Recommended

futuristik

Garis Batas 41: Astaga, Astana

Astana (AGUSTINUS WIBOWO) Sepuluh tahun lalu orang ramai mengolok-olok Presiden Nazarbayev yang dengan tiba-tiba memindahkan ibu kota negara dari kosmopolitan Almaty ke kota kecil Akmola. Sekarang Akmola telah menjelma menjadi Astana dan mengukuhkan dirinya sebagai kota modern di tengah padang gembala Asia Tengah. Akmola, dalam bahasa Kazakh berarti ‘batu nisan putih’. Ketika Nazarbayev meluncurkan rencana kontroversialnya yang menghabiskan dana miliaran dolar untuk pindah ibu kota ke Akmola yang bercuaca ekstrim, banyak politikus yang mengolok-olok Akmola akan menjadi batu nisan bagi karir politik Nazarbayev. Nama yang tak terlalu sedap itu akhirnya diganti menjadi Astana, yang artinya gamblang – ibu kota. Pemindahan ibu kota ini, walaupun disambut antusias oleh penduduk Akmola, tidak terlalu disenangi oleh orang-orang yang sudah terbiasa dengan kenyamanan dan kehangatan Almaty. Kedutaan-kedutaan asing malas-malasan kalau disuruh pindah ke Astana. Adalah Rusia yang mengawali keberanian untuk mengakui Astana, membangun kedutaannya di tengah kota. Amerika Serikat baru menyusul di tahun 2006, hampir 10 tahun setelah Astana berdiri. Pembangunan kota ini masih belum berhenti. Bangunan-bangunan baru masih terus bermunculan di sana-sini. Di bagian selatan Sungai Ishim, saya melihat proyek-proyek konstruksi yang masih rajin bekerja di tengah kejamnya bulan Desember. Daerah ini katanya nanti akan menjadi pusat pemerintahan. Astana memang bukan dibangun dalam [...]

August 9, 2013 // 2 Comments

Garis Batas 40: Kazakhstan Memanggil

Stasiun kereta api Karaganda (AGUSTINUS WIBOWO) Negeri luas ini sedang bergelimang kemakmuran. Penghasilan luar biasa dari produksi minyak ratusan ribu barel per hari membuat apa yang dulu tak mungkin sekarang menjadi mungkin. Sebuah ibu kota baru dibangun di tengah padang kosong. Ribuan orang asing berdatangan, mencoba mencicipi kue yang ditawarkan Kazakhstan.  Saya termasuk dalam ratusan orang yang berdesak-desakan masuk ke gerbong kereta api di stasiun Almaty II sore itu, ketika langit biru bersih akhirnya menghiasi angkasa setelah hampir seminggu kota ini dirundung mendung dan siraman salju. Tujuan saya adalah Astana, ibu kota baru Kazakhstan, sebuah kemewahan yang dibangun di tengah padang kosong. Perjalanan selama 20 jam dari Almaty menyajikan pemandangan yang membosankan. Yang tampak dari jendela hanyalah tanah datar, padang rumput yang membentang tanpa batas. Di musim dingin ini, sejauh mata memandang, yang terlihat hanya warna putih dan kelabu. Padang luas itu berubah menjadi lapisan salju tebal. Cerahnya Almaty kemarin telah berubah menjadi mendung yang muram hari ini. Saya duduk satu kompartemen dengan dua orang pria dari China dan seorang wanita Kazakh. Kedua pria China ini etnis Mongolia, dan salah satunya malah sudah punya paspor Kazakhstan.             “Sekarang bikin paspor Kazakhstan sangat mudah,” kata Ye Shunde, pria 40 [...]

August 8, 2013 // 1 Comment