Titik Nol 121: Jejak Masa Lalu
Bayang mentari sudah lenyap di balik gunung cadas yang menjulang bak tembok raksasa di kiri dan kanan. Lembah Chapursan diselimuti gelap. Aziz mengundang semua penumpang jip singgah di rumahnya untuk sekadar menghirup segarnya teh susu. Keramahtamahan adalah hukum utama di tempat ini. Semua orang suka menerima tamu. “Ini adalah rumah tradisional orang Tajik,” jelas Noorkhan seperti seorang guide, “terbuat dari tanah liat. Bentuknya kotak persegi atau kubus. Di dalam rumah inilah keluarga menikmati kehangatan.” Rumah tanah liat itu, dari luar nampak seperti kotak kelabu yang tak menarik sama sekali. Di dalamnya, di balik tirai tebal yang menutup lubang pintu, kenyamanan sebuah keluarga langsung menyambut saya. Walaupun ukuran rumahnya tak besar, orang yang tinggal di sini banyak sekali. Lebih dari sepuluh yang jelas, setidaknya ada tiga generasi. Sistem kekeluargaan yang berlaku adalah semua kerabat tinggal bersama. Perlu diingat, sepasang suami istri bisa memproduksi sampai 15 orang anak. Kehangatan tentunya bukan hanya karena banyak orang yang memadati ruangan ini. Di tengah ruangan ada tungku dan cerobong. Api menyala dari dalam tungku yang berisi kayu bakar dan ranting. Seorang perempuan menjerang air, menyiapkan gelas, menata roti. Barisan rumah batu Chapursan yang gersang (AGUSTINUS WIBOWO) Chelpek, roti renyah goreng yang menjadi makanan sehari-hari penduduk [...]