Recommended

Tibet

Titik Nol 6: Kerajaan yang Hilang

Pagi hari di Ngari, ketika gunung-gunung salju bersinar kemerahan dibilas mentari. (AGUSTINUS WIBOWO) Mashang, segera, dalam konsep sopir truk Uyghur ini ekuivalen dengan menunggu delapan jam. Truk merek Dongfeng – asli buatan China – baru berangkat meninggalkan Rutog menjelang malam setelah penantian dari siang tadi. Saya duduk berdesakan di bangku sempit sebelah sopir. Saya tak sendiri. Ada Ilya, seorang pesepeda dari Italia. Tibet memang surga bagi para pesepeda. Banyak yang datang jauh-jauh dari Eropa, menempuh perjalanan dengan sepeda melintasi Rusia dan Asia Tengah, masuk Tibet hingga ke Nepal dan India, atau berbelok ke Vietnam dan Asia Tenggara. Di mana-mana saya melihat pesepeda. Bukan hanya orang asing, pemuda-pemudi China pun sudah menempuh perjalanan keliling negara mereka yang luar biasa luasnya, hanya dengan sepeda. Lima tahun lalu, kegiatan menjelajah masih belum terlalu populer di kalangan generasi muda China. Anak muda yang saya temui di universitas semua sibuk belajar untuk meraih beasiswa ke luar negeri. Cita-cita mereka – melihat dunia luar. Waktu itu dengan paspor China sungguh sulit bisa ke luar negeri. Negara-negara lain tak mau memberi visa. Semuanya penuh perjuangan. Sekarang, ketika perekonomian sudah mulai maju, bocah-bocah dari kelas menengah sudah mengenal gaya hidup backpacking. Belajar giat, tetap. Tetapi waktu liburan juga [...]

May 8, 2014 // 1 Comment

Titik Nol 5: Meja Biliar

Kota modern di tengah gunung (AGUSTINUS WIBOWO) Kalau ada daftar tempat-tempat di ujung dunia yang paling aneh, Rutog pastilah salah satu nominasi. Kota baru yang muncul di tengah kumpulan gunung, sepetak jalan aspal lurus yang mulai dari kepulan debu dan berakhir pada kepulan debu, polisi yang berkeliaran, serta penduduk yang sehari-hari hanya bermain biliar dari pagi hingga malam. Para pesepeda Perancis baru saja berangkat menuju kota Rutog – pemukiman orang Tibet pertama dari arah Pegunungan Kunlun – sepuluh kilometer di selatan Danau Pangong yang masih dibungkus kesunyian ketika matahari pagi sudah memancarkan sinarnya ke sudut-sudut gunung. Jarak sepuluh kilo mestinya tak telalu jauh, bisa jalan kaki. Tetapi karena ini di atap dunia, pada ketinggian 4000 meter lebih, di mana oksigen tipis dan kepala selalu terasa berat, menggendong ransel pun saya hampir tak kuat lagi. Saya duduk di pinggir jalan, di atas ransel, menunggu mobil atau truk yang bisa ditumpangi. Wajah saya sekarang sama dekilnya dengan tas ransel – berbalut debu. Rambut kusut dan kasar. Kulit penuh daki. Pakaian pun jadi hitam. Danau Pangong adalah ironi, di mana danau luas berair jernih dan dingin membentang, di pinggirnya ada perkampungan gubug kumuh dan toilet tanpa air yang dikerubungi lalat hijau sebesar ujung [...]

May 7, 2014 // 4 Comments

Titik Nol 4: Surga Burung

Danau Pangong (AGUSTINUS WIBOWO) Pegunungan Kunlun membelah dunia. Di utara, Xinjiang dibungkus debu yang beterbangan dari gurun Taklamakan. Kering dan panas. Begitu melewati puncak Satsum La, dunia berubah menjadi padang rumput hijau menghampar di kelilingi gunung salju, ditangkupi langit biru. Tibet adalah sebuah dunia lain. Di sini banyak kisah tentang kehidupan di puncak bumi, di tanah yang dipeluk langit dan mega. Ada Parit Kematian yang menghantar maut, ada gunung tak berpenghuni dengan desingan angin lembah, dan sekarang, saya tiba di sebuah danau yang terhampar laksana lukisan surgawi. Danau Pangong, atau Pangong-Tso, bukan sembarang danau. Terletak pada ketinggian 4300 meter di atas permukaan laut, panjangnya sekitar 150 kilometer, lebar rata-ratanya cuma empat sampai lima kilometer. Pada bagian tersempit lebarnya cuma lima meter saja. Dengan bentuknya yang mirip lidah panjang, danau ini terbentang dari pegunungan Tibet sampai ke Kashmir. Sekitar 100 kilometer danau ini masuk wilayah China, sisanya lagi di seberang perbatasan India. Yang membuat danau ini tak biasa adalah di sisi China airnya tawar dan segar, sedangkan di sisi India berubah menjadi air asin. Hanya saya dan Deng Hui yang turun di tepi danau ini. Kernet bus Tibetan Antelope menurunkan tas ransel kami berdua dari bagasi. Dua hari perjalanan dengan bus [...]

May 6, 2014 // 0 Comments

Titik Nol 3: Parit Kematian

Rumah makan Sichuan di tengah gunung gersang. (AGUSTINUS WIBOWO Bus tergoncang hebat melintasi barisan gunung gersang kelabu. Jalan berkelok-kelok di atas bebatuan. Sungguh alam yang keras tanpa ampun di luar sana. Hanya mereka yang tangguh sajalah yang boleh bertahan di alam seperti ini. Tak disangka, bus ini sungguh luar biasa. Sejak pagi kami suah melintasi tiga gunung pada ketinggian rata-rata 4500 meter. Mulai dari Kudi, Chiragsaldi, dan sekarang Mazar. Karena terhenti selama empat jam tadi pagi, kami baru sampai di puncak Mazar pukul tiga sore. Perut saya sudah keroncongan dan mata berkunang-kunang. Di tempat setinggi ini, oksigen sangat tipis, membuat kita mudah terserang sebuah gejala yang disebut altitude sickness atau penyakit ketinggian. Kepala berat, aliran darah melambat, mual dan muntah. Lebih parah lagi sampai pembuluh darah pecah. Orang yang tak terbiasa tempat tinggi atau yang staminanya buruk mudah sekali terserang gejala ini. Waktu turun di sebuah dusun selepas Mazar, baru 250 kilometer dari Kargilik, kaki saya sudah lemas dan pandangan mulai kabur. Di kanan gunung batu. Di kiri pun gunung batu. Gersang. Angin berhembus kencang, menderu seram, membawa bulir-bulir debu berputar-putar. Kami sekarang berada di ketinggian 3780 meter. Ternyata ada pula manusia yang bisa hidup di tempat seperti ini. Beberapa [...]

May 5, 2014 // 3 Comments

Titik Nol 2: Mimpi Buruk

Bus ranjang susun Tibetan Antelope, satu-satunya perusahaan bus umum yang menuju ke Tibet dari Kargilik. (AGUSTINUS WIBOWO) Bagaimanakah rasanya menyelundup? Keindahan bintang pun tak bisa meneduhkan hati. Dalam tidur malam digoncang-goncang bus yang melintas jalan berbatu pun, yang selalu muncul adalah wajah garang polisi. “Pemeriksaan tadi sangat ketat,” kata Deng Hui, penumpang China yang duduk di depanku. Deng Hui sudah berumur 37 tahun, tetapi hasrat berpetualangnya masih menggebu. Sudah berkali-kali ia masuk Tibet, dan sekarang ia sedang dalam misi menuju Nepal. Bus datang sekitar satu jam setengah setelah saya diturunkan dari taksi. “Tadi polisi benar-benar memeriksa semua orang, mencari apakah ada orang Uyghur di antara penumpang. Katanya ada buronan Uyghur yang mencoba melarikan diri dari Xinjiang menuju Tibet.” Pos pemeriksaan kedua adalah pos tentara. Semua penumpang turun, menunjukkan dokumen. Orang asing hanya menunjukkan sampul paspor, langsung dibolehkan lewat. Perjalanan bus ini seperti penginapan berjalan. Di tengah malam, kami berbaring di kasur kami masing-masing. Lebarnya cuma setengah meter, panjangnya 1.25 meter. Sepanjang malam lutut harus ditekuk. Bau tak sedap, campuran antara bau badan, kaki, sepatu, telur, asinan, memenuhi bus ini. Penumpang tak boleh berjalan di dalam bus beralas sepatu. Setiap naik bus, sepatu harus langsung dimasukkan tas kresek dan digantung di [...]

May 2, 2014 // 3 Comments

Titik Nol 1: Kilometer Nol

Etnis Muslim Uyghur di Kargilik, kota terakhir propinsi Xinjiang Uyghur sebelum memasuki Tibet (AGUSTINUS WIBOWO) Dari titik nol inilah petualangan saya dimulai. Dari sinilah langkah awal perjalanan panjang menembus atap dunia, melintas barisan gunung dan padang, memuaskan mimpi untuk menemukan berbagai kisah tersembunyi di ujung dunia. “Orang Asing Dilarang Melintas Jalan Ini Menuju Ali Tanpa Izin,” demikian tertulis pada sebuah papan besar di Kilometer Nol di ujung kota Kargilik. Papan itu bergambar sepasang polisi laki-laki dan perempuan dalam sikap hormat. Pesan polisi itu ditulis dalam bahasa Inggris, Mandarin, dan Uyghur. Jantung saya berdegup kencang. Saya akan memulai perjalanan ilegal menuju tanah Tibet. Daerah Otonomi Tibet adalah daerah spesial di Republik Rakyat China. Orang asing yang masuk ke daerah ini harus punya izin khusus. Ada berbagai macam permit yang harus dipegang – Tibet Travel Permit (TTB), izin polisi (PSB – Public Security Bureau – Permit), izin militer (military permit). Segala macam birokrasi itu ujung-ujungnya duit. Tibet juga terlarang bagi jurnalis asing dan diplomat kecuali setelah menempuh proses yang panjang dan berbelit-belit. Buat ukuran kantong saya yang sangat tipis, permit-permit itu bukan pilihan. Saya juga tak berkehendak menghabiskan ratusan Yuan untuk mengurus kertas-kertas yang tak jelas ke mana juntrungannya. Tekad saya sudah [...]

May 1, 2014 // 8 Comments

#1Pic1Day: Boyongan | Moving Out (Tibet, 2005)

Moving Out (Tibet, 2005) The Tibetans who inhabit the steppes at the Roof of the World still maintain their animal herding tradition, and as nomads, moving is vital and integral part of their daily life. While horses and yaks used to be the main vehicles in moving their possessions, now motors and trucks and cars have replaced the function. Boyongan (Tibet, 2005) Bangsa Tibet yang mendiami padang rumput di pegunungan Atap Dunia masih mempertahankan tradisi penggembalaan, di mana perpindahan adalah bagian penting dalam hidup mereka. Kalau dulu mereka berpindah dengan bantuan kuda dan yak, saat ini kendaraan bermotor sudah membuat perpindahan lebih mudah dan cepat.   [...]

February 21, 2014 // 1 Comment

#1Pic1Day: Tertinggi di Dunia | Highest in the World (Everest, Tibet, 2005)

Highest in the World (Tibet, 2005) Rows of snowcapped mountains surrounding the highest point of Everest are seen from behind the cloud. There is also politics behind the naming of the world’s highest peak. The countries where Everest is located refuse to use the name of the British scientist Sir George Everest as the name of the mountain. The Tibetans call Everest as Qomolangma, “The Holy Mother”. The Chinese also preserve the name, spelled in Chinese as Zhumulangma, and never use Everest in their English-language legal documents. Later, the Nepalis also rename the peak as Sagarmatha. Tertinggi di Dunia (Tibet, 2005) Barisan pegunungan di samping puncak Everest, menyembul dari balik pelukan awan tebal. Di balik penamaan ini juga ada politik. Negara-negara yang menjadi tuan rumah gunung tertinggi di dunia ini menolak untuk menggunakan nama ilmuwan Inggris Sir George Everest sebagai nama dari puncak gunung ini. Orang Tibet menyebut Everest sebagai Qomolangma, “Ibunda Suci”. China juga mempertahankan nama itu, dalam bahasa China ditulis sebagai Zhumulangma, dan tidak pernah menggunakan nama Everest dalam dokumen resmi mereka dalam bahasa Inggris. Kemudian, Nepal juga menamai puncak itu sebagai Sagarmatha. [...]

February 20, 2014 // 1 Comment

#1Pic1Day: The Journey to the Everest (Tibet, 2005)

The Journey to the Everest (Tibet, 2005) A little village on the way to Everest. To visit Everest, foreign visitors have to obtain special permit. I came by motorcycle and pretending to be a Tibetan, so managed to sneak to the Everest Base Camp without going through checkpoints. Menuju Everest (Tibet, 2005) Sebuah desa kecil terletak dalam perjalanan menuju Everest. Untuk mengunjungi Everest, pengunjung asing memerlukan surat izin khusus/permit. Saya datang dengan menumpang sepeda motor dan menyamar sebagai orang Tibet, sehingga bisa tiba di kaki Everest tanpa melalui pemeriksaan. [...]

February 19, 2014 // 2 Comments

#1Pic1Day: 108 Kelokan | 108 Turns (Tibet, 2005)

108 Turns (Tibet, 2005) Turning and winding road up and down hills you have to go through in the journey to the Everest. They say, there are 108 turns in total. I have lost count, though. 108 Kelokan (Tibet, 2005) Jalan yang berkelok-kelok mendaki dan menuruni bukit dalam perjalanan menuju Everest, konon totalnya berjumlah 108 kelokan. Saya sendiri sempat kehilangan hitungan saking banyaknya kelokan di sini. [...]

February 18, 2014 // 1 Comment

#1Pic1Day: Biksu Muda | Young Monk (Tibet, 2005)

Young Monk (Tibet, 2005) A young monk of Yellow Hat Sect (Gelugpa Sect) is preparing for chanting session in Tashilhunpo Monastery in Shigatse, Tibet. The Tashilhunpo Monastery is the traditional seat of Panchen Lama, the second highest rank after the Dalai Lama in Gelugpa Tibetan Buddhism. Biksu Muda (Tibet, 2005) Seorang biksu muda dari Sekte Topi Kuning (Gelugpa) bersiap beribadah di kuil Tashilhunpo, di kota Shigatse. Kuil Tashilhunpo dalam tradisinya adalah tempat kedudukan Panchen Lama, orang kedua terpenting sesudah Dalai Lama dalam agama Buddha Tibet. [...]

February 17, 2014 // 3 Comments

#1Pic1Day: Tibetan Muslim (China, 2010)

Tibetan Muslim (China, 2010) Tibetan Muslim women pass through Niujie Street in Beijing. Niujie (the “Ox Road”) is the biggest and oldest Muslim quarter in Beijing. China has dozens of Muslim ethnic groups, but the number of Muslims among Tibetans is actually very low. They inhabit some little villages in northern part of Tibet. Their costumes combine Tibetan dress with Islamic veil. These women came to Beijing as they are preparing to fly to Saudi Arabia for the annual holy pilgrimage. Muslim Tibet (China, 2010) Para perempuan Muslim Tibet sedang melintas di jalan Niujie, Beijing. Niujie (“Jalan Sapi”) merupakan daerah komunitas Muslim terbesar dan tertua di kota Beijing. China memiliki puluhan etnis minoritas yang menganut agama Islam, namun jumlah umat Muslim di kalangan etnis Tibet sangatlah minim. Mereka mendiami beberapa dusun kecil dan terpencil di bagian utara Tibet. Dalam hal berpakaian, mereka pun memadukan baju tradisi Tibet dengan kerudung. Para perempuan ini datang ke Beijing karena mereka bersiap terbang ke Mekkah untuk naik haji.     [...]

January 28, 2014 // 5 Comments

#1Pic1Day: Pemujaan Mao | Mao Worship (Tibet, 2005)

Mao Worship (Tibet, 2005) Inside house of a Tibetan family nearby Kailash, pictures of Mao Zedong are placed together with Buddhist statues and symbols at the worshipping altar. Pemujaan Mao (Tibet, 2005) Foto-foto Mao Zedong diletakkan bersama dengan patung-patung Buddha dan simbol-simbol Buddhis di altar pemujaan di sebuah rumah keluarga Tibet di dekat Kailash.       [...]

November 29, 2013 // 1 Comment

#1Pic1Day: Kuil Keramat | Sacred Temple (Tibet, 2005)

Sacred Temple (Tibet, 2005) The ancient Chiu Gompa is located next to the Manasarovar Lake, the holy lake of gods. There are two giant lakes in front of the Kailash, one is Manasarovar (place of gods), and the other is Rakshastal (place of demons). Kuil Keramat (Tibet, 2005) Kuil kuno Chiu Gompa terletak di sebelah Danau Manasarovar, yang dianggap sebagai danau para dewa. Ada dua danau raksasa di hadapan Gunung Kailash, yaitu Manasarovar (tempat para dewa) dan Rakshastal (tempat para setan).     [...]

November 28, 2013 // 3 Comments

#1Pic1Day: Terlahir Kembali | A New Person (Tibet, 2005)

A New Person (Tibet, 2005) Pilgrimage to Kailash is a manifestation of Buddhist journey of life. After the whole journey, everybody is not the same anymore, a new person is reborn. But physically, everything is just the same. No special title, no special costume, no change of social status… pilgrimage is personal. Terlahir Kembali (Tibet, 2005) Penziarah ke Kailash adalah manifestasi konsep Buddhisme mengenai perjalanan hidup. Setelah perjalanan panjang, setiap orang tidak akan sama lagi, dan seseorang yang baru telah terlahir kembali. Tetapi secara fisik, semuanya masih tetap sama. Tidak ada gelar khusus, pakaian khusus, ataupun perubahan status sosial… karena ziarah adalah personal.   [...]

November 27, 2013 // 3 Comments

#1Pic1Day: Bukan Jalan Gampang | Not an Easy Way (Tibet, 2005)

Not an Easy Way (Tibet, 2005) Some Tibetan pilgrims take meaning of pilgrimage more seriously. Not only they have walked thousands of kilometers from their villages to the sacred mountain of Kailash, they also circumambulate the mountains by crawling, for 53 kilometer journey at 5000-ish elevation. Bukan Jalan Gampang (Tibet, 2005) Beberapa peziarah Tibet memaknai penziarahan dengan jauh lebih serius. Bukan saja mereka berjalan ribuan kilometer dari desa mereka untuk sampai ke Kailash, mereka juga mengelilingi gunung suci ini dengan merangkak, sejauh 53 kilometer sekali putaran pada ketinggian 5000-an meter.   [...]

November 26, 2013 // 3 Comments

#1Pic1Day: Bendera Doa | Prayers Flag (Tibet, 2005)

Prayers Flag (Tibet, 2005) The Tibetan Buddhists believe that the higher the place, the better it is to deliver their prayers. Therefore, top of hills or mountains are always holy, and it is the place to build ritual site or to put prayers flags. In the Kailash pilgrimage, at the highest section of the trek facing directly to the sacred mountain, pilgrims and monks deliver their prayers. Bendera Doa (Tibet, 2005) Umat Buddhis Tibet percaya, semakin tinggi tempatnya maka semakin baik pula untuk menyampaikan doa. Karena itu, puncak bukit atau gunung selalu merupakan tempat suci, dan orang Tibet mendirikan tempat pemujaan dan meletakkan bendera-bendera doa di tempat itu. Dalam perjalanan ziarah Kailash, titik tertinggi dari jalur perjalanan ini berhadapan langsung dengan gunung suci, merupakan tempat para peziarah dan biksu menghaturkan doa mereka. [...]

November 25, 2013 // 0 Comments

#1Pic1Day: Wajah Utara | The North Face (Tibet, 2005)

The North Face (Tibet, 2005) The north face of the holy mountain of Kailash is among important sections of Kailash pilgrimage. Kailash is regarded the holiest mountain for four religions—so holy that nobody is allowed to touch or climb it. The pilgrimage is done by walking to circumambulate the mountain. Wajah Utara (Tibet, 2005) Menyaksikan wajah utara gunung keramat Kailash adalah salah satu bagian penting dalam perjalanan ziarah Kailash. Kailash adalah gunung paling suci bagi empat agama, saking sucinya tidak seorang pun diizinkan untuk menyentuh atau mendakinya. Perjalanan ziarah ini dilakukan dengan mengelilingi gunung suci itu. [...]

November 22, 2013 // 2 Comments

#1Pic1Day: Kematian Simbolis | Symbolic Death (Tibet, 2005)

Symbolic Death (Tibet, 2005) A part of the Kailash pilgrimage journey is a site called Shiwa Tsal, where pilgrims leave some of their possessions here, usually clothes, shoes, or hair. The ritual is a symbol of death of our old life, and being reborn with a new spiritual life. Not far from here is the sky burial site, a reminder that nothing is eternal. Kematian Simbolis (Tibet, 2005) Bagian dari perjalanan ziarah Kailash adalah sebuah tempat bernama Shiwa Tsal, di mana para peziarah meninggalkan beberapa benda yang mereka miliki, biasanya berupa pakaian, sepatu, atau rambut. Ritual ini adalah simbol dari kematian raga kita yang lama, dan dilahirkan kembali dalam kehidupan spiritual yang baru. Tidak jauh dari tempat ini adalah tempat pemakaman langit (cara pemakaman Tibet di mana mayat ditaruh begitu saja di tempat terbuka sehingga menjadi santapan burung pemangsa dan hewan), sebuah peringatan bagi kita bahwa tidak ada yang abadi dalam dunia ini. [...]

November 21, 2013 // 2 Comments

#1Pic1Day: Perhiasan | Accessories (Tibet, 2005)

Accessories (Tibet, 2005) A Tibetan woman shows her beautiful accessories. She opens a pilgrim rest house in the midway of Kailash pilgrimage path. Perhiasan (Tibet, 2005) Seorang perempuan Tibet menunjukkan perhiasannya yang cantik-cantik. Dia membuka sebuah pondok peristirahatan bagi para peziarah yang mengelilingi Kailash. [...]

November 20, 2013 // 5 Comments

1 2 3 4