Recommended

ghetto

Titik Nol 32: Thamel

Thamel meriah menyambut Hari Turisme Dunia. (AGUSTINUS WIBOWO) Saya datang ke Nepal dirundung kegalauan. Kamera saya, tumpuan harapan saya satu-satunya untuk mengabadikan perjalanan ini, rusak. Masih bisa memotret, tetapi tidak lagi bekerja sempurna. Tak biasanya, kali ini saya tak menumpang bus murah dari perbatasan Kodari menuju ibu kota, tetapi nekad membayar taksi yang harganya lebih mahal tiga kali lipat. Hati saya gundah gara-gara kamera rusak. Tujuan saya hanya ingin cepat-cepat sampai di Kathmandu. Pemandangan sejak dari Tibet berubah drastis. Klakson bus bertalu-talu, bagaikan nada yang mengisi aliran lalu lintas di jalanan sempit berkelok-kelok, di tepi bukit hijau dan hamparan sawah. Pemandangan di sini sungguh mirip di Jawa, sawah, bukit, rumput, pohon, semuanya hijau. Jalan yang sempit dan bolong-bolong, gubuk di pinggir jalan, dan semrawutnya lalu lintas, benar-benar mirip. Tetapi yang membedakan, di sini banyak pos pemeriksaan polisi. Keamanan Nepal terus memburuk sejak gerilyawan Maois semakin menunjukkan pengaruhnya. Setiap mobil yang melintas harus berhenti, para penumpangnya menunjukkan dokumen, dan berjalan kaki melintasi pos. Orang asing boleh tetap tinggal di mobil, karena yang diincar polisi adalah gerilyawan Maois yang menyelundup. Begitu sampai di Kathmandu, saya langsung menuju Thamel, pusat berkumpulnya backpacker, setara dengan Jalan Jaksa di Jakarta atau Khaosan di Bangkok. Setelah [...]

June 16, 2014 // 0 Comments