Recommended

Mazar-i-Sharif

Garis Batas 96: Good Boy

Agustinus Wibowo di Perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Tentara perbatasan Uzbekistan memang terkenal sangat merepotkan. Penggeledahan barang-barang bawaan sudah menjadi prosedur wajib. Tetapi masih ada yang lebih melelahkan dan menjengkelkan dari ini. Sudah hampir satu jam saya berdiri di hadapan tentara muda itu, dengan semua barang bawaan saya tertata amburadul di atas meja bea cukai. Kaos dan celana-celana lusuh bertumpuk-tumpuk seperti gombal, membuat dia mirip pedagang keliling baju bekas, dan membuat muka saya merah padam. Puas mengobrak-abrik semua isi tas ransel, tentara itu langsung memerintah saya cepat-cepat mengemas kembali semua barang itu. Seperti diplonco rasanya. Saya disuruh mengikutinya, ke sebuah kamar kecil dan tertutup di pinggir ruangan. Ukurannya cuma 2 x 3 meter, sempit sekali, dengan sebuah kasur keras di sisinya. Begitu saya masuk, dia langsung mengunci pintu. Apa lagi ini? Saya berduaan dengan tentara tinggi dan gagah yang mengunci pintu di sebuah kamar dengan ranjang yang nyaman, dan sekarang dia menyuruh saya menungging. Dia mulai menggerayangi tubuh saya dengan kedua tangannya. Jangan berpikir yang aneh-aneh dulu. Setelah barang bawaan yang diperiksa, kini giliran tubuh saya yang diteliti habis-habisan. Dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Dan ini dalam arti harafiah. Ujung sepatu saya diketok-ketok. Kebetulan sepatu yang saya pakai ini [...]

October 25, 2013 // 11 Comments

U-Mag (2008): Tulip Merah di Hari Baru

June 2008 U-Mag Travel TULIP MERAH DI HARI BARU Teks dan Foto: Agustinus Wibowo “Biya ke berim ba Mazar…. Mulla Muhammad jan,” lagu rakyat Afghan itu mendayu perlahan-lahan, mengajak semua orang pergi ke kota suci Mazar-e-Sharif. Di sana ada tulip merah merekah, makam suci bertasbih mukjizat, ada semangat Afghan yang menggelora. Di sana ada Singa Allah, raja umat manusia. Di sana, kita menyambut datangnya Hari Baru ketika salju mencair, angin dingin mereda, dan padang rumput menghijau… Naw Ruz Inilah Afghanistan, negeri yang tersembunyi di alam mimpi. Namanya lebih kerap menyiratkan kekerasan, perang, dan maut. Tetapi di sinilah sesungguhnya peradaban mulai berayun. Kota-kota kuno tegak, kejayaan masa lalu berpendar, kehidupan spiritual berbaur dengan adat dan embusan nafas penduduk. Zaman berganti, Afghanistan tetap hidup dalam waktunya sendiri. Di Afghanistan, pengetahuan tentang gerak perputaran bumi dan matahari tumbuh sejak jauh di masa lampau. Ketika matahari berada di garis balik 22,5 derajad lintang utara, zemestan – musim dingin – berakhir. Musim semi datang. Bunga merah bermekaran. Itulah Naw Ruz – Hari Baru. Perayaan Naw Ruz sudah ada sejak zaman Zarathushtra, ketika Dewa Api masih dipuja, jauh sebelum datangnya agama Nasrani dan Islam. Sukacita Naw Ruz dinikmati di seluruh penjuru negeri saat peradaban Persia melintasi [...]

June 18, 2008 // 5 Comments