Articles by Agustinus Wibowo
Ubud Writers and Readers Festival 2013 Reflections of Afghanistan : Ben Quilty, Agustinus Wibowo & Michael Vatikiotis Forgotten wars & forgotten people. Hear from two individuals who have made the journey to Afghanistan to record the lives of the people there through their images. What does it look like through their eyes? Indus, 15 October 2013 http://www.ubudwritersfestival.com/audio/reflections-of-afghanistan-ben-quilty-agustinus-wibowo-michael-vatikiotis/ Featuring: Ben Quilty Ben Quilty has been widely recognised for his artwork. Quilty’s paintings of his Holden Torana produced a sell-out show in 2002 and since then his work has been seen in many exhibits and art fairs. Some of his work can be seen at the Art Gallery of New South Wales and the Museum of Contemporary Art. Quilty won the Doug Moran Portrait Prize in 2009 for his painting Jimmy Barnes, ‘There but for the Grace of God Go I, no.2′. In the same year Quilty was named runner up in the Archibald Prize for this portrait. He then won the Archibald Prize two years later for his portrait of fellow artist Margaret Olley. Find out more about Ben Quilty Michael Vatikiotis Michael Vatikiotis is a writer and novelist who has lived in Southeast Asia since 1987. He has [...]
[Audio] UWRF2013: Travellers
Ubud Writers and Readers Festival 2013 Travellers : Trinity, Don George, Tony Wheelers, Agustinus Wibowo & Lisa Dempster Travel – from the beginning of Lonely Planet to today, we track the journey of travel writing. Who are the travel writers these days, does what they say still have an impact or have we all become travel writers? Neka, 13 October 2014 http://www.ubudwritersfestival.com/audio/travellers-trinity-don-george-tony-wheelers-agustinus-wibowo-lisa-dempster/ Featuring: Agustinus Wibowo Agustinus Wibowo is an Indonesian travel writer whose travel experiences have taken him through Asia to the Middle East. He is fascinated by cultures and traditions and is curious about how the world works as one when it is constantly divided by history and culture. He prefers to travel overland when he can and once entered Tibet by pretending to be a Chinese citizen. He also volunteered to help victims of a natural disaster in Kashmir, before deciding on a career in photojournalism and taking on an assignment in war-torn Afghanistan. His first book, considered a masterpiece by many, was Selimut Debu (A Blanket of Dust) and chronicles his journey in Afghanistan. It was followed by Garis Batas (Borderlines: A Journey Through Central Asia), which examines issues of borderlines across ex-Soviet republics, including psychological [...]
[Audio] UWRF2013: Memoir
Ubud Writers and Readers Festival 2013 Memoir : Bernice Chauly, Salena Godden, Agustinus Wibowo & Janet Steele In life there are short stories, big stories, stories that end well & ones that don’t. Would you share them all, or put a shiny & more exciting glaze over them? How do these writers go about writing their memoir – how much is truth & how much is fiction? Left Bank, 13 October 2013 http://www.ubudwritersfestival.com/audio/memoir-bernice-chauly-salena-godden-agustinus-wibowo-janet-steele/ Featuring: Bernice Chauly Bernice Chauly is a Malaysian writer, poet and teacher. Born in George Town, Penang, to Chinese-Punjabi teachers, she read Education and English Literature in Canada as a government scholar. For over 20 years, she has worked extensively in the creative industries as a writer, photographer, actor and film maker and has won multiple awards for her work and her contribution to the arts. In 1998, she began organising literary events and, in 2005, founded Readings and CeritAku, which continue to be important platforms for established and emerging writers and poets in Kuala Lumpur. In 2011, she was Festival Director for the Writers Unlimited Tour Kuala Lumpur/Makassar and invited to be Festival Curator of the George Town Literary Festival in Penang, now in its [...]
#1Pic1Day: Chicken Express (Annapurna, Nepal, 2005)
Chicken Express (Annapurna, Nepal, 2005) Tourism has changed the face of Nepal and its Himalaya to an irreversible point. Annapurna is considered as the best trek on earth, the most touristy with spoiled facility. Hotels and restaurants scattered all the way from bottom to top of the mountains, and porters carry materials from the lowlands up to high Himalayas to make fancy food for the international tourists, including chicken which can’t survive the elevation. Chicken Express (Annapurna, Nepal, 2005) Turisme telah mengubah wajah Nepal dan Himalaya-nya secara permanen. Annapurna dianggap sebagai jalur trek terbaik di dunia, sekaligus yang paling penuh turis dan fasilitas yang memanjakan. Hotel dan restoran tersebar sepanjang jalan mulai dari kaki gunung sampai puncak Himalaya. Tak kurang juga para porter mengangkut bahan-bahan makanan dari dataran rendah untuk membuat makanan rumit kebutuhan turis mancanegara di puncak Himalaya, termasuk juga ayam-ayam yang tidak mungkin hidup di tempat setinggi [...]
Selimut Debu 29: Mengapa Harus Sembunyi?
Bamiyan yang sederhana ini sesungguhnya penuh lika-liku. (AGUSTINUS WIBOWO) Pertanyaannya, di mana Hadi Ghafari? Suasana di Radio Bamiyan begitu mencurigakan. Matahari sudah hampir gelap ketika kami sampai di kantor radio. Begitu kami tiba, Irfan si penyiar langsung berusaha mendorongku ke halaman, untuk menghalangiku agar tidak masuk ke kantor. Begitu ramah, berlebihan malah, dia menyambutku dengan kata berbunga-bunga, yang justru membuatku makin curiga. “Kantor dikunci, Hadi sudah berangkat ke Kabul, jadi kamu tidak bisa masuk,” begitu katanya berulang kali. Aku masuk ke ruang siaran radio. Aku mendengar suara siaran berita, dan jelas-jelas itu suara Hadi. Bukankah Hadi sudah ke Kabul? Bagaimana mungkin dia siaran? “Oh, itu rekaman kemarin,” kata Irfan. “Kalau kemarin, bukan berita lagi dong namanya, tapi sejarah,” sanggahku. Irfan manggut-manggut. Sementara Zaffar, bocah belasan tahun yang bekerja di radio, mengeluhkan betapa sulitnya hidup sepeninggal Hadi ke Kabul. Ruangan kantor Hadi ternyata memang tidak dikunci (seperti yang kuduga), tapi komputernya dikunci dengan password, sehingga tidak bisa digunakan. Tanpa ba-bi-bu bertele-tele, Akbar langsung menerjang masuk ke kantor. Dia tidak perlu menghadapi prosesi rumit dengan para bocah ini. Dia tak peduli. Dia bergegas masuk ke ruangan kecil di samping kantor, dan kudengar suara bercakap-cakap yang cukup keras. Suara Hadi! Tiba-tiba, bersama Akbar [...]
#1Pic1Day: Kepala Baja | Metal Head (Annapurna, Nepal, 2005)
Metal Head (Annapurna, Nepal, 2005) The people inhabiting highlands of Annapurna are known to be powerful and are the main material of the famous Gurkha soldiers. A man is powerful enough to lift carcass alone, and even the women in Manang region may carry 30 liters of water by hanging the burden on their head, climbing up and down the mountains. Kepala Baja (Annapurna, Nepal, 2005) Orang-orang yang mendiami daerah tinggi di Annapurna terkenal sebagai bangsa yang kuat, dan merupakan bahan baku utama dari tentara Gurkha yang tersohor itu. Seorang lelaki di sini kuat untuk memanggul bangkai sapi sendirian, dan para perempuan di Manang bisa mengangkat 30 liter air yang digantungkan di kepala mereka sambil mendaki dan menuruni bukit [...]
Selimut Debu 28: Lika-Liku Laki-Laki
Kedai teh milik Gul Agha tempat aku menginap (AGUSTINUS WIBOWO) Sebuah pagi dimulai dengan tergopoh-gopoh. Hadi Ghafari pagi-pagi tergopoh-gopoh membangunkanku. Napasnya masih terengah-engah. Dia bilang, istrinya barusan menelepon dari Kabul. Itu artinya, dia harus segera ke Kabul untuk melakukan “sesuatu” di rumahnya. Dari gerakan tangannya, dan senyum mesam-mesemnya, dia menunjukkan kalau istrinya sudah merindukan kehadirannya untuk mengisi malam-malam yang sepi, karena dia sudah 25 hari tidak pulang ke Kabul. “Berapa lama ke Kabul?” tanyaku. “Sepuluh hari,” jawabnya. Sepuluh hari! Itu artinya, tidak ada lagi tempat bagiku di sini. Kemarin, seseorang dari sebuah LSM di Bamiyan mengajakku untuk ikut ke desa-desa pedalaman, dan akan berangkat seminggu lagi. Aku bertanya pada Hadi apakah mungkin aku tinggal di kantornya selama aku menunggu hari keberangkatan. Dia berusaha meyakinkanku dengan segala cara bahwa kegiatan LSM itu sama sekali tidak berhubungan dengan pekerjaanku (bagaimana dia tahu?), tetapi kemudian dia bilang sama sekali tidak ada masalah karena kantor ini adalah rumahku juga (keramahtamahan yang luar biasa!). Tetapi dengan begitu tiba-tibanya, pagi-pagi begini, tergopoh-gopoh begini, dia bilang harus balik ke Kabul selama sepuluh hari, meninggalkan kantornya secara total, mengunci ruang berita, menutup kantor, … yang semua ini di mataku seperti cara halus untuk mengusirku pergi. Untunglah aku [...]
#1Pic1Day: Tropical Nepal (Annapurna, Nepal, 2005)
Tropical Nepal (Annapurna, Nepal, 2005) Nepal might be tiny in size, but in term of elevation it’s unmatchable. The elevation of Annapurna Circuit trek ranges from 700-is meter, passing through hot and tropical villages similar to those of Indonesia, and reaches its peak at 5416 meter at Thorung La Pass. Alam Tropis di Nepal (Annapurna, Nepal, 2005) Nepal mungkin negara kecil dalam hal ukuran, tetapi kalau soal ketinggian adalah negara raksasa yang tidak terbandingkan. Rentang ketinggian Srikuit Annapurna adalah mulai dari desa-desa bergaya tropis pada 700an meter, dan mencapai puncaknya pada 5.416 meter di puncak Thorung [...]
Selimut Debu 27: Hati-hati dengan Vaseline
Para pekerja tim pembersih ranjau bekerja di bawah terik matahari (AGUSTINUS WIBOWO) Mereka adalah para pekerja yang setiap harinya bergaul dengan maut. Maut justru begitu dekat di tempat sesejuk dan sedamai ini. Beberapa minggu lalu, kata pembersih ranjau, ada seorang penduduk yang rumahnya dekat dengan patung Buddha, terpaksa kakinya harus diamputasi karena menginjak ranjau yang terletak di antara patung Buddha Kecil dan patung Buddha Besar. Baru setelah kejadian itu, diketahui bahwa daerah sekitar patung Buddha beranjau. Bukan sekadar beranjau, tapi heavily mined. Ranjaunya super banyak! Dan ini pun hanya diketahui baru-baru ini saja. Segera, tim pembersih ranjau diberangkatkan ke sini dua minggu lalu, dan rencananya mereka akan bertugas di sini selama dua atau tiga bulan. Satu tim lain mengatakan, mereka mungkin akan meninggalkan Bamiyan besok, karena ada daerah lain yang juga beranjau di daerah utara ibukota Kabul, pembersihannya jauh lebih mendesak sehingga upaya pembersihan di Bamiyan harus dihentikan sementara. Manajemen yang kacau ini sangat lazim di negeri yang masih bergoyang seperti Afghanistan. Sedangkan daerah yang di puncak bukit patung Buddha, tempat dulu aku bermain perang-perangan dan mengumpulkan suvenir sisa perang, adalah daerah yang teramat-sangat-super-duper bahaya. Sekarang para pengunjung sudah tidak boleh ke sana. Semua orang cuma boleh mengikuti satu-satunya [...]
#1Pic1Day: Bukit Berbukit | Rugged Hills (Annapurna, Nepal, 2005)
Rugged Hills (Annapurna, Nepal, 2005) The Annapurna Circuit trek trails is considered one of the best treks in the world, though road construction is threatening its reputation and its future as a classic trek. The Circuit started to be popular in 1970s when the Nepal became one of the important terminals in long happy hippy trail originating from Europe. You start the trail at very low elevation (with scenery very tropical, not much different from Indonesian hills), until the snow-capped mountain scenery typical of the Himalayas. Bukit Berbukit (Annapurna, Nepal, 2005) Jalur treking Sirkuit Annapurna dianggap sebagai jalur trek terbaik di dunia, walaupun pembangunan jalan mengancam reputasinya dan masa depannya sebagai jalur trek klasik. Sirkuit Annapurna mulai populer pada tahun 1970an ketika Nepal menjadi perhentian penting dalam jalur hippy yang berangkat dari Eropa. Kita mulai pendakian pada ketinggian yang sangat rendah (dengan pemandangan yang sangat tropis, tidak jauh berbeda dengan perbukitan di Indonesia), hingga mencapai gunung-gunung bertudung salju yang khas [...]
Selimut Debu 26: Buddha Bertabur Ranjau
Yang tersisa dari peradaban kuno Buddhisme itu adalah rongga raksasa dan gua-gua kosong. (AGUSTINUS WIBOWO) Mengunjungi Bamiyan bagaikan menyusuri lekuk-lekuk memori. Tiga tahun lalu, berdiri di hadapan patung-patung Buddha puncak peradaban ribuan tahun yang berubah menjadi tumpukan batu hanya dalam semalam, hatiku menangis. Hari ini, tumpukan-tumpukan batu di rongga gunung itu masih seperti dulu. Berbongkah-bongkah, tak beraturan, menjadi saksi kebodohan perang. Sepi, kosong, sementara angin berhembus sepoi-sepoi mengayun-ayunkan rerumputan di lembah hijau. Kesunyian yang berlebihan ini membuatku merinding. Sunyi sesunyi-sunyinya, karena anak-anak masih bersekolah dan para lelaki bekerja di ladang. Tidak ada orang lain di sini, dan aku satu-satunya “turis”. Kesunyian itu sesungguhnya tidaklah total. Semakin aku berjalan mendekat ke arah rongga Buddha raksasa, semakin terlihat banyak pekerja yang sedang sibuk. Para pekerja itu ada dua macam. Yang pertama adalah para pekerja berhelm kuning, seperti para pegawai konstruksi, sibuk hilir mudik di antara patung Buddha Besar (tingginya 55 meter) dan lebih jauh ke arah patung Buddha Kecil (tingginya 38 meter). Kedua gua Buddha raksasa itu (yang saking besarnya aku harus mendongak melihat atapnya) kini sudah dipagari, dan para turis diwajibkan membayar tiket. Aku sendiri kurang tahu soal tiket itu, karena sejauh ini tidak ada staf yang menagih tiket, kantor [...]
Koran Sindo (2013): Lebih Akrab dengan Arab
http://www.koran-sindo.com/node/348056 Lebih Akrab dengan Arab Ada banyak cara untuk mengenal sebuah kebudayaan. Nah yang punya banyak uang dan waktu, biasanya melakukan traveling, sementara yang belum punya, salah satu dari dua hal tersebut bisa membaca buku tentang sebuah kebudayaan. Tapi ada satu cara kreatif yang bisa dilakukan selain dua kegiatan tersebut, yaitu datang ke sebuah festival kebudayaan seperti Arab Festdi Universitas Padjadjaran (Unpad). Acara keren ini baru saja selesai digelar temanteman dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) pada 7-9 November lalu. Mengapa acaranya keren? Soalnya, kegiatannya superseru! Ada diskusi dengan penjelajah sekaligus penulis beken Agustinus Wibowo, fashion showbusana Arab, sampai lomba makan makanan Arab. Keseruan bahkan sudah dimulai sejak pengunjung masuk ke gerbangnya. Pas masuk gerbang, banyak orang yang berpakaian khas Timur Tengah berseliweran di mana-mana. Sementara di pertengahan area, ada gerbang kuning dengan tulisan Arab. Lokasi ini jadi tempat yang paling banyak dikerumuni karena banyak pengunjung yang pengin narsis, berfoto-foto di dekat replika mumi yang disandarkan di gerbang. Di gerbang ini, pengunjung juga bisa mengorek langsung segala hal tentang budaya Mesir dari mahasiswa Sastra Arab yang seolah-olah menjadi tour guide. Pada hari pertama Arab Fest, ada diskusi seru tentang travelingke Timur Tengah dengan pembicara Agustinus Wibowo. Nah yang belum tahu, Mas [...]
#1Pic1Day: Pemujaan Mao | Mao Worship (Tibet, 2005)
Mao Worship (Tibet, 2005) Inside house of a Tibetan family nearby Kailash, pictures of Mao Zedong are placed together with Buddhist statues and symbols at the worshipping altar. Pemujaan Mao (Tibet, 2005) Foto-foto Mao Zedong diletakkan bersama dengan patung-patung Buddha dan simbol-simbol Buddhis di altar pemujaan di sebuah rumah keluarga Tibet di dekat Kailash. [...]
Selimut Debu 25: Bamiyan, Setelah Tiga Tahun
Siaran berita Hadi Ghafari di Radio Bamiyan (AGUSTINUS WIBOWO) Tiga tahun. Seiring dengan perputaran roda waktu, dusun kecil di lembah hijau ini pun turut menggeliat. Aku melangkah ke gedung Radio Bamiyan yang tersembunyi di gang kecil di balik jalan utama. Tiga tahun lalu, tidak ada stasiun radio di sini, tapi sekarang dusun kecil ini sudah punya stasiun radio, warung internet, dan segera memiliki stasiun televisi sendiri. Hadi Gafari yang bertanggung jawab sebagai pemimpin Radio Bamiyan ini mengatakan, teknologi sudah mulai terjangkau di sini. Internet mereka bersumber dari satelit yang berukuran besar di halaman belakang, mirip antena parabola, dan biayanya adalah US$ 600 per bulan. Bukan cuma teknologi, pasar Bamiyan pun tampak semakin sibuk. Jauh lebih ramai dibandingkan tiga tahun lalu. Barang yang dijual pun lebih bervariasi, mulai dari buah-buahan, gandum, sampai buku. Masyarakat yang dicekam ketakutan perang meletakkan buku pada prioritas terbawah dalam kebutuhan mereka, apalagi mayoritas warga Afghanistan buta huruf. Tetapi warga Bamiyan sekarang sudah mulai membaca buku! Bukankah ini sebuah kemajuan luar biasa? Begitu pun dalam hal penginapan. Dalam kunjungan pertamaku di Bamiyan, satu-satunya tempat menginap adalah Restoran Mama Najaf, yang harganya mahal, tamu hanya tidur di lantai di atas matras kumal, plus bonus kutu busuk dan [...]
Jakarta Globe (2013): Learning By Traveling
http://www.thejakartaglobe.com/blogs/agustinus-wibowo-learning-by-traveling/ Agustinus Wibowo: Learning By Traveling By Annisa Dewi Yustita on 1:36 pm November 28, 2013. Category Blogs, Cultural Musings Tags: Indonesia author, travel Villagers traveling on the truck in Afghanistan western provinces. The central route of Afghanistan connecting Herat to Kabul is unpaved for about 900 km. (Agency Photo) Traveling is more than just spending time in a particular place. On a deeper level it enables us to learn many things from our destination, such as the language, culture and its people. Agustinus Wibowo is an Indonesian travel writer whose travel experiences have taken him through Asia and the Middle East. He said that he was fascinated by the world’s cultures and traditions and was curious about how the world works despite its historical and cultural divisions. Agustinus started his journey going around Asia with just US$2,000 from his savings during his study at Tshinghua University in Beijing, China. When he ran out of money, he stayed for a while with local people and worked with them to collect money and continued his journey again. “I loved traveling from when I was a student in China. I used to be a homeboy and scared of going around [...]
#1Pic1Day: Kuil Keramat | Sacred Temple (Tibet, 2005)
Sacred Temple (Tibet, 2005) The ancient Chiu Gompa is located next to the Manasarovar Lake, the holy lake of gods. There are two giant lakes in front of the Kailash, one is Manasarovar (place of gods), and the other is Rakshastal (place of demons). Kuil Keramat (Tibet, 2005) Kuil kuno Chiu Gompa terletak di sebelah Danau Manasarovar, yang dianggap sebagai danau para dewa. Ada dua danau raksasa di hadapan Gunung Kailash, yaitu Manasarovar (tempat para dewa) dan Rakshastal (tempat para setan). [...]
Selimut Debu 24: Menuju Bamiyan
Para penumpang di dalam Falangkoch yang bertuliskan huruf-huruf China. Di Pakistan dan Afghanistan, entah mengapa orang suka sekali mendekorasi mobil dengan huruf China. (AGUSTINUS WIBOWO) Aku pertama kali mengunjungi lembah Bamiyan pada bulan Juli 2003, sekitar tiga tahun silam. Sepanjang jalan, yang terlihat bangkai tank sisa perang yang mengingatkan semua pengunjung bahwa tanah ini telah dicabik-cabik oleh perang yang berkepanjangan. Kengerian dan kesedihan semakin dikuatkan oleh bangkai senjata dan penanda ranjau di sepanjang jalanan yang berdebu dan berbadai. Hari ini, aku datang kembali ke Bamiyan. Sendirian. Kendaraan umum, masih seperti tiga tahun lalu, juga berangkat saat pagi-pagi buta dari Kabul. Sulitnya bepergian dari Kabul adalah di ibukota Afghan ini terdapat terlalu banyak terminal bus, dan setiap terminal punya bus yang hanya pergi ke tujuan tertentu. Karena itu, penting untuk memastikan dari terminal mana bus kita akan berangkat. Kesulitan lainnya adalah waktu. Mayoritas bus berangkat pagi-pagi buta, dan sesudah pukul enam pagi sudah tidak ada lagi kendaraan, jadi para penumpang harus sudah siap berangkat sekitar pukul 4:00 atau 5:00 subuh. Masalahnya, terminal bus terletak jauh dari tempat permukiman di pusat kota, sehingga kita perlu naik taksi, yang mungkin sangat sulit ditemui pagi-pagi buta begitu. Kendaraan 4WD yang nyaman menuju Bamiyan [...]
Travel and Escape (2013): Are Travel Writers Obsolete?
http://www.travelandescape.ca/2013/11/are-travel-writers-obsolete/ Not too long ago, travellers communicated with home via letters and the beloved blue-paper aerogram. Nowadays we text, email and update social media from even some of the farthest reaches of the world. It’s easy to tell our stories and the internet is flooded with blogs, Facebook updates and reviews from travellers worldwide. With this new information-sharing culture, are traditional travel writers and their stories going to become obsolete?This was the question asked of travel writing experts—Tony Wheeler, founder of Lonely Planet, Don George, editor of National Geographic Traveller, and Agustinus Wibowo, a leading Indonesian travel writer—at the 2013 Ubud Writers and Readers Festival in Bali. Here are their responses:Credit: Victoria Watts Tony Wheeler: I don’t think travel writers will become obsolete. People are still going to want information in a trusted fashion. However, the way we get that information is changing. We read as many words as we ever did, we just don’t always read them on paper—we read them on screen, on our phones and through the internet. But we still read those words, so the demand for information is still there. Agustinus Wibowo: The world is constantly changing, the way we travel is changing [...]
#1Pic1Day: Terlahir Kembali | A New Person (Tibet, 2005)
A New Person (Tibet, 2005) Pilgrimage to Kailash is a manifestation of Buddhist journey of life. After the whole journey, everybody is not the same anymore, a new person is reborn. But physically, everything is just the same. No special title, no special costume, no change of social status… pilgrimage is personal. Terlahir Kembali (Tibet, 2005) Penziarah ke Kailash adalah manifestasi konsep Buddhisme mengenai perjalanan hidup. Setelah perjalanan panjang, setiap orang tidak akan sama lagi, dan seseorang yang baru telah terlahir kembali. Tetapi secara fisik, semuanya masih tetap sama. Tidak ada gelar khusus, pakaian khusus, ataupun perubahan status sosial… karena ziarah adalah personal. [...]
Selimut Debu 23: Kantor Berita
Pengalaman duduk di newsroom (AGUSTINUS WIBOWO) Pajhwok Afghan News adalah kantor berita lokal terbesar di Afghanistan. Aku beruntung diperkenalkan oleh seorang teman jurnalis Indonesia kepada direktur dari kantor berita ini. Mulai hari ini, aku pun mencicip pengalaman bekerja di newsroom. Berita yang dihasilkan Pajhwok dimuat secara Online dan diperbarui setiap menit. Mereka mendapat dana dengan berbasis langganan. Untuk berlangganan berita-berita dari Pajhwok, biayanya masih cukup mahal untuk standar kantong warga lokal. Biaya langganan tergantung dari status pelanggan, bisa mencapai US$200 per bulan untuk perusahaan besar, NGO asing, dan kedutaan. Kantor berita ini menyajikan berita dalam tiga bahasa, yaitu Farsi, Pashto, dan Inggris. Direktur Pajhwok adalah seorang pria etnis Pashtun yang kurus dan tinggi bernama Danish Karokhel. Dia memberikan padaku sejumlah buku yang bisa aku baca sebelum aku berkeliling negara ini. Dia bahkan menjanjikan akan memberikan bantuan dari seluruh penjuru Afghanistan, karena kantor berita ini mempunyai kantor lokal di berbagai kota di Afghanistan. Danish memintaku datang pagi-pagi ke kantor untuk berjumpa dengan fotografernya. Pajhwok hanya punya seorang fotografer di kota ini, sedangkan sejumlah koresponden di luar kota juga mengirimi mereka foto-foto berita. Peralatan yang mereka gunakan hanyalah kamera digital kecil dengan merek Sony. Danish mengatakan aku bisa berdiskusi dengan Wali, [...]