Recommended

minoritas

Mazar-i-Sharif – Orang Pashtun

Pashtun guys having fun in Mazar Kantor Pajhwok Afghan News dipenuhi orang Pashtun. Selain Zabiullah Ehsas dan adiknya yang tinggal di sini, hari ini mereka kedatangan serombonan tamu dari Kabul. Sebagian dari tamu ini saya kenal sebelumnya, karena kami pernah bekerja di kantor yang sama di ibu kota. Suasana lantai atas hotel ini semakin ramai oleh kedatangan tamu-tamu ini. Dalam sekejap, saya menjadi sangat kikuk. “Jangan sekali-sekali kau bicara bahasa Persia di sini,” kata Israr, seorang pemuda Pashtun dari Kunar yang pernah memperoleh gelar juara dalam lomba programing internasional, memperingatkan dengan tegas, “di sini cuma boleh ada bahasa Pashtu!” “Orang Tajik itu brengsek,” kata yang lain, “mereka sama sekali tidak taat dan banyak melakukan dosa. Bahasa mereka sama sekali tidak terhormat.” Saya merasa tidak enak dengan Naqeeb yang mengantar saya ke sini, karena Naqeeb adalah orang Tajik. Tetapi Naqeeb bisa berbahasa Pashtu dan para pemuda Pashtun ini sama sekali tidak tahu ke-Tajik-an Naqeeb. Primordialisme etnik adalah fenomena yang sangat kuat di Afghanistan. Semua suku punya kebanggaan kesukuan yang luar biasa, jauh melebihi segala-galanya. Identitas Islam tidak cukup kuat untuk mengikat semua suku ini bersatu. Dalam sejarah Afghanistan kita teringat bagaimana semua suku Afghan bersatu padu melawan invasi Rusia tetapi kemudian [...]

March 19, 2008 // 5 Comments

Mazar-i-Sharif – Secuplik Masa Lalu

During Taliban era, celebrating Naoruz was forbidden “Sekarang semua serba mahal. Waktu zaman Taliban, semuanya murah,” Obaidullah (32 tahun), kakak Naqeebullah memulai selasar kenangannya tentang kehidupan Mazar di masa lalu. Harga barang yang terus melambung tinggi belakangan ini menjadi bahan kegelisahan hampir semua orang. Roti nan yang tahun kemarin masih 5 Afghani sekarang sudah jadi 10 Afghani (sekitar 2.000 Rupiah). Harga sepiring nasi di Salang sekarang 100 Afghani, dua dollar. Obaid berkumis tipis, berkaca mata, dan bertubuh besar. Sekarang bekerja sebagai insinyur di sebuah NGO lokal bernama CHA (Coordination for Hummanitarian Assistance). Bahasa Rusianya bagus sekali karena ia melewatkan waktu bertahun-tahun sebagai insinyur di Uzbekistan dan beberapa bulan di Turkmenistan. Sering kali ia lebih suka berbicara dalam bahasa Rusia daripada bahasa Dari dengan saya. Bahasa Inggrisnya pas-pasan. “Waktu zaman Taliban dulu, sewa rumah tak sampai 40 dolar. Sekarang, sudah ratusan dolar per bulannya.” Tetapi itu bukan berarti hidup di zaman Taliban lebih mudah. Walaupun harga murah, tetapi orang tak punya uang. Tak ada pekerjaan. Dan semua dirundung ketakutan. “Siapa yang tak takut, potongan tangan digantung di pohon, untuk memperingatkan orang akan kejamnya hukuman bagi para pelanggar.” Obaidullah menceritakan bagaimana Taliban melaksanakan hukum rajam dan gantung di lapangan. “Waktu pertama kali, [...]

March 17, 2008 // 0 Comments

1 2