Port Moresby 7 Agustus 2014: Sisi Lain Pulau
Cendrawasih besar di bandara Port Moresby Mendekati Port Moresby, pesawat terbang di atas gulung-gulung perbukitan hijau di tepi pantai. Di antara lekuk-lekuk perbukitan itu, tersebar distrik-distrik permukiman penduduk, begitu luas seperti tanpa akhir. Laut biru kristal membentang mengelilingi tanjung-tanjung kecil dan pelabuhan. Begitu tenang, begitu damai. Saya datang ke negeri ini dengan membawa kekhawatiran. Ini adalah separuh bagian dari pulau raksasa di ujung timur negeri kita. Indonesia berbagi 700 kilometer lebih perbatasan darat dengan Papua Nugini. Dia begitu dekat, sekaligus dia begitu asing. Nyaris kita tak pernah mendengar berita apa pun tentangnya. Nyaris kita tak tahu apa-apa yang ada di dalamnya. Beberapa orang Australia mengingatkanku bahwa Papua Nugini bukan tempat biasa—di situ banyak penjahat, perampok, bandit, kanibal. Beberapa teman bahkan mengingatkanku untuk tidak berlama-lama di Port Moresby, karena kota ini terlalu tidak bersahabat. Apakah benar pemandangan yang begitu indah dari angkasa ini akan menawarkan pengalaman yang begitu menakutkan? Dalam hati saya bertanya. Pesawat kecil Qantas yang hanya empat deret bangku dalam satu barisnya, yang hanya terisi kurang dari separuh penumpang dari penerbangan kami di Cairns, Queensland utara, akhirnya menyentuh Bandara Internasional Jackson, Port Moresby. Semua penumpang melangkah keluar dari pesawat, berjalan kaki melintasi tarmak menuju bangunan gedung bandara yang dihiasi [...]