Recommended

wantok

Papua Nugini (2) Ketika Era Prasejarah Bertemu Globalisasi : Satu Bahasa

Draft artikel menengai Papua Nugini untuk majalah Traveler 旅行家, China. “PNG itu bukan singkatan Papua New Guinea,” seorang kawan ekspatriat memberitahu saya, “itu singkatan Promise Not Guaranteed.” Di sini, tiket pesawat bukan jaminan bisa terbang. Sudah banyak calon penumpang pesawat yang memiliki tiket, sesampainya di bandara diberitahu bahwa pesawat sudah penuh dan tidak ada tempat bagi mereka. Karena itu, kawan itu menganjurkan saya pergi seawal mungkin ke bandara. Saya bersyukur dengan anjuran itu. Bukannya terlambat, pesawat justru terbang satu jam lebih awal dari jadwal. Kata pramugari, itu karena semua dari dua puluhan penumpang sudah tiba di bandara. Sembilan puluh menit kemudian, pesawat kami mendarat di Daru, sebuah pulau noktah kecil di bagian paling selatan provinsi perbatasan Western Province. Dulu kota-pulau ini pernah menjadi pusat pemerintahan provinsi, sebelum kemudian dipindah ke Kiunga di utara sana. Bandara Daru mirip lapangan bola yang dikelilingi pagar kawat. Di balik pagar itu, orang-orang berderet menonton pesawat. Dari balik kawat pagar kawat, saya juga menonton para penumpang yang berbaris di atas tarmak menuju pesawat yang akan lepas landas kembali ke Port Moresby. Dua penumpang yang terakhir naik tiba-tiba turun lagi. Saya dengar dari petugas bandara, mereka tidak diizinkan terbang karena pesawat telah kelebihan muatan kargo. Entah [...]

February 8, 2016 // 3 Comments

Daru 21 Agustus 2014: Wantok

Di pelabuhan Daru, para nelayan pun mengelompok sesuai daerah asal dan bahasa masing-masing (AGUSTINUS WIBOWO) Daru, dikenal sebagai “ibukota ikan kakap” adalah pulau berbentuk seperti anak ayam. Di bagian timur adalah mulut lancipnya, berupa pelabuhan yang selalu penuh perahu dari desa-desa sepanjang daratan utama dan daerah Sungai Fly, yang menyuapi Daru dengan beragam jenis ikan, sagu, udang sayuran. Di sini pula terletak toko-toko besar dan hotel, yang semuanya dimiliki orang dari China Daratan, menjual beras, berbagai makanan instan dan kalengan, bumbu, pakaian. Menyusuri jalan utama ini dari timur ke barat, kita akan melintasi bandara, dan dari sana kita akan berbelok ke selatan, menuju “anus” Daru: tempat sampah-sampah dibuang, pelabuhan yang sudah mati dengan kapal-kapal berkarat, juga daerah corner—permukiman penduduk pendatang yang dipercaya sebagai tempat tinggalnya para raskol. Salah satu supermarket di dekat pelabuhan adalah milik sebuah keluarga China. Keluarga besar bermarga Yan dari Fujian, satu kampung halaman dengan leluhur saya. Hampir semua barang di supermarket ini adalah produk impor. Kasir dan pegawai adalah orang lokal, sedangkan para orang China duduk di atas kursi tinggi di belakang kasir. “Apa yang kalian lihat dari ketinggian sana?” saya bertanya dalam bahasa Mandarin. “Di negara ini terlalu banyak pencuri,” kata lelaki muda itu. “Setiap [...]

January 16, 2015 // 20 Comments