Tarakbits 26 Oktober 2014: Gereja dan Budaya
Selama perjalanan saya di Papua Nugini, saya menemukan bahwa kehidupan di negeri ini sangat berbeda dengan apa yang saya bayangkan. Sebelum datang ke sini, imajinasi saya terbentuk oleh gambar-gambar kuno tahun 1970an: orang-orang primitif dari dalam rimba yang bertelanjang baik laki-laki maupun perempuan. Kenyataannya, mereka sudah sangat “modern”. Tidak ada lagi koteka yang menutup kemaluan para lelaki, dan dada telanjang perempuan hampir tidak terlihat sama sekali (kecuali kalau mereka sedang menyusui, atau benar-benar sedang tidak ada baju yang bisa dipakai). Penyebab utama di balik perubahan yang sangat drastis ini adalah agama. Empat dasawarsa lalu, mayoritas penduduk Papua Nugini masih belum mengenal agama (Kristen), dan hidup dengan tradisi suku-suku asli di dalam hutan. Sejak tahun 1970an, Kristenisasi sangat gencar dilakukan di seluruh Papua Nugini, dan membawa perubahan gaya hidup drastis terhadap suku-suku asli itu. Bersamaan itu pula, tradisi suku asli Papua perlahan memudar dan sirna, karena gereja melarang segala sesuatu yang dianggap bertentangan dengan iman gereja. Di sepanjang pesisir selatan Western Province, maupun perjalanan menyusuri Sungai Fly, saya menyaksikan sebagian besar tradisi asli sudah mati. Pada peringatan hari kemerdekaan Papua Nugini 16 September lalu, penduduk daerah Suki merayakannya hanya dengan bermain basket, voli, dan kriket. Sejumlah pendeta yang saya temui mengatakan, [...]