013 // 0 Comments

#1Pic1Day: Himalayan Buddhism (Annapurna, Nepal, 2005)

Himalayan Buddhism (Annapurna, Nepal, 2005) The higher parts of Annapurna Circuit is inhabited by the Manangi people, who look like Tibetan, speak a language close to that of Tibetan, and believe in Tibetan Buddhism. Buddhisme Himalaya (Annapurna, Nepal, 2005) Bagian Sirkuit Annapurna yang lebih tinggi dihuni oleh bangsa Manangi, yang mirip orang Tibet, bicara bahasa yang dekat bahasa Tibet, dan menganut agama Buddhisme Tibet (Lamaisme). [...]

December 6, 2013 // 1 Comment

#1Pic1Day: Chicken Express (Annapurna, Nepal, 2005)

Chicken Express (Annapurna, Nepal, 2005) Tourism has changed the face of Nepal and its Himalaya to an irreversible point. Annapurna is considered as the best trek on earth, the most touristy with spoiled facility. Hotels and restaurants scattered all the way from bottom to top of the mountains, and porters carry materials from the lowlands up to high Himalayas to make fancy food for the international tourists, including chicken which can’t survive the elevation. Chicken Express (Annapurna, Nepal, 2005) Turisme telah mengubah wajah Nepal dan Himalaya-nya secara permanen. Annapurna dianggap sebagai jalur trek terbaik di dunia, sekaligus yang paling penuh turis dan fasilitas yang memanjakan. Hotel dan restoran tersebar sepanjang jalan mulai dari kaki gunung sampai puncak Himalaya. Tak kurang juga para porter mengangkut bahan-bahan makanan dari dataran rendah untuk membuat makanan rumit kebutuhan turis mancanegara di puncak Himalaya, termasuk juga ayam-ayam yang tidak mungkin hidup di tempat setinggi [...]

December 5, 2013 // 1 Comment

#1Pic1Day: Kepala Baja | Metal Head (Annapurna, Nepal, 2005)

Metal Head (Annapurna, Nepal, 2005) The people inhabiting highlands of Annapurna are known to be powerful and are the main material of the famous Gurkha soldiers. A man is powerful enough to lift carcass alone, and even the women in Manang region may carry 30 liters of water by hanging the burden on their head, climbing up and down the mountains. Kepala Baja (Annapurna, Nepal, 2005) Orang-orang yang mendiami daerah tinggi di Annapurna terkenal sebagai bangsa yang kuat, dan merupakan bahan baku utama dari tentara Gurkha yang tersohor itu. Seorang lelaki di sini kuat untuk memanggul bangkai sapi sendirian, dan para perempuan di Manang bisa mengangkat 30 liter air yang digantungkan di kepala mereka sambil mendaki dan menuruni bukit [...]

December 4, 2013 // 1 Comment

#1Pic1Day: Tropical Nepal (Annapurna, Nepal, 2005)

Tropical Nepal (Annapurna, Nepal, 2005) Nepal might be tiny in size, but in term of elevation it’s unmatchable. The elevation of Annapurna Circuit trek ranges from 700-is meter, passing through hot and tropical villages similar to those of Indonesia, and reaches its peak at 5416 meter at Thorung La Pass. Alam Tropis di Nepal (Annapurna, Nepal, 2005) Nepal mungkin negara kecil dalam hal ukuran, tetapi kalau soal ketinggian adalah negara raksasa yang tidak terbandingkan. Rentang ketinggian Srikuit Annapurna adalah mulai dari desa-desa bergaya tropis pada 700an meter, dan mencapai puncaknya pada 5.416 meter di puncak Thorung [...]

December 3, 2013 // 2 Comments

#1Pic1Day: Bukit Berbukit | Rugged Hills (Annapurna, Nepal, 2005)

Rugged Hills (Annapurna, Nepal, 2005) The Annapurna Circuit trek trails is considered one of the best treks in the world, though road construction is threatening its reputation and its future as a classic trek. The Circuit started to be popular in 1970s when the Nepal became one of the important terminals in long happy hippy trail originating from Europe. You start the trail at very low elevation (with scenery very tropical, not much different from Indonesian hills), until the snow-capped mountain scenery typical of the Himalayas. Bukit Berbukit (Annapurna, Nepal, 2005) Jalur treking Sirkuit Annapurna dianggap sebagai jalur trek terbaik di dunia, walaupun pembangunan jalan mengancam reputasinya dan masa depannya sebagai jalur trek klasik. Sirkuit Annapurna mulai populer pada tahun 1970an ketika Nepal menjadi perhentian penting dalam jalur hippy yang berangkat dari Eropa. Kita mulai pendakian pada ketinggian yang sangat rendah (dengan pemandangan yang sangat tropis, tidak jauh berbeda dengan perbukitan di Indonesia), hingga mencapai gunung-gunung bertudung salju yang khas [...]

December 2, 2013 // 5 Comments

Globe Asia (2007): Solo Travel – Wealth of Experience

  SOLO TRAVEL: WEALTH OF EXPERIENCE Holiday season is approaching and perhaps it’s time to do something different. Try solo traveling. The trip might be more costly than joining an arranged tour but the joy of discovery is more than adequate reward, say Agustinus Weng and Nefransjah. BY MARY R. SILABAN Flying business class, staying at five-star resorts, joining a flock of fellow tourists in an air-conditioned bus and eating a sandwich while visiting an ancient temple is not how Nefransjah and Agustinus Wibowo like to travel. The two independent travelers, or what people usually call backpackers, demand the freedom to add their own flavor. While on the road, Nefransjah tries to be as close as he can to the street, and that means taking as few air flights as possible and avoiding the usual tourist sites. “1 want to absorb all the local ambience,’ says the 37 year-old. For Agustinus, 26, there’s no thought of joining a group tour. “When we travel solo, we have the closest contact with the local community. We can communicate with the locals and learn much valuable knowledge rather than merely historical facts a tour guide may provide you, says Agustinus. The young traveler [...]

June 29, 2007 // 1 Comment

SNAP (2006): Mencari Warna-warni Kehidupan

No. 006/2006 SNAP (Majalah Fotografi) JALAN-JALAN | Asia Selatan Mencari Warna-warni Kehidupan NASKAH & FOTO: AGUSTINUS WIBOWO Ketika saya masih duduk di kelas 1 SD, pernah seorang guru bertanya tentang cita-cita. Saya menjawab dengan polosnya, “Ingin jadi turis!” “Lho, jadi turis, kan, bukan pekerjaan?” katanya terkejut. Hari ini, dua puluh tahun kemudian, saya berada di Afghanistan, setelah satu tahun lebih mengelana melintasi negeri-negeri Asia, dari gunung-gunung tinggi hingga padang pasir tak bertuan. Berjumpa dengan suku-suku terasing di pedalaman, hingga mengunjungi pabrik-pabrik senjata ilegal. Separuh turis, separuh jurnalis. Sama sekali tidak kusangka, cita-cita masa kecil kini tercapai. India Kaya Warna Perjalanan panjang ini adalah perjalanan mencari warna. Menemukan arti kehidupan yang tersembunyi dalam ragam-ragam budaya, serta saling berbagi dengan pembaca yang mungkin tak berkesempatan menengok sendiri. Kamera, bagi saya bukan hanya alat untuk mengabadikan pengalaman, namun juga media berkomunikasi dengan penduduk lokal. Memulai dari Beijing, Cina, setelah tiga bulan perjalanan darat sampailah saya di Nepal, sebuah negeri mungil yang terjepit di antara dua raksasa Asia, India dan Cina. Budaya Hindu begitu mewarnai kehidupan masyarakatnya. Warna mistis dan kepercayaan kuno, disemerbaki oleh harumnya asap dupa yang dibakar oleh para penganutnya, menjadikan Nepal negeri yang penuh misteri, terkunci di antara puncak-puncak salju yang [...]

December 30, 2006 // 5 Comments

1 2 3