[Destinasian] Lima Travel Writer Bicara tentang Dunia Tanpa Travel
Juga tentang pariwisata pasca-pandemi dan destinasi yang ingin didatangi. Searah jarum jam, dari kiri atas: Kenny Santana, Trinity, Fatris MF, Agustinus Wibowo, Ayos Purwoaji 10 April, 2020 Wawancara oleh Cristian Rahadiansyah Destinasian.co.id AGUSTINUS WIBOWO Mantan jurnalis di Afghanistan ini sudah menulis tiga buku: Selimut Debu: Impian dan Kebanggaan dari Negeri Perang Afghanistan (2010), Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah (2011), dan Titik Nol: Sebuah Makna Perjalanan (2013). Dia kini menggarap buku tentang nasionalisme Nusantara. agustinuswibowo.com Selain sulit bepergian, dampak terbesar pandemi?Kesulitan berkomunikasi dengan orang, dan hidup menjadi penuh kecurigaan. Saya pernah menghadapi epidemi SARS di Beijing pada 2003, dan harus hidup dalam karantina kota selama berbulan-bulan. Pandemi Covid-19 seperti membangkitkan memori itu: hidup dibayangi kecemasan. Kita dicurigai sebagai pembawa virus, sekaligus waspada terhadap orang yang kita jumpai. Dampak psikologis ini cukup besar dalam memengaruhi pola interaksi. Aktivitas favorit selama isolasi?Membaca buku, menulis, meditasi, menikmati koleksi prangko, berkontak kembali secara virtual dengan kawan-kawan lama di berbagai penjuru dunia. Jika ada, sisi positif dari bencana virus?Punya lebih banyak waktu untuk mengenali diri sendiri, mendekatkan diri dengan orang-orang terdekat di rumah, serta merenungkan makna hidup. Pandemi ini juga membuat orang jadi lebih sadar akan pentingnya menjaga [...]