Recommended

Everest

Titik Nol 27: Berbalut Khata

Puncak Everest dibalut awan.(AGUSTINUS WIBOWO) Cuaca di pegunungan berubah cepat. Yang tadinya langit biru dan gumpalan mungil, kini sudah menjadi mendung tebal menggelayut. Saya tak melihat apa-apa, hanya putih kelabu yang dingin. “Shushu,” kata Donchuk, tukang sepeda motor yang mengantar saya sampai ke Everest Base Camp ini, “Masuk dulu. Qomolangma memang tergantung nasib. Banyak orang yang sampai sini juga tak lihat apa-apa. Moga-moga besok cuaca bagus.” Saya kembali ke tenda. Yang tinggal di sini adalah kawan Donchuk dan istrinya. Keduanya berkulit hitam, kasar, terbakar matahari. Si suami mengenakan jaket hijau ala jiefangjun – Tentara Pembebasan, model pakaian China yang cukup populer di Tibet. Istrinya berwajah datar, dengan rambut panjang dikepang dan dililitkan melingkari kepala. Mereka tak bisa bahasa Mandarin dan saya tak bisa bahasa Tibet. Perbincangan kami lebih banyak tak sambungnya. Walaupun demikian, saya merasakan kehangatan sebuah keluarga sederhana Tibet. Si istri menyiapkan teh mentega – minuman utama orang Tibet. Cara membuatnya khusus. Air teh yang sudah bersih dari daun ditumbuk bersama dengan mentega, garam, dan susu. Tumbukannya juga tak biasa, kurus dan panjang, terbuat dari kayu. Teh susu mentega ini bisa pula jadi makanan, disiramkan ke bubuk jewawut tsampa, yang hasilnya kemudian menjadi bubur mirip makanan bayi. Tsampa asalah [...]

June 6, 2014 // 3 Comments

Titik Nol 25: Runyam

Perempuan Tibet pun tangguh menjadi kuli bangunan. (AGUSTINUS WIBOWO) Bicara soal politik di Tibet bisa berakhir runyam. Jangan sembarangan berdiskusi tentang Dalai Lama, kontroversi Panchen Lama, kehidupan beragama, dan hal-hal sensitif lainnya kalau tidak ingin terlibat dalam kesulitan. Menjadi orang asing di Tibet memang tidak mudah, apalagi kalau kita masuk ilegal dan tidak mengikuti peraturan pemerintah Tiongkok yang membatasi semua gerak-gerik di daerah ‘terlarang’ ini. Selain permit yang harganya menggila, orang asing juga tidak diizinkan naik kendaraan umum, apalagi menumpang truk di jalan. Yang diperbolehkan cuma jip turis, khusus disewa dari biro tur yang harganya tentu saja melangit. Saya, sebagai backpacker miskin, berusaha mencari jalan belakang – menyamar sebagai orang China. Beruntung karena masih berwajah Asia dan cukup fasih berbahasa Mandarin, saya masih bisa ‘lewat’. Membeli tiket bus menuju Shegar di kaki Everest misalnya, saya sama sekali tak mengalami kesulitan. Beda halnya dengan seorang backpacker bule dari Kanada yang sudah bolak-balik terminal selama tiga hari terus gagal juga mendapat karcis. Saya membantunya membelikan karcis, tetapi loket penjual sudah curiga dan tetap tak mau memberi tiket. Ia sudah menyetop truk, tetapi tak satu pun yang mau berhenti. Sungguh memusingkan. Sebenarnya bukan karena sopir tak mau uang, tetapi karena mengangkut orang asing [...]

June 4, 2014 // 0 Comments

Titik Nol 17: Patah Semangat

Semakin dekat ke Lhasa, jalan mulai beraspal.(AGUSTINUS WIBOWO) Sembilan puluh jam berlalu sejak saya berangkat dari kota Ngari. Hujan rintik-rintik turun di Lhasa. Ransel saya, yang disimpan di bagasi, terbungkus lumpur lengket setebal satu sentimeter. Kaki saya lemas, ditekuk sepanjang jalan. Yang paling parah, motivasi saya turut hancur. Sembilan puluh jam yang terbuang di atas bus sempit dan pengap sudah menggerogoti semangat berpetualang saya.. Perjalanan di Tibet tak mudah. Saya sungguh takut menghadapi lintasan yang selanjutnya membentang di hadapan saya – Lhasa, Shigatse, Gyantse, sampai ke Nepal. Masihkah saya punya cukup keberanian untuk menyelundup tanpa permit, main kucing-kucingan dengan tentara dan polisi, menumpang truk sepanjang jalan sampai ke batas akhir perjuangan? Tubuh saya yang remuk redam sudah tak ingin lagi bermain gila-gilaan. Mendung tebal yang menyelimuti kota Lhasa seakan mewakili isi hati. Banakshol Hotel adalah salah satu penginapan paling legendaris di Lhasa. Petualang asing dan dalam negeri menginap di losmen bergaya arsitektur Tibet. Nuansa backpacker ghetto ala Khao San Road (Bangkok) atau Phan Ngum Lao (Saigon) yang jarang dijumpai di tempat lain di negeri China, hidup di sini. Saya menginap di sebuah dormitory bersama Man Fai si turis Hong Kong dan seorang turis lain asal Inggris yang hendak berangkat ke [...]

May 23, 2014 // 0 Comments

#1Pic1Day: Tertinggi di Dunia | Highest in the World (Everest, Tibet, 2005)

Highest in the World (Tibet, 2005) Rows of snowcapped mountains surrounding the highest point of Everest are seen from behind the cloud. There is also politics behind the naming of the world’s highest peak. The countries where Everest is located refuse to use the name of the British scientist Sir George Everest as the name of the mountain. The Tibetans call Everest as Qomolangma, “The Holy Mother”. The Chinese also preserve the name, spelled in Chinese as Zhumulangma, and never use Everest in their English-language legal documents. Later, the Nepalis also rename the peak as Sagarmatha. Tertinggi di Dunia (Tibet, 2005) Barisan pegunungan di samping puncak Everest, menyembul dari balik pelukan awan tebal. Di balik penamaan ini juga ada politik. Negara-negara yang menjadi tuan rumah gunung tertinggi di dunia ini menolak untuk menggunakan nama ilmuwan Inggris Sir George Everest sebagai nama dari puncak gunung ini. Orang Tibet menyebut Everest sebagai Qomolangma, “Ibunda Suci”. China juga mempertahankan nama itu, dalam bahasa China ditulis sebagai Zhumulangma, dan tidak pernah menggunakan nama Everest dalam dokumen resmi mereka dalam bahasa Inggris. Kemudian, Nepal juga menamai puncak itu sebagai Sagarmatha. [...]

February 20, 2014 // 1 Comment

#1Pic1Day: The Journey to the Everest (Tibet, 2005)

The Journey to the Everest (Tibet, 2005) A little village on the way to Everest. To visit Everest, foreign visitors have to obtain special permit. I came by motorcycle and pretending to be a Tibetan, so managed to sneak to the Everest Base Camp without going through checkpoints. Menuju Everest (Tibet, 2005) Sebuah desa kecil terletak dalam perjalanan menuju Everest. Untuk mengunjungi Everest, pengunjung asing memerlukan surat izin khusus/permit. Saya datang dengan menumpang sepeda motor dan menyamar sebagai orang Tibet, sehingga bisa tiba di kaki Everest tanpa melalui pemeriksaan. [...]

February 19, 2014 // 2 Comments

#1Pic1Day: 108 Kelokan | 108 Turns (Tibet, 2005)

108 Turns (Tibet, 2005) Turning and winding road up and down hills you have to go through in the journey to the Everest. They say, there are 108 turns in total. I have lost count, though. 108 Kelokan (Tibet, 2005) Jalan yang berkelok-kelok mendaki dan menuruni bukit dalam perjalanan menuju Everest, konon totalnya berjumlah 108 kelokan. Saya sendiri sempat kehilangan hitungan saking banyaknya kelokan di sini. [...]

February 18, 2014 // 1 Comment