Recommended

perbatasan

Garis Batas 11: Sarandip=Indonesia?

Alisher dan keponakannya. (AGUSTINUS WIBOWO) “Sekarang kamu bukan tamu lagi. Kamu sudah bagian dari keluarga ini. Mari masuk!” kata Muhammad Bodurbekov, alias Alisher, ramah. Sudah beberapa hari ini saya menginap di rumah Alisher, tinggal di rumah Pamirinya yang indah. Tetapi pagi ini Alisher tidak lagi mengantar sarapan pagi saya ke chid atau Rumah Pamiri, melainkan mengajak saya ke bergabung dengan ibu dan adik perempuannya. Sarapan pagi orang Wakhan adalah shir choy, teh susu yang dicampur dengan mentega dan minyak. Rasanya asin. Dicampur dengan roti yang disobek kecil-kecil, diaduk-aduk dengan sendok, dan dihirup panas-panas. “Ini adalah sarapan yang luar biasa energinya, bahkan para pejuang zaman dulu cukup makan semangkuk shir choy sebelum berperang,” ucap Alisher. Bagian Rumah Pamiri di rumah Alisher memang tradisional dan cantik. Tetapi ruang keluarga, tempat di mana Alisher sekarang mengajak saya menikmati sarapan, lebih kecil dan hangat. Di ruangan kecil ini tinggal bersama bapak, ibu, adik perempuan, dan beberapa orang keponakan si Alisher. Adik perempuan Alisher, bersuamikan orang dusun Shegnon, pulang kampung ke Ishkashim untuk melahirkan. Menurut tradisi orang Shegnon, bayi pertama harus dilahirkan di rumah keluarga ibu. Alisher sekarang menggendong-gendong keponakannya yang masih orok. Bayi itu dibungkus kain berhias manik-manik, dan terbaring di atas guwara, ayunan [...]

June 6, 2013 // 0 Comments

Garis Batas 10: Selamat Datang di Rumah Pamiri

Seorang bocah Tajik di Istaravshan di dalam musholla. (AGUSTINUS WIBOWO) Muhammad Bodurbekov, penumpang satu mobil dari Khorog, membawa saya ke rumahnya di Ishkashim. Rumah Muhammad adalah rumah tradisional Pamiri, dalam bahasa setempat disebut Chid. Karakteristik utamanya adalah adanya lima pilar penyangga ruangan, masing-masing melambangkan Muhammad, Ali, Bibi Fatima, Hassan dan Hussain. Angka lima melambangkan jumlah rukun Islam. Bentuk rumah seperti ini sama dengan rumah-rumah orang Ismaili di Pakistan Utara dan Afghanistan. Rumah adat Pamir sebenarnya sudah ada jauh sebelum datangnya Islam. Simbol-simbol Islam menggantikan simbol-simbol agama kuno Zoroastrian (Zardusht), di mana kelima pilar melambangkan dewa-dewa Surush, Mehr, Anahita, Zamyod, dan Ozar. Karakter lain rumah tradisional Pamir adalah adanya lubang jendela di atap, tempat menyeruaknya sinar matahari menyinari seluruh penjuru ruangan. Jendela ini bersudut empat, melambangkan empat elemen dasar: api, udara, bumi, dan air. Dibandingkan rumah-rumah orang Tajik Ismaili di Pakistan dan Afghanistan, memang rumah di Tajikistan ini jauh lebih modern. Lubang di tengah ruangan sudah tidak lagi digunakan untuk memasak, tetapi lebih sebagai dekorasi saja. Dindingnya dicat rapi, dihiasi dengan karpet-karpet indah, poster, dan foto keluarga. Lantainya dari kayu, dipelitur mengkilap. Di setiap ruangan selalu dipasang foto Aga Khan, pemimpin spiritual Ismaili yang didewakan sebagai penyelamat hidup di GBAO. Ada [...]

June 6, 2013 // 1 Comment

Garis Batas 9: Mengintip Afghanistan

Afghanistan, di seberang sungai, terlihat dari Tajikistan. (AGUSTINUS WIBOWO) Saya menumpang sebuah jeep kecil dari Khorog menuju Ishkashim, melalui jalan beraspal di tepian sungai Amu Darya. Jaraknya cuma 106 kilometer, tetapi karcisnya 20 Somoni (6 dollar). Itu pun harus menunggu berjam-jam di terminal karena tidak ada penumpang. Di negara ini, orang hampir-hampir tidak punya uang sama sekali, tetapi harga-harga sangat mahal. Sepanjang jalan, di seberang sungai di sebelah kanan sana, adalah propinsi Badakhshan Afghanistan. Sungainya sendiri, di bulan Oktober yang sudah mulai dingin ini, menjelma jadi sungai kecil yang hanya sekitar 20 meter saja lebarnya. Tetapi bagaimana pun kecilnya, ini adalah pemisah dua dunia. Ketika kami menyusuri jalan beraspal mulus dalam sebuah jeep Rusia tua, di seberang sungai sana yang nampak hanya jalan setapak di punggung-punggung gunung. Saya melihat beberapa pria berjubah dan bersurban duduk dengan nyaman di atas keledai. Sesosok tubuh wanita dibungkus rapat-rapat dengan burqa putih, menunggang keledai dengan pasrah mengikuti sang suami. Sedangkan di sini penumpang jeep duduk bersebelah-sebelahan, tak peduli pria wanita, bersenda gurau sepanjang jalan dan bernyanyi-nyanyi. Di sini, di sepanjang jalan saya melihat tiang listrik berbaris, sambung-menyambung. Di seberang sana, tak ada apa-apa lagi selain debu dan rumput yang mulai menguning. Afghanistan nampak gamblang [...]

June 6, 2013 // 1 Comment

Detik Minggu (2012): Garis Batas, Manusia, dan Kehidupannya

11 Maret 2012 Detik Minggu Resensi: Garis Batas, Manusia, dan Kehidupannya Garis Batas, Manusia, dan Kehidupannya Resensi Detik Minggu http://edisi.hariandetik.com/default.aspx?iid=60458&startpage=page0000014 BAHARUDDIN ARITONANG (pencinta buku) Apakah kemerdekaan membawa mereka menjadi lebih baik daripada keadaan sebelumnya? Membaca buku ini amat men­gasyikkan. Ibarat membaca novel, tapi sarat ilmu peng­etahuan. Seperti judulnya, buku ini berkisah tentang perjalanan melintasi batas lima negeri di Asia Tengah: mulai Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan terakhir Turkmenistan. Buku ini juga bertu­tur tentang pergulatan manusia di kelima negara yang dikunjunginya itu. Manusia yang bergulat mela­wan garis batas kehidupan. Agustinus bukanlah pelan­cong biasa, la lebih tepat disebut pengembara, yang di dalam buku ini mahir mendeskripsikan negara, suku, ras, kebudayaan, agama, jenis kelamin, bahasa, serta keanekarag­aman yang unik di negeri-negeri yang dikunjunginya. Melalui buku ini, cakrawala pengetahuan kita menjadi lebih terbuka bahwa ada negara-negara seperti disebut di atas. Negara-negara yang ham­pir selama satu abad tidak pernah didengar namanya karena tertutup oleh kebesaran komunisme Uni Soviet Namun, sejak 1992, kelima negeri itu termasuk yang mandi­ri sebagai sebuah negeri sendiri. Apakah kemerdekaan itu mem­bawa mereka menjadi lebih baik daripada keadaan sebelumnya? Buku ini merupakan kelanjutan dari kisah perjalanan Agustinus di Afganistan [...]

March 11, 2012 // 0 Comments

Media Indonesia (2011): Menelusuri Jalur Para Penakluk

Saya melintasi Khyber Pass tiga kali. Dua kali pertama pada 2002, dari Pakistan menuju Afghanistan, dan berselang tiga minggu sesudahnya, dari Afghanistan kembali ke Pakistan. Hanya setahun setelah rezim Taliban runtuh, Khyber Pass masih menyiratkan nuansa misterius dari negeri yang terus-menerus dilanda perang berkepanjangan.

October 4, 2011 // 0 Comments

Garis Batas – Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah (Borderlines)

My second published travel writing book, on journey to Central Asian countries (The “Stans”). Indonesian language. Borderlines – Journey to the Central Asian States Everyday, Afghan villagers stare to “a foreign country” which is just a river away. They look at passing cars, without even once experiencing sitting inside the vehicles. They look at Russian-style villas, while they live in dark mud and stone houses. They look at girls in tight jeans, while their own women are illiterate and have no freedom to travel. The country across the river seems magnificent—a magnificent fantasy. The same fantasy brings Agustinus Wibowo travel to the mysterious Central Asian states. Tajikistan. Kyrgyzstan. Kazakhstan. Uzbekistan. Turkmenistan. The “Stan brothers”. This journey will not only bring you step on snowy mountains, walk accross borderless steppes, adsorbing the greatness of traditions and the glowing Silk Road civilization, or having nostalgy with Soviet Union communism symbols, but also finding out the mystery of fate of human beings who are always being separated in the boxes of borderlines. Paperback, 528 pages Published April 14th 2011 by Gramedia Pustaka Utama ISBN13 9789792268843 primary language Indonesian original title Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah url http://www.gramedia.com/buku-detail/84515/Garis-Batas ————– Garis Batas: Perjalanan [...]

April 25, 2011 // 4 Comments

1 5 6 7