Recommended

book review

Jawa Pos (2011): Traveling Tak Sekadar Jalan-Jalan

15 Mei 2011 Jawa Pos Traveling Tak Sekadar Jalan-Jalan JUDUL: Garis Batas, Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah PENULIS: Agustinus Wibowo PENERBIT: PT Gramedia Pustaka Utama TERIT: April 2011 TEBAL: xiv, 510 halaman Menceritakan petualangan ke negara-negara yang “tak masuk peta” dengan bahasa yang mengalir. Mendefinisi ulang makna garis batas. SEIRING dengan kemajuan ekonomi dan membaiknya kesejahteraan, traveling kini bukan lagi barang mewah di Indonesia. Entah traveling ikut group tour atau model menggelandang gaya backpacker, semuanya sudah jadi gaya hidup anak muda sampai orang tua. Para pelakunya pun seperti berlomba mendokumentasikan perjalanannya. Baik dalam bentuk buku maupun dipajang di situs jejaring sosial untuk sekadar pamer ke teman atau kolega. Namun, di antara sekian banyak buku yang bertebaran itu, tak ada yang seistimewa Garis Batas, Perjalanan di Negeri-Negeri Asia Tengah, karya Agustinus Wibowo. Istimewa lantaran buku ini tak hanya menginformasikan tempat makan, tempat pelesiran, atau penginapan. Di sini Agustinus mengajak kita bertualang di negara-negara berakhiran Stan yang nyaris jarang mendapat kunjungan. Mulai Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan, dan berakhir di Turkmenistan. Garis Batas adalah buku kedua Agustinus setelah Selimut Debu yang membahas tentang Afghanistan. Saat bertatap muka di Beijing, Tiongkok, akhir April silam, siapa yang menyangka sosok inilah yang berkelana mendaki gunung, mengarungi [...]

May 15, 2011 // 1 Comment

TraxFM (2011): Selimut Debu

http://www.traxonsky.com/trax-guide/book/1054-selimut-debu Kalau mendengar Negara Afghanistan, pasti yang tertanam di otak kita adalah negeri dengan perang tanpa henti, kemiskinan, kehancuran, dan bom tanpa henti. Dengan segala ancaman yang ada di Afghanistan, negeri tersebut tetap menyimpan banyak misteri. Misteri-misteri itulah yang menyebabkan Agustinus Wibowo, penulis buku ini, untuk menjelajahi negeri Afghanistan untuk menyibak misteri yang tersimpan di dalamnya, dan petualangan itu dia lakukan sendirian! Buku ini menarik banget buat dibaca, dengan alur yang juga nggak ribet dan jalan cerita yang bikin kita penasaran akan endingnya. Highly recommended! [...]

February 22, 2011 // 0 Comments

Reader’s Digest Indonesia (2010): Menyingkap Selimut Debu Afghanistan

N U K I L A N READER’S DIGEST INDONESIA DESEMBER 2010 Menyingkap Selimut Debu Afghanistan Perjalanan menelusuri raga negeri yang biasa dihadirkan lewat gambaran reruntuhan bangunan, korban ranjau, atau anak jalanan mengemis di jalan umum, akan membuka mata Anda kepada prosesi kehidupan di tanah magis itu. Oleh Agustinus Wibowo “Selimut Debu” oleh Agustinus Wibowo; diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama, 2010 Khaak adalah Afghanistan. Dalam bahasa Dari dan Pashto – dua bahasa resmi Afghanistan, khaak berarti debu. Tak ada yang bisa lari dari khaak. Kerudung pria Afghan tidak menghalangi khaak. Khaak terbang menembus kisi-kisi burqa yang membungkus kaum perempuan. Bulir-bulir debu mengalir bersama angin, menyelinap melalui setiap rongga udara, langsung menembus ke sanubari. Debu memang menyelimuti seluruh penjuru Afghanistan, dari utara hingga selatan, dari timur hingga barat, menjadi makanan sepanjang hari, mengalir bersama embusan napas. Namun khaak juga bisa berarti tanah kelahiran, tumpah darah, segenap hidup dan mati. Saya melewati portal garis batas Pakistan. Sekitar 20 meter di depan saya, tampak gapura Afghanistan. Saya berdiri terseok-seok, bersama khaak dan setumpuk mimpi. Jubah qamiz dan celana kombor shalwar bekas yang saya pakai sudah lusuh. Khaak sudah memenuhi ronga mulut, kerongkongan dan paru-paru. Ada bimbang dalam hati, ketika melangkah perlahan di antara [...]

November 26, 2010 // 8 Comments

The Jakarta Post (2010): A thrill ride to Afghanistan

http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/27/a-thrill-ride-afghanistan.html A thrill ride to Afghanistan Indah Setiawati, The Jakarta Post, Jakarta | Feature | Sun, June 27 2010, 10:30 AM Several years ago, a man dreamed of traveling to Afghanistan to see what was behind the dust — the seemingly endless war, the grenades, the refugees, the Taliban. In his dream, he saw two gigantic statues of Buddha located in Bamiyan valley and was mesmerized by a soft, deep whisper from a girl with beautiful eyes, who stared at him from behind a blue burqa. In 2003, Indonesian Agustinus Wibowo made his dream come true and backpacked from Beijing to Afghanistan with only US$300. After his journey, he wrote Selimut Debu (Blanket of Dust) which gives his insights on daily life in the war-ravaged country. The author views Indonesia from the perspective of the Afghans as he unveils the beauties, miseries and ironies of a country where warfare is reported daily on televisions and in the newspapers. His description on cultural and ethnic diversity in Afghanistan as well as some branches within Islam somehow reminds us of the same situation back home. He also mentions about humanity being ignored by people who busily introduce religious absolutism. Agustinus, who can [...]

June 27, 2010 // 0 Comments

U-Mag (2010): Selimut Debu—Catatan Backpacker Tulen

Maret 2010 U-Mag Buku//Troli Catatan Backpacker Tulen Jika perjalanan backpacking Anda ke Kamboja dengan pesawat murah dan menginap di hostel penuh bule bau sudah dianggap luar biasa, sebaiknya Anda membaca Selimut Debu. Sang penulis bisa dibilang backpacker Indonesia paling gila.   Selimut Debu AGUSTINUS WIBOWO 461 halaman Gramedia Pustaka Utama Januari 2010 Dengan hanya mengantongi US$ 300 (sekitar Rp 2,8 juta), Agustinus Wibowo nekat memulai perjalanan dari Beijing ke Afganistan. Dia menyambangi negeri itu ketika residu perang Taliban- Amerika masih terbang di udara, 2003. Agus menumpang kereta kelas kambing, bus, dan truk; bertahan hidup hanya dengan jajanan pasar; dan menembus keganasan gunung-gunung di utara Pakistan. Di buku harian kumal, ia menuliskan kisah perjalanannya yang benar-benar luar biasa: menembakkan Kalashnikov ke gua Usamah bin Ladin, hampir diperkosa gay Afgan, dan berkalikali ditangkap tentara. Catatan di buku harian kumal itulah yang kini bias kita nikmati dalam buku setebal 461 halaman dengan foto-foto indah hasil jepretannya sendiri. Tak hanya berbekal kisah dramatis, Agus juga memiliki kemampuan menulis dengan baik. Bahasanya lancar, logikanya runut, dan pemilihan diksinya sangat luas. Oh ya, Tuhan sepertinya membekali Agus kemampuan berbahasa. Selain berbahasa Indonesia dengan baik, dia mampu berkomunikasi dalam selusin bahasa—Cina, Rusia, Urdu, Farsi, dan bahasa negeri-negeri [...]

March 4, 2010 // 0 Comments

1 2