Recommended

u-mag

U-Mag (2010): Agustinus di Titik Nol

November 2010 Rubrik Adam U-MAG Agustinus di Titik Nol Dikenal sebagai backpacker sejati, bertahun-tahun dia berjalan tanpa pernah pulang. Agustinus Wibowo adalah nomaden yang mengumpulkan aneka identitas dari setiap negara yang dia kunjungi. Qaris Tajudin TITIK NOL PERTAMA: Lumajang, Republik Indonesia (112°53’-113°23’ Bujur Timur dan 7°54’-8°23’ Lintang Selatan) Di bawah konstelasi bintang berbentuk singa dan dalam naungan sayap ayam jago (8 Agustus 1981), dia lahir. Bulan kelahirannya diambil untuk salah satu kata dalam namanya: Agustinus Wibowo. Beberapa tahun kemudian, dia mengoleksi prangko luar negeri, jendela sempit yang memungkinkan dia mengintip negeri terjauh. Ketika guru sekolah dasarnya bertanya, “Apa cita-citamu?”, dengan lantang dia berteriak: “Aku pengen jadi turis!” Gurunya mungkin melongo, tapi segera mengatakan bahwa orang tak boleh bercita-cita menjadi turis, karena itu bukan pekerjaan. Agustinus Wibowo lalu mengganti cita-citanya. Dari pendeta, polisi, hingga guru. Sempat juga ingin menjadi ahli bahasa. Tapi semangatnya menjadi turis tidak berhenti. Saat menginjak kelas III SD, dia bertekad menulis novel. Ceritanya tentang sebuah keluarga yang ingin berkeliling dunia, start dari Inggris. Peta dan rute perjalanan sudah disiapkan. Rencananya, setiap halaman bercerita tentang satu kota. Rencananya juga, setiap hari dia menyelesaikan satu halaman. Pada hari kesepuluh dia berhenti. Catatannya lalu hilang. Kelak, catatan perjalanannya (juga [...]

November 4, 2010 // 2 Comments

U-Mag (2010): Selimut Debu—Catatan Backpacker Tulen

Maret 2010 U-Mag Buku//Troli Catatan Backpacker Tulen Jika perjalanan backpacking Anda ke Kamboja dengan pesawat murah dan menginap di hostel penuh bule bau sudah dianggap luar biasa, sebaiknya Anda membaca Selimut Debu. Sang penulis bisa dibilang backpacker Indonesia paling gila.   Selimut Debu AGUSTINUS WIBOWO 461 halaman Gramedia Pustaka Utama Januari 2010 Dengan hanya mengantongi US$ 300 (sekitar Rp 2,8 juta), Agustinus Wibowo nekat memulai perjalanan dari Beijing ke Afganistan. Dia menyambangi negeri itu ketika residu perang Taliban- Amerika masih terbang di udara, 2003. Agus menumpang kereta kelas kambing, bus, dan truk; bertahan hidup hanya dengan jajanan pasar; dan menembus keganasan gunung-gunung di utara Pakistan. Di buku harian kumal, ia menuliskan kisah perjalanannya yang benar-benar luar biasa: menembakkan Kalashnikov ke gua Usamah bin Ladin, hampir diperkosa gay Afgan, dan berkalikali ditangkap tentara. Catatan di buku harian kumal itulah yang kini bias kita nikmati dalam buku setebal 461 halaman dengan foto-foto indah hasil jepretannya sendiri. Tak hanya berbekal kisah dramatis, Agus juga memiliki kemampuan menulis dengan baik. Bahasanya lancar, logikanya runut, dan pemilihan diksinya sangat luas. Oh ya, Tuhan sepertinya membekali Agus kemampuan berbahasa. Selain berbahasa Indonesia dengan baik, dia mampu berkomunikasi dalam selusin bahasa—Cina, Rusia, Urdu, Farsi, dan bahasa negeri-negeri [...]

March 4, 2010 // 0 Comments

U-Mag (2008): Tulip Merah di Hari Baru

June 2008 U-Mag Travel TULIP MERAH DI HARI BARU Teks dan Foto: Agustinus Wibowo “Biya ke berim ba Mazar…. Mulla Muhammad jan,” lagu rakyat Afghan itu mendayu perlahan-lahan, mengajak semua orang pergi ke kota suci Mazar-e-Sharif. Di sana ada tulip merah merekah, makam suci bertasbih mukjizat, ada semangat Afghan yang menggelora. Di sana ada Singa Allah, raja umat manusia. Di sana, kita menyambut datangnya Hari Baru ketika salju mencair, angin dingin mereda, dan padang rumput menghijau… Naw Ruz Inilah Afghanistan, negeri yang tersembunyi di alam mimpi. Namanya lebih kerap menyiratkan kekerasan, perang, dan maut. Tetapi di sinilah sesungguhnya peradaban mulai berayun. Kota-kota kuno tegak, kejayaan masa lalu berpendar, kehidupan spiritual berbaur dengan adat dan embusan nafas penduduk. Zaman berganti, Afghanistan tetap hidup dalam waktunya sendiri. Di Afghanistan, pengetahuan tentang gerak perputaran bumi dan matahari tumbuh sejak jauh di masa lampau. Ketika matahari berada di garis balik 22,5 derajad lintang utara, zemestan – musim dingin – berakhir. Musim semi datang. Bunga merah bermekaran. Itulah Naw Ruz – Hari Baru. Perayaan Naw Ruz sudah ada sejak zaman Zarathushtra, ketika Dewa Api masih dipuja, jauh sebelum datangnya agama Nasrani dan Islam. Sukacita Naw Ruz dinikmati di seluruh penjuru negeri saat peradaban Persia melintasi [...]

June 18, 2008 // 5 Comments