Recommended

pernikahan

Garis Batas 32: Nikah ala Kirghiz

Bersulang anggur (AGUSTINUS WIBOWO) Betapa saya hampir menangis, ketika saya mendapatkan paspor saya yang hilang masih disimpan dengan rapi oleh gadis penjaga kserokopia. Moken yang dengan sabar menunggu di rumah ikut tertawa bahagia. Masalah paspor saya yang hilang, seperti garam yang dituang ke lautan, hanya menambah kesibukan keluarga Moken yang sudah teramat sangat sibuk. Anak Moken yang paling besar, Timur, akan menikah dengan Zarina. Keduanya masih belum 20 tahun. Zarina, si gadis Kirghiz yang ayu itu, sudah sejak sebulan ini tinggal di rumah Moken bersama Timur. Akad nikah sebenarnya sudah dilaksanakan jauh sebelumnya. Hanya kurang resepsinya saja, yang juga harus menunggu hari baik tanggal baik. Rumah Moken sudah kebanjiran tamu sejak seminggu ini. Kebanyakan sanak saudara, yang hubungan persaudaraannya rumit sekali. Di Kyrgyzstan, arti keluarga sangat penting. Dalam bahasa Kirghiz, untuk menyebut ‘paman’ dan ‘bibi’ saja banyak sekali istilahnya. Kayanya kosa kata dalam pertalian kekeluargaan menunjukkan kuatnya ikatan persaudaraan dalam kultur bangsa ini. Dari Toktogul berdatangan sanak saudara Moken, yang biarpun dijelaskan hubungannya, saya susah sekali mengerti. Ada kakek Moken yang sudah tua sekali, namun masih sangat sehat, berjenggot putih dan bertopi bulu. Benar-benar seorang aksakal dalam arti yang sebenarnya. Orang Kirghiz menyebut kakek tua yang dihormati sebagai aksakal, yang [...]

July 29, 2013 // 4 Comments

Islamabad – Wedding in the Capital (2)

April 9, 2006 Membaca Qur’an di rumah dulha Hari ini hari ketiga pernikahan, setelah mehndi kemarin. Acaranya, yang semula kata Ijaz dimulai pukul 12, ternyata terlambat lagi (seperti biasa di Pakistan) hingga pukul 2. Ijaz, sebagai teman terdekat mempelai pria, mengiringi mempelai pria dalam mobilnya. Arak-arakan mobil panjang berjalan dari Islamabad menuju Rawalpindi. Di dalam mobil ada yang bertanya tentang asalku. Aku jawab Pakistani. Mereka manggut-manggut, “Gilgit ya…”, dengan sok tahunya menambahkan, “memang orang Gilgit wajahnya mirip orang Cina ya…” Sebagaimana acara pernikahan lainnya di Pakistan, di sini juga acara mempelai pria menjemput mempelai wanita, istilahnya dulha menjemput dulen. Namun karena ini di kota, acara bukan lagi di rumah masing-masing mempelai, melainkan di sebuah Wedding Hall di pusat kota Rawalpindi, tepatnya di Liaquat Chowk. Wedding hall, bukanlah seperti halnya gedung pernikahan di Indonesia di mana piring-piring makanan membanjiri setiap perut pengunjung. Di sini, kami, para tamu laki-laki pengiring mempelai ditempatkan di sebuah aula bersama sang mempelai pria, sedangkan tamu-tamu perempuan di ruangan sebelah, yang dipisahkan oleh dinding dengan sebuah pintu. Pemisahan kelamin adalah hukum di Pakistan, dan di tempat ini pun hukum harus berjalan. Tak ada makan dan minum. Yang ada hanya menunggu. Aku sendiri tak tahu untuk apa acara [...]

April 9, 2006 // 0 Comments

1 2