[Detik.com]: Ada Apa di Asia Tengah? Ini Kata Penulis & Petualang Agustinus Wibowo
Menyibak Asia Tengah
Lahir di Lumajang Jawa Timur, tahun 1981, nama Agustinus Wibowo mungkin sudah dikenal publik dan traveler Indonesia secara luas lewat sejumlah tulisan perjalanannya yang mengisahkan cerita kemanusiaan dan perbatasan di negara Asia Tengah.
Berbeda dengan dengan traveler kebanyakan, pria berdarah Jawa Tinghoa ini malah memiliki ketertarikan khusus akan negara Asia Tengah yang belum dikenal dan rawan isu politik. Tapi tentu bukan hanya itu, perbedaan bahasa hingga sulitnya akses visa ke negara Asia Tengah juga menjadi alasan. Namun tidak untuk Agustinus Wibowo.
Untuk mendapat gambaran dan mengenal Asia Tengah lebih lanjut, detikTravel pun berbincang dengan pria yang akrab disapa Agus ini via telepon, Rabu (26/10/2016). Dari perjalananya di Asia Tengah, ada banyak hal menarik yang bisa disimak.
“Konsep Asia Tengah itu sebenarnya berbeda-beda setiap definisi, ada yang menganggap Asia Tengah mulainya dari Mongolia, masuk ke China Barat dari Rusia, negara-negara pecahan Uni Soviet, kadang Afghanistan juga dimasukkan ke Asia Tengah. Jadi memang definisinya itu berbeda-beda, tapi sekarang kebanyakan orang menganggap asia tengah sebagai lima republik pecahan uni soviet, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Uzbekistan, Turkmenistan,” ujar Agustinus.
Secara general, penamaan Asia Tengah memang merujuk pada kelima negara Stan yang dahulunya adalah pecahan dari eks Negara Uni Soviet. Agustinus pertama kali menginjakkan kaki ke Asia Tengah pada tahun 2004 di sela kesibukannya sebagai mahasiswa dari Universitas Tsinghua di Bejing, China.
“Tahun 2004, waktu itu ke Kyrgyzstan, Uzbekistan dan Kazakhstan. jadi pertama kali dan mulai jatuh cinta, lalu 2006 saya mulai ke mana lagi untuk waktu yang lebih lama,” tutur Agus.
Ketika ditanya hal apa yang memotivasi Agustinus untuk melakukan perjalanan ke Asia Tengah, ia pun berujar tentang ketertarikannya pada keindahan masjid di Samarkand, Uzbekistan hingga eksotisme Jalur Sutera yang membentang dari China hingga Eropa nun jauh di sana.
“Saya pertama kali bermimpi pergi ke Asia Tengah mungkin sejak kecil pernah lihat foto tentang Samarkand, kalau kita lihat Masjid Samarkand besar sekali, kemudian seperti negeri dongeng yang juga atapnya seperti bawang putih ya, ke Bukhara ke kota-kota Jalur Sutera,” ujar Agustinus.
Dalam perjalanannya menyusuri negara Asia Tengah, Uzbekistan pun menjadi negara yang paling lama dikunjungi Agustinus.
“Kalau dibilang menarik buat saya semuanya menarik karena ceritanya berbeda. Saya pernah tinggal cukup lama di Uzbekistan. Karena peninggalan Jalur Suteranya lumayan banyak. Kemudian Uzbek secara politik mungkin yang paling dominan di Asia Tengah. Sukunya paling banyak di Asia Tengah. Secara cerita dan kekayaan budaya mungkin Uzbekistan yang paling menonjol,” cerita Agus.
Agustinus pun menambahkan, ada banyak objek wisata sejarah yang berkaitan dengan Jalur Sutra di Uzbekistan. Contohnya seperti di Samarkand dan Bukhara. Lalu ada juga Kota Marghilan di Lembah Ferghana yang masih memiliki tradisi pembuatan sutera.
Selain Uzbekistan, negara Asia Tengah lain seperti Kyrgyzstan, Kazakhstan hingga Tajikistan juga memiliki keindahan dan budaya masing-masing yang mempesona. Lanskapnya pun didominasi oleh pegunungan hingga padang rumput indah.
“Kalau alam Tajikistan dan Kyrgyzstan punya gunung salju yang luar biasa. Tajikistan ini mungkin yang paling tinggi di Asia Tengah, 90% lebih adalah gunung. Itu yang bikin susah tapi secara alam sangat indah, kalau Kyrgyzstan dan Kazakhstan kita bisa merasakan kehidupan nomaden di padang rumput,” cerita Agustinus.
Hal yang paling berkesan
Namun di balik segala cerita miring dan eksotisme negeri Asia Tengah, ada satu hal yang paling berkesan bagi Agustinus. Menurut Agustinus, kebaikan orang-orang di Asia Tengah adalah apa yang paling menyentuh dirinya.
“Paling berkesan banyak, tapi buat saya yang paling memorable adalah keramahtamahannya orang Asia Tengah. Karena di Asia Tengah ini kultur hospitality keramahtamahannya sungguh luar biasa. Mereka menghormati tamu lebih dari apa pun,” cerita Agus.
Bukti keramahtamahan orang Asia Tengah pun dirasakan oleh Agustinus di Uzbekistan. Saat itu ia telat datang ke sebuah acara penikahan masyarakat setempat. Namun bukannya ngomel, sang empunya hajatan malah mengulangi kembali prosesi pernikahan dari awal khusus untuk Agustinus.
“Itu contohnya saya pernah ngalamin di Uzbek, dimana saya datang ke acara perkawinan. Mereka itu undangannya disebar di pasar, jadi semua orang bisa datang, kenal nggak kenal boleh datang. Begitu saya datang, saya bilang saya tertarik dengan acaranya. Datang lagi setelah salat Jumat, tapi waktu itu saya telat, acaranya sudah selesai, dan kata tuan rumah kamu tunggu sebentar, kita siap-siap lagi ulang dari awal. Jadi diulang lagi buat saya,” kenang Agustinus.
Selain kebaikan dari banyak orang yang ditemui di jalan, Agustinus juga melihat dan menulis berbagai kisah tentang perbatasan di Asia Tengah. Ada banyak nilai kemanusiaan yang begitu menyentuh.
“Yang menarik banyak sekali perbatasan yang aneh-aneh di situ. Tengah gang, tengah rumah. Pertanyannya muncul, buat saya itu yang menarik, kenapa manusia harus dipecah belah lewat garis batas,” ujar Agus.
Saat berkunjung ke Uzbekistan misalnya, Agustinus pernah melihat sebuah keluarga yang dipisahkan oleh perbatasan. Akibat konflik yang terjadi di perbatasan, seorang bapak harus terpisah dengan anaknya di perbatasan Uzbekistan dan Kyrgyzstan. Perbatasan ibaratnya jurang pemisah yang begitu dalam.
Mendengar berbagai fakta dan kisah menyentuh tentang negara Asia Tengah, mungkin ada di antara traveler yang juga tertarik dan ingin mengikuti jejak Agustinus untuk traveling di Asia Tengah.
Diungkapkan oleh Agustinus, bahwa negara Asia Tengah cukup berbeda dengan destinasi wisata pada umumnya seperti Thailand. Traveler harus banyak riset terlebih dahulu, khususnya soal aturan hingga kondisi politik dan keamanan. Tapi bukan tidak mungkin untuk traveling ke Asia Tengah.
“Setiap pergi ke sebuah negara riset dulu. Riset itu penting untuk kita tahu do’s and dontnya, kedua kita harus punya kesadaran yang luar biasa ketika ngadepin masalah, khususnya dengan polisi, ya itu bersabar. Be very good people, karena kita akan sangat ngandelin kebaikan masyarakat lokal ketika di situ. Kalau bisa setidaknya belajarlah bahasa Rusia, kalau bisa lebih belajar bahasa setempat. Orang-orang akan lebih membuka pintunya ketika Anda bicara dalam bahasa yang sama. Itu saja dan just enjoy!” ucap Agustinus.
Wah, menarik sekali ya kisah perjalanan Agustinus di negara Asia Tengah. Sekiranya traveler bisa belajar banyak dari kisah perjalanan Agustinus. Apakah di antara traveler ada yang berani dan tertarik untuk mengikuti jejaknya? (rdy/fay)
Leave a comment