Detik.com: Agustinus Wibowo Kritisi Orang Asing yang Tulis Buku Perjalanan Indonesia
Catatan: Saya rasa saya perlu sedikit mengklarifikasi artikel ini. Tampaknya jurnalis yang mewawancara tidak menyampaikan maksud saya secara tepat. Saya BUKAN mengkritisi orang asing yang menulis buku perjalanan Indonesia, melainkan ketiadaan buku perjalanan tentang Indonesia yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri yang mampu menembus pasar internasional. Ini karena tidak banyak penulis perjalanan Indonesia yang menulis tentang Indonesia sendiri, atau masih relatif rendahnya kualitas tulisan perjalanan kita.
Beijing – Agustinus Wibowo yang dikenal dengan narasi perjalanan ‘Titik Nol’ tengah menggarap proyek nasionalisme baru tentang Nusantara. Dia pun mengkritisi buku travel writing Indonesia yang ditulis oleh penulis asing.
“Kebanyakan buku tentang Indonesia malah ditulis oleh orang asing. Begitu banyak minat orang luar tapi stok buku kita yang sangat terbatas. Itu hal yang sangat miris,” katanya ketika berbincang dengan detikHOT di sela-sela Beijing International Book Fair (BIBF) 2016, belum lama ini.
“Bukan masalah siapa yang menulis, tapi perspektif kita yang pasti berbeda. Artinya bangsa kita didefinisikan menurut perspektif orang luar,” lanjutnya lagi.
Simak: Agustinus Wibowo Bicara Soal Proyek Buku Baru
Atas alasan tersebut, Agus mencoba memahami kembali apa makna nusantara, dan mencoba menelaahnya ke lima titik. Lokasi tersebut yang didatanginya sejak dua tahun lalu dan masih berlangsung hingga sekarang ini.
“Tujuan saya adalah menambah khazanah, bagaimana memandang diri sendiri. Indonesia tuh bukan hanya persoalan geografis pulau dan hidup dalam pulau-pulau. Tapi dengan mengerjakan karya dan membagikan kisah atau sisi lain dari Indonesia, dan ditulis dari perspektif orang Indonesia,” pungkasnya.
Buku pertama Agus diterbitkan pada 2010 dengan judul ‘Selimut Debu: Impian dan Kebanggaan dari Negeri Perang Afghanistan’. Setahun kemudian, dia merilis karya ‘Garis Batas: Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah’, dan buku ketiganya adalah’Titik Nol: Sebuah Makna Perjalanan’. Tahun lalu, catatan perjalanan dengan gaya memoar diterbitkan dalam versi bahasa Inggris dengan judul ‘Ground Zero: When the Journey Takes You Home’.
Agus juga telah menterjemahkan novel sastra Tiongkok ke dalam bahasa Inggris yang merupakan karangan Yu Hua. Yakni ‘To Live’ dan ‘Chronicle of a Blood Merchant’.
Simak artikel berikutnya!
(tia/mmu)
Apa diantara penulis asing itu ada yang salah memahami mas?
Pengen dpt buku Selimut Debu. Hrg brp ya..?
Mantap Gus kita tunggu karya2 mu selanjutnya.
setuju gus!
Tertarik ama kalimat :
“Indonesia adalah negara yang secara ajaib masih berdiri dengan utuh, ada ratusan etnik dan bahasa yang beragam. Setelah Reformasi pun Indonesia masih berdiri, itu jadi misteri sekaligus pertanyaan, ada kekuatan apa di balik Indonesia. Saya ingin memahami apa itu Indonesia, apa makna menjadi Indonesia, dan apa yang menyatukan Indonesia sampai sekarang ini,”
Saya menyukai karya mu… walau belum satupun buku kryamu yg saya beli.. asik minjam sama kawan ja.
Saya sudah membaca ttg garis batas
Penulis asing menulis Indonesia, pastinya dari sudut pandang mereka. Seperti juga Bung Agustinus menulis tentang Nepal dll jadi ya biasa-biasa saja
Ditunggu karya lainnya, sy sdh baca 3 bukux, nga ada di jual di makassar akhirx nyibukkin teman cr di Jakarta
Asik… Semoga makna tentang “Indonesia” bisa segera keluar bukunya…
Semangat mas agus!
Makasih mas Agustinus Wibowo atas karya mu
Saya rasa saya perlu sedikit mengklarifikasi artikel ini. Tampaknya jurnalis yang mewawancara tidak menyampaikan maksud saya secara tepat. Saya BUKAN mengkritisi orang asing yang menulis buku perjalanan Indonesia, melainkan ketiadaan buku perjalanan tentang Indonesia yang ditulis oleh orang Indonesia sendiri yang mampu menembus pasar internasional. Ini karena tidak banyak penulis perjalanan Indonesia yang menulis tentang Indonesia sendiri, atau masih relatif rendahnya kualitas tulisan perjalanan kita.
Setuju bung Agustinus Wibowo