Recommended

wawancara

Penulis Indonesia Meriset tentang Islam dan Jawanisme di Kalangan Orang Jawa

Wawancara dengan surat kabar Suriname, De Ware Tijd (DWT) mengenai riset saya tentang agama-agama Islam dan Jawanisme (Kejawen) di kalangan diaspora Jawa di Suriname. Orang Jawa Muslim Suriname terdiri atas dua golongan utama, yaitu yang salatnya menghadap ke barat (Islam madep ngulon) dan yang menghadap ke timur (Islam madep ngetan atau ngiblat). Dalam beberapa dekade terakhir, muncul agama baru di tengah konflik antara dua golongan Muslim ini, yaitu agama Jawanisme. Artikel ini diterjemahkan dari bahasa Belanda. Teks Charles Chang De Ware Tijd (Suriname), Rabu 21 Juni 2017 Dia telah menulis tiga buku, dan buku ketiganya akan difilmkan di Indonesia. Topik-topik tulisan Agustinus utamanya adalah tentang kehidupan di daerah perbatasan negara dan bagaimana orang-orang hidup dengan garis batas. Pencariannya untuk jawaban bagi buku keempat membawanya ke Belanda, di mana sebagai seorang Indonesia dia otomatis berhubungan dengan diaspora Jawa Suriname. Ketika dia mendengar tentang Islam-hadap-barat dan Islam-hadap-timur di Suriname, dan juga tentang makna Jawanisme (agama Jawa), dia menjadi sangat tertarik. Selama dua bulan risetnya di Suriname, dia telah membuat sejumlah penemuan yang menakjubkan. “Itulah indahnya menjadi seorang penulis perjalanan, karena pekerjaan ini membuat kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita,” kata Wibowo (35) tentang pekerjaannya. Sebagai seorang sarjana ilmu komputer, ini adalah [...]

July 8, 2020 // 43 Comments

[Detik.com] ‘Seharusnya Pandemi Corona Menyatukan NKRI’

https://travel.detik.com/travel-news/d-5024130/seharusnya-pandemi-corona-menyatukan-nkri h Jumat, 22 Mei 2020 04:03 WIB Femi Diah, detikTravel Jakarta – Pandemi virus Corona menghantam siapa saja tanpa mengenal negara, ras atau agama. Penulis perjalanan Agustinus Wobowo menyebut seharusnya situasi ini menjadi momen persatuan NKRI, bukan memecah belah. Wabah virus Corona telah melumpuhkan berbagai sektor di dunia, termasuk Indonesia. Tak sedikit industri yang berhenti total sehingga ribuan karyawan harus cuti tanpa bayaran ataupun kehilangan pekerjaan. Penerbangan dan pariwisata boleh dibilang mati suri. Pemilik usaha pun tak berkutik. Sementara itu, tenaga medis dan mereka yang bekerja di rumah sakit harus mengeluarkan tenaga ekstra. Jika awalnya disebut sebagai virusnya orang Asia, tapi COVID-19 telah melampaui batas negara hingga ke Eropa, Amerika, hingga Afrika. “Pandemi ini sifatnya universal, tidak peduli dari negara apa, ras apa, agamanya apa. Sebelum pandemi ini menjadi universal ada yang mengolok-olok, negara A suka makan yang aneh-aneh makanya muncul virus ini atau virus ini merupakan azab. Tapi, kemudian ketika ini menjadi universal kita sama di depan penyakit ini. Kita sama-sama rapuhnya di depan penyakit ini,” kata Agustinus dalam IG Live bersama bukgpu, tengah pekan ini. “Ketika menyadari kerapuhan ini seharusnya kita bekerja sama dan menunjukkan solidaritas karena kita berbagi masa depan yang sama, berbagi [...]

May 22, 2020 // 1 Comment

Titik Nol 65: Visa India yang Gagal

Mimpi buruk di Muktinath jadi kenyataan. (AGUSTINUS WIBOWO) Kedutaan India di Kathmandu selalu ramai oleh antrian panjang para pelamar visa. Nepal mungkin tempat paling mudah untuk mengambil visa India. Tetapi tak semua orang membawa pulang kisah keberhasilan dari sini. Saya terjebak lagi dalam antrean panjang pagi hari di depan kedutaan India yang tersembunyi di sebuah gang kecil tak jauh dari Thamel di Kathmandu. Ini adalah kali ketiga saya datang. Tiga minggu yang lalu, saya sudah mengisi formulir visa dan menyerahkan ke loket. “Datang seminggu lagi!” kata petugas visa. Prosedurnya, formulir saya konon akan dikirim ke kedutaan India di Jakarta untuk klarifikasi. Kalau kedutaan di Jakarta menyetujui dan mengirimkan fksimil ke Kathmandu, maka visa akan diterbitkan. Untuk harga formulir dan kontak lewat kawat ini, pelamar visa masih harus merogoh kocek 1.000 Rupee. Apakah formulir ini benar-benar akan difaks ke Jakarta dengan uang yang sudah kita bayar, hanya Tuhan yang tahu. Keesokan harinya, tiba-tiba saya memutuskan berangkat trekking ke Annapurna. Perjalanan mengelilingi barisan gunung bersalju ini membutuhkan waktu setidaknya dua minggu. Lalu bagaimana dengan formulir visa India saya? Kembali lagi saya ke Kedutaan India, terjebak dalam antrean panjang turis mancanegara yang mengular sampai 30 meter.. Orang Nepal tidak mengantre visa sama sekali, [...]

August 22, 2014 // 0 Comments

Travelist : Agustinus Wibowo – Seorang Musafir

Juni-Juli 2011 Travelist Interview Majalah Travelist Edisi Perdana http://the-travelist.com/index.php?option=com_content&view=article&id=51:first-one&catid=34:slideshow-items&Itemid=44 Agustinus Wibowo – Seorang Musafir Gus Weng adalah panggilan akrab seorang Agustinus Wibowo. Ia adalah pelajar IT saat pertama kali mencoba untuk menjelajahi dunia. Destinasi yang ia pilih pun ‘tidak biasa’, sebenarnya apa sih yang membuat ia memilih destinasi tersebut? Dalam buku Selimut Debu, Gus Weng menyebut diri adalah backpacker, tetapi editor anda menyebut anda explorer, bukan traveler. Sebenernya Gus Weng itu tipe traveler seperti apa? Sebenarnya label-label itu tidak penting. Saya tidak menyebut diri saya sebagai backpacker, tetapi kebetulan pada saat menulis perjalanan itu, saya melakukan perjalanan dengan cara backpacking atau traveling secara independen dengan anggaran minim, jadi saya adalah backpacker. Tetapi bukan berarti ada tanda sama dengan antara Agustinus Wibowo dengan backpacker. Demikian juga turis, traveler, explorer, observer, dan sebagainya, buat saya itu adalah label-label saja. Ada backpacker yang menolak dirinya disebut turis dan keukeuh minta disebut traveler. Buat saya lucu juga, karena sebenarnya pada hakikatnya backpacker itu juga turis –mencari hal-hal yang “eksotik” yang berbeda dari kehidupannya demi kesenangannya sendiri. Kalau memang dipaksa harus menyebut, mungkin saya lebih suka disebut sebagai musafir. Ini adalah kata yang [...]

June 27, 2011 // 2 Comments