New Delhi – Indian Hospital Experience Part 3
December 9, 2005
Hari ini sudah merasa segar bugar. Nafsu makan sudah mulai terbit, walaupun suster masih menyuntikkan vitamin K ke dalam pembuluh venaku. Seperti kemarin, hari ini pun aku menjadi bahan ujian para calon dokter wanita itu. Sebagian besar short case (hanya ujian diagnosa umum), tapi ada pula yang long case (diagnosa sejarah penyakit). Banyak pertanyaan mengganggu dalam diagnosa sejarah hidupku, hiks, misalnya sudah pernah melakukan hubungan seksualkah? Dengan berapa orangkah? Menggunakan alat kontrasepsikah? ….. Apalagi yang nanyain gadis muda gitu. Yang mengherankan ini diagnosa hepatitis pake acara ukur tinggi dan berat tubuh segala. Benar-benar mengagetkan, beratku sekarang cuman tinggal 51 kg Lebih dari 11% berat tubuhku hilang dalam 5 bulan perjalanan ini. Apakah memang aku terlalu mengencangkan ikat pinggang dalam menghemat uang yang aku punya? Dan penghematan yang berlebihan itulah yang mungkin telah membuat hidupku jadi demikian sengsara.
Dokter kepala kadang tersenyum saja melihat dadaku diraba-raba oleh gadis-gadis itu. Sambil berkelakar dia bertanya bagaimana caraku melatih tubuhku, apakah aku ikut bodybuilding. Aku bilang cuman berenang.
“Angkat besi?”
“No. just swimming.”
Padahal sudah kurus kering begini masih dikira angkat besi.
Tapi setelah 5 kali menjadi bahan ujian, aku sudah benar-benar bosan dan capek. Apalagi gadis yang terakhir juga kurang ramah. Masa orang sakit masih dibentak-bentak. Entar kalau jadi dokter judes gitu bisa didoain banyak orang. Dan gadis yang judes itu tampaknya satu-satunya dari kedelapan orang gadis yang pernah memeriksaku yang gagal ujiannya.
Sudah, capek aku di rumah sakit ini bukannya istirahat bener-bener malah dijadiin bahan ujian. Akhirnya aku minta ijin pulang ke dokter. Tapi tak semudah itu. Mesti nunggu dokter kepala dulu datang untuk tanda tangan.
Makan pagi dan makan siang semua gratis. Suster yang membagi makanan melihatku sendirian tak bawa piring, membawakan piring baru dan bersih. Kalau pasien lain semua bawa piring sendiri-sendiri, dan nyuci sendiri. Kemudian suster juga membawakan makanan untukku, sehingga aku tak perlu antre. Bahkan juga menambah sup ku sehingga nasiku tak sampai kering. Suster bilang kalau aku makan banyak nanti bisa cepet sembuh. hiks…. Suster yang bagian suntik juga berharap bisa ketemu aku lagi, dan mendoakan agar aku cepet kawin, biar nggak keliling aja. Juga sempet ngobrol-ngobrol dengan dokter-dokter yang ada di ruangan itu. Walaupun aku suka sekali di rumah sakit ini, tapi aku ingin pulang.
Akhirnya setelah menunggu lama, ijin discharge ku disetujui dan ditandatangani. Suster yang melepas kepergianku sampai hampir nangis. hiks. Dan akhirnya aku kembali lagi ke dunia bebas. Tidak ada obat untuk sakit kuning hepatitis A ini, hanya jaga makanan dan minuman. Aku hanya disuruh banyak-banyak minum glucose, syrup duphalac (lactose) serta makanan tak berminyak.
Di rumah sakit sama sekali tidak ada cermin, sehingga aku tak tahu sekuning apakah aku sekarang. Namun sekembalinya di hotel, aku benar-benar terkejut melihat betapa kuningnya mataku. Walaupun sekarang aku merasa segar bugar dengan warna ekskresi yang hampir normal, namun warna kuning di kedua bola mataku benar-benar menyeramkan.
Leave a comment